Tuesday, December 30, 2008

2008 is like that

I have taken my job too serious, I guess. I thought that one of ways to do it is to do things a little bit more. The goals that I set for my self have made people think I was unrealistic, too ambitious and whatever-the-words-they-have. The problem is I can't take the regular notions of operating the way other have always in mind because I feel those ideas would be a dope which in turns will paralyze me, my brain, and my whole life. Perhaps I am being sadistic to my own creativity for no clear reason.

Living like the tv-series familiy is my laughing stock. The truth is, I am not compatible with the idea of sharing everything. I should say that I always need a clear gap between my personal inventories and social necessities. Grew up as an independent entity who deserves respect for individual space and priorities, I have to struggle now living as a social agent who has to be able to bend for peace. I am not obliged for other's happiness but they demand equlibrium by cheering me how wonderful life could be with me accepting other's minuses.

I have anger, not yet diminish. I have integrity, not yet ruined by beliefs and religious threats. I try so hard not to blow up but God, if You are really there, for me, please do not push me over the line. I would crack someones' hope of having me as his so-called "ideal" (in terms of life, relationship, posession) if you are just standing there watching over me. Aside from hope, what else have I got?

Wednesday, December 24, 2008

Bungsu Andhika

Kami beri nama I Gusti Nyoman Andhika Rai, yang lahir pada tanggal 11 Juni 2006. Kalau menurut horoskop barat, Andhika seorang Gemini.

Lain belahanbumi, lain ramalannya. Menurut horoskop Cina, Andhika bershio Anjing dengan unsur tiang langit Api dan Elemen yang mempengaruhinya Tanah. Menurut leluhur Tionghoa, orang kelahiran tahun Anjing umumnya jujur, cerdas, dan terus-terang. Ia adalah manusia yang tidak sombong, yang memiliki naluri kemanusiaan yang amat mendalam. Rasa kesetiaannya dan kecenderungannya untuk memprioritaskan persamaan hak dan memperjuangkan keadilan membuatnya sangat populer, terutama di kalangan kaum lemah. Watak dasarnya ramah, rendah hati, dan tidak terlalu menuntut, dan semua ini membuatnya mudah bergaul dengan orang lain. Ia selalu bersedia kompromi dan dapat dipercaya untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya.

Ia juga jarang menunjukkan amarahnya secara pribadi kepada seseorang. Yang penting bagi adalah prinsip keadilan. Jika perbuatan Anda sampai melukai hatinya, perbuatan itulah yang akan ditunjukkan oleh dia, tanpa diembel-embeli maksud tidak baik, tanpa dendam atau iri hati. Kalau semuanya sudah selesai ditumpahkan dan perbaikan yang layak sudah dikerjakan, maka dia bisa saja berdamai lagi dengan Anda seolah tidak ada apa-apa.

Sekalipun dalam usia muda, Andhika sudah belajar untuk mencium mana orang yang baik dan mana orang yang jahat.Baginya, tak ada warna kelabu atau campuran antara kedua warna itu. Namun, sekalipun Anda berhasil memenangkan kepercayaannya, Andhika akan setia untuk selamanya.Walaupun kekayaan, kekuasaan, dan kesuksesan mungkin sangat berarti bagi orang lain, hal-hal tersebut tidak berarti apa-apa bagi Anjing bila tanpa kekasih, teman, atau keluarga yang bisa ikut menikmatinya. Pada umumnya tidak tega mengabaikan suara teman memohon pertolongan.

Secara umum, Andhika tidak materialistis dan tak menyenangi kemegahan. Kata-kata dan bahasa yang muluk-muluk malah mencurigakan baginya. Dia lebih suka pembicaraan maupun gaya hidup yang tidak dibuat-buat. Dan walaupun dia tidak begitu mempedulikan uang, namun umpamanya dia sedang membutuhkan, tak ada yang lebih lengkap sarananya untuk mendapatkan itu, selain dia. Sekalipun dia terlahir dalam keluarga pas-pasan, Andhika yang bermoral tinggi mampu meningkatkan statusnya dalam hidup atas upayanya sendiri tanpa berusaha menyembunyikan asal-usulnya.


Menurut penanggalan Bali, Andhika dibawah pengaruh Wewaran ( karena lahir pada hari Redite Wage)Lintang Uluku, sehingga prilakunya giat bekerja dan selalu berusaha, tidak pernah merasa payah bekerja. Senang buat memancarkankekayaannya, loyal dan sangat dermawan kepada temannya. Merasa kesal dan tidak senang bila ada yang merintangi pendapatnya.

