Tuesday, May 29, 2007

by train

Sekali-sekali, iseng jalan-jalan naik Jabotabek yuk!

Kemana ?

Kebun Raya Bogor !


Kebetulan ada kereta semi express yang berhenti di stasiun Duren Kalibata, dekat rumah. The good news is kereta 6000 perak ini berAC dan hanya berhenti di Stasiun UI sehingga bisa mencapai Bogor dalam waktu 30 menit, plus kosong pula jadi anak-anak bisa berlari-lari di dalam gerbong kereta serasa di rumah sendiri.


The bad news is. ..jadwalnya ngaret (maklumlah negara kita mah....terkenal sangat fleksibel dalam pengaturan waktu), jadinya kita terbego-bego deh nunggu di stasiun. Yang katanya jadwal kereta jam 10.15 mah ternyata datangnya hampir jam 11. pikir-pikir hebat juga kepala stasiun bisa mengatur kereta yang berikutnya (supaya telat juga gitu) sehingga tidak ada kecelakaan. Hehe.


Tambahan penderitaan menunggu kereta adalah selain kepanasan, yang seharusnya jadi area duduk para penunggu kereta, dijajah oleh para penjual asongan. Kalo seorang pedagang barang serba 100o perak itu menggelar dagangannya yang tertata dengan rapi, kali ini jadi sewot karena ada 3 bocah kecil yang selama sejam menunggu kereta bolak-balik jalan menginjak dagangan si abang plus mengobrak-abrik.

Halahhh...mana Akira itu tenaganya seperti batere duracel, gak capek-capek menghampiri peniti-lah, korek api yang kotaknya besar-lah, korek kuping-lah, pokoke si abang dari cara halus memunguti kembali barang dagangannya sampai muka jutek n bilang " bu. anaknya tolong dong". Dalam hati ibu, coba deh bang....adepin sendiri anak aye yang kagak mempan dibilangin. Maaf aja deh, ibu bukan tipe pencubit or pelototan untuk tingkah begini. Salah sendiri nape jualan deket tempat duduk? Kudunya mah kita yang protes kenape abang jualan di mari, bikin sempit aje ah!

Tapi ibu ya tetep ibu, pake jurus andalan "muke lurus". Dalam hati siih......ape mau dikate bang!

Singkat cerita, di Kebun Raya Bogor senang riang lah si bocah-bocah lari kesana kemari. Andika aja ikutan main di rumput mungutin sampah sedotan dan kulit jeruk yang bertebaran. Yahh...apa boleh buat, masih ada tissue basah ini.


Akira lari sejauh-jauhnya. Bener-bener gak ada capeknya! Naik turun bukit. Jatuh, bangun lagi. Lari lagi. Ngejar kupu-kupu. Mau nyemplung ke danau. Halahhhh...!!

Wisnu udah mulai rewel, mulai dari mau pipis, minta gendong, minta beliin bola gak dikasih, gak mau jalan kaki ke tempat angkot yang menuju stasiun dan baru berhenti karena dibelikan es durian. Terus? nangis lagi, karena esnya tumpah, dan mau pipis tapai gak mau buka sepatu, dan akhirnya bisa tenang duduk di stasiun karena memperhatikan kereta lalu-lalang selama sejam.

Akira yang meronta-ronta; maunya lari , gak mau dipegangi. Rewel sih gak, cuman jadi sprinter gantian sama si Fitri (pengasuhnya Akira) lumayan gempor dah!


Kita dapat kereta semi express lagi, turun di stasiun Tebet lalu naik taksi. Phew. Sampe rumah, rasanya badan pegel-pegel, tapi senang juga. Ibu sih gak kapok deh ngajak jalan-jalan bocah-bocah. Kalau para punggawa ditanya sih, jawabannya mesem penuh arti. Lah....tunggu sampai giliran Andhika ikut dikejar-kejar juga!



Di sebelas bulan-ku


Tante dan Oom...aku mau ultah nih....pengumuman!!! Ultah yang ke-1. Jadi jangan sangka aku bayi merah lagi, karena sudah mulai hitam terkena matahari saat main di taman.


Aku juga sudah bisa berjalan, walau masih kayak robot. Tiga-empat langkah, lalu ..hup...duduk lagi deh. Badanku kekar dan perutku besar, padahal aku tidak pernah makan bubur instan karena ibu bersusah payah membuatkan menu harian berisi sayuran, ikan atau ayam. Susuku juga susu biasa, memang sih bukan ASI, tapi bukan susu formula super mahal malah yang paling murah kata ibu. Bajuku sekarang sudah kekecilan semua, jadi aku suka pake bajunya bli Akira...hehe..kan bli Akira bisa pinjem bli Wisnu juga lahhh..

