Sunday, September 30, 2007

Raja Pisang







Anggota kami yang termuda, Andhika jarang kebagian giliran diceritakan ya?


Sulit untuk diceritakan kekaguman saya terhadap keberadaan si bungsu Andhika. Fighting spiritnya itu lho...sejak masih berbentuk janin sampai bisa lahir ke dunia dan sekarang sudah berumur 16 bulan.
Saya baru ngeh keberadaan Andhika pada bulan ke-4 kehamilan, karena sebelumnya tak mengalami masa mengidam, tidak ada keluhan meski saya harus beraktifitas : berjalan jauh, seringnya membawa beban berat belanjaan plus 2 anak, naik-turun tangga apartemen di lantai 3, mengurus rumah tangga, menyusui Akira, menghadapi segala polah the terrible two Wisnu. Phew... Belum lagi saya sempat sakit cacar di trisemester ke-2 yang pake acara demam tinggi namun tak bisa minum obat. Oalah sakitnya.... Di kehamilan ke-7 bulan sempat lari sekencang dikejar setan di bandara Narita karena pintu pesawat sudah hampir tertutup dan ground floor crew tidak tahu saya sedang hamil (karena badan saya kalu hamil tidak serta-merta menjadi gemuk kecuali perut dan itu pun tertutup sweater) sehingga dengan semangatnya menyuruh saya lari " ayo mbak, lari lebih kencang! lari!" .Weleh.... sejuta blessing dari Tuhan bahwa Andhika lahir dengan sehat.

Kemarin, kebun di Citayam panen pisang. Pisang raja bertandan-tandan langsung diserbu oleh Andika dan Akira. Yang heboh adalah, Andhika dengan tidak sabarnya memegang pisang di kedua tangannya sampai dia sendiri bingung mau menyuapkan pisang dari tangannnya yang mana. Belum habis pisang yang dimulutnya, karena dia lihat ada pisang di tangan kirinya, dia masukkan lagi pisang ke mulutya. Terus melirik ke tangan kanan "eit ada pisang juga". Ya dijejelin sendiri ke mulutnya yang sudah penuh pisang.





Gak disangka dia ketawa-tawa sendiri sambil makan pisang. Sayang fotonya gelap niih...

Ini foto bisa dijudulin "raja pisang makan pisang raja" sebenernya.




Ternyata pisang bisa mengakibatkan ectacy juga ya?

Saturday, September 29, 2007

Sakit kangen


Selama ini, yang suka sakit panas kalau ditinggal pergi ke luar kota  adalah Akira. Sedangkan Wisnu, seringnya tidak apa-apa.

Bulan September ini bulan tersibuk untuk ibu dan Aji. Sebulan penuh Aji kelilingan: Malang, Banjarmasin, Makassar, Menado, Jaya Pura. Bersamaan dengan itu, ibu pun kebagian pergi kelilingan: Pekanbaru, Palembang, dan Duri. Huihhh.... Imbasnya, yang ketempuhan repot Aki. Bolak-balik ke bandara. Bisa gitu hari ini misalkan antar Aji ke bandara, besoknya ibu yang harus diantar ke bandara, terus hari berikutnya Aji dijemput di bandara, eh hari berikutnya ibu gilirannya di jemput. Kalau ada acara perebutan piala Kakek Siaga, pastilah Aki pemenangnya.


Bulan ini Akira dan Andhika lumayan prima kesehatannya. Awalnya Wisnu kelihatannya bugar aja, meski udah hampir tertular batuk biasanya bisa sembuh karena air rebusan sirih. Pada hari Selasa subuh, ibu bertolak ke Duri, Riau, sewaktu mencium kening Wisnu yang masih tidur, entah kenapa hati ibu tiba-tiba sedih. Biasanya kalaupun meninggalkan pergi mereka, ibu jarang merasa begitu. Bukannya ndablek, tapi hati mantap karena yakin Aji kan ada untuk anak-anak. Kali ini saat ibu berangkat, Aji masih ada di Malang. Lagi-lagi, anak-anak ditunggui Aki.

Hari Kamis, ibu pulang dari Duri, sementara Aji masih ada di Papua, malah mau jalan-jalan ke Wamena dan Lembah Baliem (secara mumpung ada di belahan Indonesia bagian sana, mending nyempetin jadi turis). Jumat subuh, sekonyong-konyong Wisnu panas tinggi. Gak ada batuk, apalagi pilek. Gak mau makan, minum pun hanya air putih dalam jumlah sedikit. 

Keluhannya pun beragam dari yang lucu-lucu :
 " Ibu, kaki Wisnu kedip-kedip" (gemetar--red)
 " Kenapa kaki Wisnu gak bisa dipakai jalan, sakit kayak Nini ini...aduhh" (Nini sakit rematik--red)
 " Wisnu gak mau pakai tongkat...huhu (menangis keras), tongkatnya kebesaran"
 " Ibu, perut Wisnu gak mau dipegang ya. Gak usah dipegang, nanti aja kalau sudah sembuh"

sampai yang bikin was-was
 " Tirainya gak mau ditutup, takut, ada yang besar-besar"
 " itu siapa tuh, di merajan (tempat sembahyang--red). Bilang bu, gak boleh masuk gitu kata Wisnu"
 
Dalam hati : "nu, kalau sakit jangan nakutin orang dooong".

Dokter UGD yang kami sambangi mendiagnosa gejala DB karena tiba-tiba badan Wisnu panas gitu. Tapi pada hari Sabtu, panasnya sudah turun. Jam 03.30 pagi, Wisnu bangun dan minta dibuatkan sup dan bubur. Ibu buatlah sup dan bubur cinta, hehe...bubur dikasih daun salam dan sup wortel-kacang polong-makaroni-ayam cincang bola-bola tapi dikasih jampi-jampi doa sekuat tenaga supaya Wisnu mau makan banyak dan cepat sembuh. Melegakan juga pada jam 4 pagi, komentar Wisnu pada suapan pertama adalah : "Enak sekali ini sup dan buburnya" . Apalagi ternyata dia bisa makan 2 mangkuk bubur dan sup. Hati ini mak nyossss...

Hari ini kelihatannya mulutnya sudah mau menerima makanan, tapi perutnya belum kompromi. Jadi setelah makan, gak lama BAB. Segitu menderita diare, Wisnu keukeuh minta ikut jemput Aji di bandara. Dan setelah itu gak mau lepas dari Aji, sampai tidur pun maunya sama Aji. Yang melegakan adalah jam 8 malam Wisnu sudah terlelap dan semoga bangun dengan bugar besok pagi.

Benar juga komentar Kakiang " sakitnya Wisnu psikis ...bukan medis". Lah apa mau dikata, punya kakek model cenayang, seng ada lawan.....!!! Aji pulang, hati Wisnu senang, diare pun hilang.