Pengaruh Wuku (Krulut)Dewa Wisnu, Sangat cerdas, kuat daya ingatannya, bijaksana, konsekuen dalam tindakan, tabah menghadapi penderitaan, agak pemboros, percaya diri dalam segala-galanya, rejekinya baik. Pengaruh Pratiti (Wedana)Ahli pertukangan, akan mampu/kaya, sopan pekertinya, suka berderma, mempunyai pikiran bersih. Sebagai pedewasaan cukup baik semua kerabat membantunya, menemui sedikit kesulitan, mengalami sedikit pemborosan, pikiran tetap tenang.
Posted by Picasa Pada dasarnya, kalo ramalannya bagus sih.... biar ajalah ....ya 'de?

Selamat hari Ibu, kawan

Sudah banyak cerita perjuangan para ibu yang diterbitkan diberbagai buku, bahkan difilmkan. Sebagai salah satu anak yang pernah dibesarkan oleh seorang ibu, saya akhirnya pun ditakdirkan menjadi seorang ibu. Dan bukan sebuah kebetulan belaka bahwa saya dikelilingi para ibu yang menemani perjalanan hidup saya, yaitu para sahabat atau pewarta selintas lewat dan tak pernah kembali.

Di tengah kepenatan hidup dalam menjalani garis nasib menjadi ibu, betapa menyandarkan kepala kita kepada seorang sahabat menawarkan kesejukan. Bukan jalan keluar yang kita temukan dalam cerita dan cekikian, namun inspirasi mengenai perjuangan dan perlawanan hidup, dan gagasan bahwa 'hey, hidup akan terus berlanjut, apapun yang terjadi'.

Sebut saja seorang ibu, dari club desperate housewives kami, si Genderang Perang. Saya senang membayangkan dirinya sebagai sebuah Genderang Perang yang terus bertalu-talu, baik di kala susah maupun senang. Namun saya bertemu dengannya di gerbang kesulitan, masalah,depresi, konflik. Staminanya yang luar biasa yang dibungkus dalam paket diplomasi yang rapi sungguh merupakan kombinasi yang cantik. Pada saat ini, tangga kehidupan menawarkan banyak hal yang menarik untuknya. Satu demi satu kehidupannya menanjak menjadi lebih baik. Tapi, yang masih menjadi persoalan adalah bahwa dalam sekian belas tahun ia membesarkan anaknya, barulah ia disadarkan bahwa selama ini ia hanya merawat anaknya, bukan mendidik. Walaupun akan terengah-engah untuk berlari mundur, satu hal dari semangat sang Genderang Perang adalah memulai kembali untuk menjadi lebih baik: dimulai dengan permintaan maaf kepada sang anak atas pengabaian atas perasaan-perasaan sang anak , menuju titian penerimaan sang anak apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sampai menghantarkan sang anak mencapai potensi yang maksimal.

Sebut jugalah kawan saya yang lain, si Pedang Samurai, yang tajam pengamatannya, lantang suaranya, bisa membelah gunung dengan keteguhan hatinya. Namun jika anda tahu titik yang tepat, meskipun ia dibuat dari baja keras dan telah ditempa dengan api yang sangat panas, setitik air rasa cinta anda bisa membuat pedang itu mendesis dan menurutnya, menumpulkan mata pedangnya. Hidupnya yang konon keras itu dimulai dengan didikan ibundanya yang bagai tiran menjadikannya sebilah pedang yang tajam, keras, kokoh. Banyak orang salah menafsirkan watak kawan saya ini, menganggapnya sebagai orang yang kaku, tak bisa ditawar, seorang tiran juga. Di sisi yang lain, yang saya lihat, ia menawarkan hati yang sangat lembut untuk anaknya yang sematawayang. Bukan berarti ia memanjakannya, namun satu hal yang saya saluti adalah kemampuannya mendengarkan sang anak. Bukan hanya apa yang dikatakan sang anak, namun sampai ke inner voice nya. Jikalau ada nominasi penghargaan hari ibu, saya akan memberinya satu untuk predikat yang berbeda dengan teman si Genderang Perang. Meskipun demikian, ia masih harus berjuang untuk menyeimbangkan antara aturan yang konsisiten dan kasih sayang.