Baru-baru ini, aku sudah bisa tepuk tangan, kiss bye dan memegang botol susuku sendiri. Ehhh..ini achievement bukan??

Thursday, May 24, 2007

Cerita seorang gadis kecil


Siang ini aku malas bermain. Kata mbak badanku agak hangat. Mommy juga tadi telepon, tapi aku tidak mau bicara. Aku juga tidak mau makan. Ada sup kata mbak, tapi aku mau macaroni cheese. Kalau macaroninya habis, aku tidak mau makan sup, ah. Aku juga tidak mau makan telur. Pokoknya aku tidak mau makan. Aku mau macaroni.

Aku tiduran di sofa. Kakiku kuangkat ke atas. Aku berteriak memanggil mbak. Huh, kemana sih mbak? Kok tidak pulang-pulang? Tadi pagi mbak pergi sama mommy. Daddy sudah pergi waktu aku belum bangun. Katanya hari ini mbak harus temani mommy jadi saksi. Apa sih saksi itu? Aku tidak tahu.

Ah, lebih baik aku pindah ke kamar bayi, tempat adik kecil biasa tidur. Lho, kok gak ada? Hanya ada adik tengah sedang tidur. Kemana adik kecil? Oh, dikamar Aunty barangkali. Coba aku lihat. Aku buka pintu kamar Aunty. Nah... itu dia ! Lagi tidur sama adik kecilnya. Aku memanjat ke atas tempat tidur Aunty yang tinggi. Hup! Aku ciumi kepala adik kecil. Ah, aku sedih karena aku tidak punya adik. Sepupuku punya dua adik: adik tengah dan adik kecil. Tapi kata mommy adik kecil itu adikku juga. Kalau adik tengah itu bukan adikku ah! Dia nakal, suka rebut mainanku.

Siang ini sepi. Sepi sekali. Aku mau tidur di kamar Aunty, sama-sama adik kecil. Aku tidak mau tidur di kamar mommy. Di kamar Aunty ada foto aunty sama uncle. Kalau di kamar mommy hanya ada fotoku. Tidak ada foto Daddy dan Mommy.

Aku berbaring di sebelah adik kecil. Aku sayang sama adik kecil. Dia lucu. Gendut. Aku isap ibu jariku. Hm..enak. Eh, kata mommy kalau aku isap jariku terus, nanti gigiku maju. Tapi, biar ah. Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada ibu jariku.

Kalau tidak ada mommy, kan ada mbak. Aku bisa main sama mbak, dibacakan cerita. Kalau tidak ada Daddy bagaimana ya? Katanya nanti Daddy tidak disini lagi. Nanti Daddy pergi. Tapi aku bisa ketemu lagi. Walau Daddy suka nakal dan marah sama aku, tapi aku sedih kalau Daddy pergi.


Mommy dan Daddy memang suka bertengkar. Dulu apalagi. Teriak-teriak, keras sekali. Aku juga suka berkelahi sama sepupuku, tapi nanti baik lagi. Kenapa Daddy harus pergi? Mommy marah sama Daddy? Kenapa? Daddy nakal?

Kalau Daddy pergi, aku nonton Avatar sama siapa? Kalau mau pergi ke mall, yang nyetir mobil siapa? Pak supir kan hanya datang kalau mommy ke kantor. Kalau mommy ke kantor hari Sabtu, aku mau jemput mommy sama siapa?

Eh, adik bangun. Dia tertawa. Tepuk tangan. Lucu sekali. Aku peluk adik kecil. Aku bilang sama Mommy nanti ah aku mau punya adik. Mau adikku, bukan adik sepupuku. Biar aku suapi dan temani mandi, jadi aku tidak sepi lagi.


Picture taken from: here and here

Wednesday, May 23, 2007

Dunia Anmud

Rasanya saya seprti orang yang sudah tua sekali dan ketinggalan jaman kalau nonton MTV atau mendengarkan musik anmud (anak muda-red) sekarang. Yang ada di pikiran saya adalah: musik kayak gini enak emangnya? Kemudian yang terbayang adalah masa saya remaja berteriak-teriak menyanyikan lagunya Cranberries yang kemudian disemprot emak saya karena nada yang saya nyanyikan betul-betul off-tune --bukan karena emak saya tidak berselera Cranberries.

Pernah saya bete abis, pada waktu mengajar kelas Introduction to Cross Cultural Understanding untuk 62 mahasiswa yang mulutnya kompakan tak mau diam. Ternyata saya sendiri harus mempelajari "budaya anak muda", ketimbang menyampaikan materi kuliah. Bayangkan saja, mahasiswa yang presentasi bukannya berdiri di depan kelas dengan tegak dan serius karena sedang dinilai oleh sang dosen macam saya (yang pura-pura baik padahal pelit nilai), malahan berdiri sedikit menungging dan menggal-menggol seraya tangannya bersender ke meja plus ngocol pula dengan memperkenalkan anggota kelompoknya bak presenter acara santai. Parahnya pertanyaan yang saya ajukan malah dibalas dengan seloroh "menegetehe"... sambil cengengesan.

Ternyata saya memang harus bisa masuk ke dunia mereka. Mau tidak mau. Meskipun otot leher saya kejang karena menahan napas dan gigi merapat ingin menggigit mereka. Heran, padahal saya juga belum tua-tua amat. Kenapa serasa masuk ke lorong waktu yang berbeda ? Kalau ada rekan kerja yang berkomentar " anak muda sekarang kurang ajar, gak ngerti sopan-santun", terus terang saya juga tidak setuju. Saya pikir tadinya saya juga msih cukup muda untuk dianggap "anak muda". Hihi. Ternyata dunia mereka pun sudah tak saya pahami.

Pada waktu saya mencari inspirasi untuk makalah untuk disajikan di konferensi pengajaran bahasa, yang terlintas dalam pikiran saya adalah : kenapa gak present tentang perkembangan bahasa inggris dalam sms anak muda indonesia. Bisa dijadiin disertasi tuh malah! Welehh..
Pikir-pikir...saya aja masih suka keriting kalau bersms dengan mahasiswa/i saya.

Bagaimanapun caranya saya harus menyamakan modulasi dengan mereka . Daripada sakit hati karena generation gap, ya udah ikuti aja gaya mereka yang seenak udel. Coba lihat gaya sms saya dan salah satu dari mereka:





ma'am. lg dm?

MTAC... NP?

ujian susulan kpn? kok AGJ??

ICDA ..kan dah ditempel di pengumuman??

BTW ma'am, bhnnya AA GYM GTL.. byk BGT! :0 semua tuh ma'am? ABCDEF :-@ :'(


yup semua. KDL :p GTG. HND.

YSL. TVM ma'am. Dont miss me. JK.


YW. EGPGTL :-D* T2UL



Nah.....anda mengerti rasanya jadi anak muda seperti saya???


Note : anda perlu penerjemah sms tersumpah? saya bersedia lhooo...

MTAC = mau tahu aja ciih
NP = napa, kenapa
AGJ = agak gak jelas
ICDA = ih capek deh ah
BTW = by the way
AA GYM GTL = agak agak gemana geto loh
BGT = banget
:0 = teriak, kaget
ABCDEF = aduh bo capek deh eke frustasi
:-@ = menjerit
:'( = menangis
KDL = kesian deh lu
:p = mengejek
GTG = got to go
HND = have a nice day
YSL = ya sudah lah
TVM = thank u very much
JK = just kidding
YW= you're welcome
EGPGTL = emang gue pikirin gitu loh
:-D* = tertawa terbahak-bahak
T2UL = talk to you later

Thursday, May 03, 2007

8 tahapan perkembangan



Berdasarkan teori psikologi sosial Erik Erikson (1963), setiap manusia melewati 8 tahap perkembangan. Tugas perkembangan di masing-masing tahapan harus dikuasai agar seseorang dapat berkembang di tahapan berikutnya.


1. 12-18 bulan: Periode Percaya atau tidak percaya

Pada usia ini, anak-anak perlu mendapatkan rasa percaya dari lingkungan sekitarnya dengan cara membina ikatan emosional dan kedekatan fisik dengan ibunya atau pengasuhnya atau orang yang terdekat dengannya. Jika hubungan ini bersifat positif, anak akan merasa aman dan terawat. Seorang anak belajar mempercayai orang lain jika pada periode ini kebutuhan emosional dan fisiknya terpenuhi melalui dekapan dan sentuhan dari pengasuhnya. Jika ibunya tidak dapat ada, atau tidak dapat diandalkan, anak ini akan belajar untuk tidak percaya dan berkembang menjadi penakut dan sulit percaya kepada orang lain. Maka dari itu, periode ini disebut periode krisis karena apa yang idalami pada periode ini akan menentukan apa yang dirasakan oleh anak pada masa selanjutnya.