Saya sendiri, masih mencari bentuk yang tepat dalm meng'ibu'i anak-anak saya. Mengapa? Personalizing your education merupakan tantangan yang terberat bagi saya. Bagaimana mendidik didefinisikan sebagai penetapan aturan main yang jelas dan adil, ada ruang gerak untuk kompromi dan dialog, pencapaian masing-masing anak atas potensi yang dimiliki, dengan bonus penerimaan atas kesalahan dan kekurangan anak. Di luar lingkaran itu, ada pagar norma masyarakat, nilai-nilai religius, kompetisi dan tantangan.

Rasanya jadi ibu jaman sekarang, tidak cukup bisa memandikan, memberi makan dan menina bobokan. Bertumbuh kembanglah seperti anak-anak kita, kawan ibu. Adapt and adopt along the way.

Monday, December 15, 2008

With all my respect

Dearest Mom(in-law),


I finally decided to write a letter to you, as I would not have the right words nor "appropriate" facial expressions. As I have never been born as one of your offsprings, and I would never be able to aggree with you all the time, allow me to tell the other side of stories.

I have learned to love your only son as a unique person. I guess I have been quite lucky to choose life I have been in , being married to a wonderful personality with high level of tolerance and patience.

With three children that we have, your son and I are struggling to lay the basic values for them. Not only both of us are rookies in children psychology and education, but we also need time to come to the same point of understanding. I grew up in the more challenging environment: having to prove things --on of them is being independent and self-sufficient , while he was nurtured in the contrast of strict paternal role and patient maternal figure. We encountered constant arguments , yet somehow find connections betweeen us, because we promised ourselves that we will parent our children better than our parents .

We are grateful to be allowed to use your house, from the day we got married until our 6th year. This house used to be brighter and more peaceful with two families living in together (Many wonder how we could) . Somehow, lately the idea of sharing does not seem to be able to be the most wanted idea anymore.

Firstly, these two families are no longer compatible. We have different needs, while things or expenses just could not be simply split into two. Equality seems to be harder to define. How could you see home telephone bills when you solely rely on your handphones, and electricity when the other side of the family seems to waste away the use of aircon, or fridge or other electronic devices with bigger voltage? When one family seems to feel the urgency to use certain space of the house without bother asking the need of the other side of the family, while the other side does the same thing seems to be totally unforgavable.

Secondly, allow your son to have his own happiness and his own life. He is not responsible for his sibling's happiness, let alone twin sister. Grown as twins, they have to be made aware that they lead different lives. None of them have to endure longer competition in any sector. Should they have to go through hurdles in life, they are two separate mature individuals who have different strategies. Just let them find their own ways.

Thirdly, allow us to lead our own lives. Please give us some room to move without being compared to other offspring of yours.

Monday, December 01, 2008

Andhika gemeessssssssss

Tante, tante, aku pingin jawil pipi tante dooooong, boleh nggak?
Kelihatannya empuuuk heheheh
Coba ya? coba ya? boleh kannnn?
Gak sakit kooook, bener!!



Selain jawil pipi, aku mau coba lain doong.
Muka tante bisa dipenyokin gak? dikecilin?
Aku coba yaa? coba doong, pleaseeee
Nah kayak gini, dikecilin lagi bis agak tante mukanyyaaa??


Oahahhaha..tante emang luccuuuuuuuuu
Posted by Picasa

Tuesday, November 25, 2008

Hujan bagi kami

Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan.

Hujan mendatangkan banyak hal yang baik, sehingga ada banyak lagu anak-anak yang bertemakan hujan.

" Hujan, hujan tak henti-henti, Hujan-hujan sepanjang hari!" (Tasya)

" Rain, rain, go away, all the children want to play, rain rain go away"

Meskipun lagu orang dewasa kebanyakan mengasosiasikan hujan dengan kesedihan ...

" waktu hujan sore-sore....."




Pada saat hujan tak turun, air bisa ditemukan dimana-mana. Air bisa menjadi ajang kegembiraan tersendiri, kegiatan bersifat olahraga air atau permainan pada saat yang bersamaan.

Asalkan sebagai orang tua, anda merelakan penghabisan sabun antiseptik dan rekening air melonjak plus budget untuk obat cacing setiap 6 bulan sekali, untuk setiap anak anda.

Paling tidak, untuk satu hal, orang dewasa seperti kita sibuk dengan hal-hal yang terlalu serius dan jlimet. Terlalu sering melupakan kegiatan sederhana yang bisa dilakukan dengan sedikit pengorbanan.

Mari kita temukan lagi, keserhanaan suatu keriaan. hanya dengan aliran air dan selang. Tawa yang menggelegak, baju yang basah , badan yang relaks tanpa pijat, kebersamaan dalam persaudaraan atua pertemanan. Kemudian? berakhir dengan mandi air hangat dan sabun antiseptik. Hm, plus minum susu hangat dan menyantap makanan dengan lahap, tak perlu booster vitamin penggugah nafsu makan!

Tidak ada dendam, tak ada rasa sakit lho!
Air...air...!
Siram, semprot, serang....!!!


Huaahhhh..dingin, asyik, seeeeenenngggg!!!

Ibu, ibu foto lagi !!!
Posted by Picasa

Monday, November 17, 2008

What if I am NOT real?

Spectators are made believe that Superman is real. Hero does exists, name it : James Bond, Indiana Jones, Xena, Kung Fu Panda. A Superwoman will fight against the evils and somehow truth prevails.

Down the street, though they never said, some bosses dream of having miracoulus superemployees. Like in my small world, they have been carried away in their fantasy of me doing all the impossible and just like a harmster running around in an endless wheel thinking that the faster I run, the closer I get.

I start to get office sick, cubicle sick. When I have the mounted paperwork, long list of people to contact, confirm, persuade, this creature seems to fail to connect to the madness of monday. Worklplace is no longer an oase for me, unfortunately. As the sand dunes are getting higher, the heat has aspired my motivation.

When a day like today somebody say , " We can't do it". Then, I just have to give my self up, which used to be something I could never forgive myself. No matter what. I swore I did not want to end up like them: vegetables who just breath but do not move things.

Then I tell my self later this day, even God forgives his creatures and his creation has to come to an end. Then I have to learn to see that I am not real, I kill my imagination that I (wish) ..I could be at my best. I excell. I perform to the test of time. The more I think about becoming one, the more fragile I have become.

But hey, it' all right to make mistakes. It is okay to be dissappointed. It is O-K-A-Y to fail. How do I spell failure ??? L-E-T-T-I-N-G G-O. then now, it's time for me to learn how to spell success: S-A-L -V-A-T-I-O-N.

Then , I just have to put off my superhero costume, lay down my superhero flag, and try to forgive myself for giving up the battle. I am no longer a superhero.

Welcome to the world!

Welcome to the world ,
Ryuta Maximilian Putra Flasar

November 11, at 22.59 Tokyo Local Time
in Chiba nishi sougou byouin

with 27.60 kg and 49 cm
u are as gorgeous as Keanu Reeves
as cute as angels

Congratulation to Ayana,
Niken and Michio!!
Posted by Picasa

Monday, October 13, 2008

Our superheroes

Having three boys in the family should be fun for a mom like me, as they continously live my imagination. As they adore their own superheroes; Wisnu is fond of Ultraman and Power Ranger, Akira sees himself as Naruto while Andhika is quite certain that he is as strong as Batman.

It only took you Rp 40,000 for each piece of superhero costume in any Trade Center. When the season of "shower-reluctance" comes --when they refuse to take a shower for whatever reason--, the best prescription from me is.... asking them whether they would like to wear the superheroes wear on one condition that they will take a shower. It works manytimes.


Also, when they have a quarrel over toys, the fairest thing in the world to do for a mom is shouting "guys, superheroes don't fight over toys. Gambreeeng yukkkkk! Then tehy go "om pimpa alaihom gambreng, pok inem pake baju keren, maen kaleng pak dumbreng dumbreng"


Boys will be boys.....
Posted by Picasa

Thursday, October 02, 2008

Lebaran, lebaran

Akhirnya Lebaran datang juga. Hikmahnya ternyata banyak sekali untuk saya kali ini.

Pertama, saya bertemu saudara sekandung dan menginventarisasi keponakan. Aneh tapi nyata, tinggal di Jakarta dan berkendaraan ternyata tak menjamin bisa bertemu saudara kandung kerap kali. Kesempatan terbesar adalah pada saat Lebaran begini, bertemu di rumah orang tua. Dan aneh tapi nyata keponakan saya itu ternyata sudah besar-besar. Hehe. Jadi baru kerasa saya bertambah tua.

Kedua, update gossip.
Huaha. Yang lebih seru adalah ajang gosip antar kawan dan saudara.
" Eh, itu anaknya siapa? kok tiba2 dia dah punya anak? bukannya blon married? Apa adopsi?"
" Itu istrinya? kok beda ama yang kita lihat waktu lebaran kemaren? "
" lho itu anak-anaknya kok datang sendiri. Bapak ibunya kemana?"
Jangan-jangan acara maaf-maafan jadinya kudu diulang setelah perhelatan gosip.