Ibu atau pengasuh merupakan guru yang utama pada masa perkembangan awal. Anak menangkap banyak hal dari sang ibu : energi sang ibu, getaran, sikap dan bimbingan. Meskipun ayah mempunyai insting serupa dan bisa juga mengasuh seperti sosok ibu, namun biasanya ibulah yang memberikan insting pengasuhan

Jika ikatan antara ibu dan bayi lemah pada masa ini, kebutuhan akan kepengasuhan, rasa aman dan rasa percaya si bayi tidak terpenuhi. Hal yang perlu diingat adalah bayi membutuhkan kedekatan fisik dengan sang ibu, namun jika lengan si ibu tegang dan seolah-olah menolak si bayi, akan mengakibatkan si bayi merasa tidak aman dan tidak percaya dan pada akhirnya ikatan batin pun tidak ada.

Seorang bayi yang pernah berada di lingkungan yang tidak aman nantinya akan kesulitan menjalin kedekatan dengan orang lain. Hal ini akan berdampak ketergantungan kepada orang lain atau menghindar untuk dekat dengan orang lain.



2. Usia 1-3 years: Autonomy vs self-doubt.....
Pada periode ini, anak berjalan dan berbicara sambil bereksplorasi llingkungan di sekelilingnya. Mereka senang merasakan, meraba dan mencium berbagai macam hal. Mereka akan mengaduk-aduk makanan di dalam mangkuk makanannya . Mereka belajar meniru pengasuhnya memluli permainan Ciluk-ba. Cat jari, lilin plastesin, balok merupakan maianan utama bagia anak seusia ini. pada usia ini anak belajar tentang batas pribadi yang merupakan hal penting dalam membangun citra diri.

Ledakan tantrum akan lebih sering karena pada usia ini anak mulai belajar mandiri dengan cara memperoleh kendali atas dirinya dan lingkungannya dengan mengatakan " Tidak". Pada masa ini juga orang tua harus mulai memberikan batasan yang jelas kepada anak demi keamanan anak tanpa harus menghukum.

Jika kebutuhan anak untuk berkata "tidak" diabaikan, yang dipelajari anak adalah kebutuhan ibunya lebih penting dari kebutuhannya sendiri,dan berakibat nantinya anak belajar untuk lebih mementingkan kebutuhan ibunya dibanding kebutuhan sendiri. Bahkan jika anak dipermalukan pada masa yang seharusnya ia belanjar untuk mandiri, ia akan belajar malu dan takut akan perpisahan. Jika pengasuhnya mampu memberi dukungan, anak akan belajar mandiri. Jika sang ibu terlalu melindungi dan menolak permintaan anak, rasa malu dan bersalah akan berkembang pada anak .


3. Age 3-6 years: Initiative vs guilt.....

Pada periode ini anak berkesplorasi dan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya. Krisis periode ini adalah anak memiliki inisiatif namun ia akan merasa bersalah jika apa yang dilakukannya tidak berkenan bagi ibunya. Jika orang tua mendorong anak untuk bereksplorasi dan menunjukkan sikap yang sehat, anak akan belajar berinisiatif. Sebaliknya jika orang tua kurang mendukung, anak jadi kurang insiatif . Dampak negatif pengalaman anak pada masa ini akan berkelanjutan pada saat ego anak berkembang.

Sebenarnya pada masa inilah anak mengembangkan citra dirinya. Jika ia belajar bahwa ia dianggap baik, rasa percaya dirinya akan berkembang. Jika pada usia ini anak dikritik, dipermalukan, diejek, atau ditidakacuhkan oleh orang tuanya, rasa percaya dirinya akan terpengaruh.

Anak-anak pada usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar karena itu mereka akan sering bertanya "kenapa" tentang berbagai macam hal, termasuk mengenai tubuhnya. Balikan yang diterima dari sang ibu nantinya akan mempengaruhi bagaimana sang anak memandang dirinya dan tubuhnya. Jika ia sering diejek atau diolok-olok, ia akan merasa malu dan bersalah.

Jika anak mencapai usia ini, orang tua harus sadar bahwa sensasi seksual anak pada usia ini adalah hal yang normal dan respon orang tua sangatlah menentukan. Jika orang tua salah menangani proses eksplorasi dan keingintahuan anak, termasuk terhadap masalah seksual, tentunya bisa mengkerdilkan cara anak memandang tubuhnya dan akhirnya berakibat pada citra dirinya.


4. Usia sekolah (6-12 years): Competence vs inferiority.....

Di usia sekolah, anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan kawan sebayanya dan mereka akan menguasai kemampuan sosial, fisik dan intelektual. Anak-anak pada usia ini akan terus menerus membandingkan kemampuan mereka dengan teman-teman sebayanya. Jika mereka menganggap dirinya positif, mereka dapat merasa sukses.Sebaliknya, pandangan yang negatif dan kritik dari dirinya akan muncul pada usia ini.

Di usia ini, anak perlu mendapat penerimaan dari kelompoknya. Suasana dikelas sangat rentan bagi anak-anak yang merasa dirinya kurang, karena mereka menjadi bahan olok-olok. Jika mereka gagal membangun keterampilan sosial pada tahap ini, mereka akan malu dan sulit diterima oleh kelompoknya.Rata-rata anak pada usia ini, terutama yang wanita merasa canggung terhadap keadaan perkembangan fisiknya sehingga mereka malu untuk tampil di hadapan kawan-kawan sebayanya. Mereka juga cenderung berkumpul dengan kelompoknya dan permainan berkelompok sangat penting bagi mereka.

Pada rentang usia ini anak harus belajar menyelesaikan tugas dan untuk hal ini mereka harus diajarkan mendisiplinkan diri dan memfokuskan diri untuk mengerjakan PR. Jika mereka tidak diajarkan disiplin, mereka akan menjadi malas atau putus asa nantinya di tahapan perkembangan berikutnya karena tidak ada yang pernah mengajarkan kemmapuan mengatur waktu.


5. Remaja (12-18): Identitas diri vs bingung peran.....

Pada masa pubertas. mereka mengembangkan citra diri. Mereka kerap mempertanyakan siapa mereka dan apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka. Mereka akan mengasosiasikan pengalaman mereka di masa lalu dan membedakan peran (sebagai anak yang tergantung terhadap orang tua, mandiri, berinisatif dan berhasil).Jika mereka tidak melalui krisis tahap perkembangan dengan baik, mereka akan mengalami bingung peran: tidak tahu siapa diri mereka, dan mau menjadi apa.

Semua tugas perkembangan pada periode sebelumnya merupakan tahap transisi untuk tahapan berikutnya. Ikatan yang dijalin dengan sang ibu pada waktu bayi merupakan dasar rasa aman yang diperlukan pada masa pubertas untuk dapat berhubungan dengan lawan jenis. Kemampuan untuk membatasi diri dan mengatakan "tidak" pada tahap kedua merupakan struktur yang diperlukan dalam membangun batasan seksual untuk tahapan pubertas.

Eksplorasi seksual yang dialami anak pada tahapan ketiga serta reaksi kedua orang tuanya akan membantu anak dalam menentukan persepsi diri anak akan tubuhnya. Tahap perkembangan keempat mengajarkan para remaja keterampilan sosial dan edukatif di sekolah yang menentukan sikapnya terhadap masa depannya. Tugas perkembangan yang dahulunya dianggap sulit untuk dikuasai akan berdampak pada masa transasi pubertas menuju kedewasaan.


Pada masa yang penuh rasa canggung ini, penerimaan kawan sebaya menjadi hal yang lebih penting karena disitulah letak jati diri para remaja. Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja pria yaitu perubahan suara, timbulnya jerawat sedangkan remaja putri mengalami ketidakstabilan emosi dan canggung dengan bentuk tubuhnya. Pada masa ini biasanya remaja putri mengalami masalah makan karena mereka cenderung sangat kritis terhadap tubuh mereka. Seperti halnya anak-anak pada tahap perkembangan kedua, pada masa remaja ini mereka cenderung memberontak karena ada perasaan tidak nyaman.

Pada masa ini pula "cinta monyet" bersemi dan topik pembicaraan yang diminati adalah siapa berpacaran dengan siapa. Jika remaja mempunyai kesulitan mempercayai orang lain dan dirinya sendiri, mungkin ia pemalu dan terisolasi dari teman-temannya.

Pada periode ini, biasanya remaja mengalami kesulitan dalam masalah sehari-hari. Jika tugas perkembangan pada tahapan sebelumnya telah dikuasai, kemungkinan hanya sedikit kesulitan yang ditemui. Terkadang remaja menarik diri dan lari ke obat terlarang untuk menghindari rasa sakit yang menemani stress dan kecemasan dalam masalah yang dihadapi.



7. Early Adulthood (20-33) : Intimacy vs isolation....

Tingkat keberhasilan di masa perkembangan sebelumnya menentukan keberhasilan seorang remaja memasuki tahapan kedewasaan. Pada periode ini, seseorang memasuku tahapan dewasa muda. Krisis yang tak terselesaikan pada masa kanak-kanak akan menetap saat seseorang menghadapi tugas perkembangan yang lebih tinggi lagi yaitu menjalin kedekatan dengan lawan jenis. Jika pada masa kanak-kanaknya seseorang dapat mengatasi krisisnya dan memiliki pengalaman yang positif, ia akan mampu menjalin hubungan yang dekat dan bermakna dengan orang lain. Jika tidak, hal ini akan berakibat negatif yaitu ia akan menjauh dari orang yang ingin mereka dekati.

Periode ini mencerminkan rasa tanggung jawab yang dimiliki sedari kecil: bangun pagi, menepati waktu, mencatat pengeluaran, mencuci dan memasak adalah sebagian kecil dari tanggung jawab pada periode ini. Tingkat keberhasilan seseorang pada masa dewasa ini dipengaruhi oleh pengalamannya di rumah.

Lingkungan sekitar juga memiliki dampak yang jelas pada kaum dewasa muda. Media iklan memberi perhatian bagaimana seseorang harus berpenampilan dan bersikap, apa yang harus dibeli, dan benda apa yang memberi kesan kesuksesan. Mereka cenderung kurang dapat menunda penghargaan dan menabung untuk masa depan karena adanya kartu kredit yang secara terus-menerus dikirim lewat surat dan menawarkan pagu kredit yang makin tinggi.

Masalah perkembangan dari periode terdahulu semakin tampak saat seorang dewasa mulai mengalami hubungan asmara. Hubungan asmara berarti resiko: resiko ditolak, disakiti dan menciptakan kemabali pola hubungan di masa kecil. Para individu tertarik terhadap lawan jenis dengan harapan menemukan cinta dan kecocokan. Namun sangat sulit untuk menjalin hubungan yang dewasa karena melibatkan sisi kehidupan yang sangat rentan.

Rasa percaya pada masa bayi berdampak pada bagaimana seseorang berkomunikasi dalam hubungan yang intim. Jika pada masa bayinya pernah merasa terancam, seorang pada masa dewasa cenderung berdiam diri karena marah atau menarik diri tanpa penjelasan. Sangat penting untuk menandai pola hubungan seseorang dengan ibunya semasa kecil karena akan muncul lagi pada masa dewasa.

Apapun yang dipelajari seseorang mengenai kedekatan pada masa kecilnya, akan berdampak pada hubungan kedekatannya pada masa dewasa. Inilah yang anak pelajari tentang cinta dari orang tuanya. Jika anak sering terekspos dengan pertengkaran orang tua, cinta akan diartikan dengan agresi. Hal yang penting ditanyakan pada masa ini adalah : Apa pendapat anda mengenai perkawinan orang tua anda? Jika perkawinan ortu dianggap positif, yaitu kedua ortu dapat berkomunikasi dan bertengkar dengan sehat, hal ini akan lebih mudah untuk menjalin hubungan yang positif dalam hubungan dengan lawan jenis.


8.Dewasa menengah (34-65): Generativity vs stagnation

Pada usia ini orang mengkaji kembali masa lalunya dan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan dan memberikan kontribusi kepada orang lain, khusunya anak-anaknya. Jika mereka melalui krisis pada masa ini, mereka akan menjadi manusia yang produktif dan berbahagia. Jika mereka gagal, mereka mengalami hal yang dinamakan "krisis paruh baya", yaitu terhenti perkembangan personal dan psikologinya. Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang tidak tahu identitas dirinya dan apa yang ingin mereka lakukan. Mereka adalah jiwa-jiwa hampa yang mencari sesuatu, tapi tidak tahu apa yang mereka cari. Pada usia ini biasanya para wanita mulai masuk dunia kerja atau melanjutkan studi.



9.Later adulthood (65-80): Ego-integrity vs despair.......

Pada masa ini orang merenungkan secara mendalam tentang pencapaian dan kegagalan di masa lalu. Jika orang ini mengingat hubungan yang hangat dan intim, mereka akan memasuki penyatuan diri. Sebaliknya, jika orang menganggap masa lalunya penuh dengan kekecewaan dan kegagalan, mereka biasanya memiliki perasaan putus asa.



Nah, begitulah adanya tahap perkembangan setiap manusia. Maka dari itu, hati-hatilah mendidik anak!