Ketiga, mengasah kesabaran.
Saya tidak usah bercerita bagimana rasanya diteriaki tiga orang balita pada saat yang bersamaan. Yang besar minta diperhatikan ceritanya, yang kedua bertengkair dengan yang ketiga. Yuhuuuu. Emang sih, segi positifnya adalah mereka cuma mau makan, diceboki, dimandikan dan diantar tidur oleh ibunya, no matter hari-hari diasuh pembokat. Kayaknya saya tidak selayaknya complain.

Friday, September 26, 2008

Lebaran

Buat anak-anak saya, libur lebaran berarti :
- HORE !!! Ibu dan Aji tidak ke kantor
- HORE !!! Kita jalan-jalan dan beli mainan

Buat suami saya :
- Enakkk..... nyantai di rumah, males-malesan
- Bosen juga ya, ngapain enaknya?

Buat saya :
- Matiiiii akuuuu...pembokat pulang semua!!!
- Addduuuhhh tuh pembokat infalan payah bangettttt, masak nggak bisa, ngurus anak-anak nggak bisa, mana minta bayaran segituuuuu????
- Tanggal berapa sih ngantor lagi???

Thursday, September 11, 2008

Ada apa dengan saya

Belakangan ini kawan-kawan di kantor sedang senang menggunakan perumpamaan untuk menertawakan nasib karir saya yang makin nyusruk. Nyungsep. Menukik ke bawah dengan sukses. Bukan karena KKN apalagi korupsi. Sederhana saja, saya mengambil cuti diluar tanggungan dan menanggalkan karir yang diincar orang, demi......................... sesuatu yang tidak akan saya sesali. Kata mereka, hidup saya seperti naik roller coaster: seru, tapi roller coaster yang saya naiki berhenti ditengah-tengah. Mandek.

Kata siapa saya tidak kecewa?
Kata siapa berkorban itu cuma dibutuhkan kerelaan?

Ketika saya kembali, dengan keadaan butuh duit, tentu saya tidak punya bargaining position. Ditempatkan di kantor pusat, dengan iming-iming cuma 5 menit dari rumah, diberi pekerjaan dengan numerasi yang dibawah standar, saya bisa bersyukur bisa hidup normal. Saya menampik tawaran eks boss untuk ditempatkan di Sub Dit A tempat beliau memimpin, karena tak lama kemudian beliau keluar. Kalau orang sebaik bos itu aja tak tahan, kenapa saya harus mencoba bertahan.

Di Sub dit B tempat saya bekerja, setahun kemudian, direct boss saya juga keluar. Lalu saya dipindahkan ke Sub dit C. Dan, ini bukan plot cerita telenovela, ternyata boss saya pun minggu depan keluar, berhenti, mengundurkan diri.

Kawan-kawan bilang --sambil tertawa-tawa-- bahwa saya ini seperti black widow. Weit, saya bukannya memangsa pejantan, tapi entah kebetulan atau kesalahan, tiga orang bos langsung mengundurkan diri tidak lama setelah saya ditempatkan. Ketiganya memutuskan untuk hengkang dari perusahaan untuk menata bisnis sendiri.

Bos baru akan segera datang. Banyak kawan juga prihatin karena calon bos baru ini sangat tersohor dengan ilmunya. Nah.

" Gue ikut prihatin ya, lu bakalan kedapetan si xxxxx sebagai bos "

" Iya ihhh, gue gak bisa bayangin orang kayak dia di tempat lu"

" Kenapa dia siiih, tuh para petinggi apa gak tau dia kayak apa"



Saya melongo aja, dan berseloroh " emang die kayak ape? "





"yaaah...lu belon tau ya? Dia tuh punya imu kodok"







Saya kaget. Asli baru denger tuh. " ilmu K-O-D-O-K ??? kek gemana tuh?"


Kawan saya itu berbisik, sambil memperagakan " nginjek kebawah, nyikut kiri-kanan, ngejilat ke atas".

Tuesday, September 09, 2008

Life is....

It is not true that life is one damn thing after another,
It is one damn thing over and over

Dorothy Parker (1893 - 1967), Not So Deep as a Well (1937),

Monday, August 25, 2008

Suddenly...

Just one funny day turns everybody in the office to tell me what to do with my life.
Suddenly they say lots of things such as :

- You should trust people more, let them do things for you.
- You'd better raise your kids first, then think about your career
- You set too high standard for everthing, that's why you get frustrated with your work
- You have whatever it takes to run your own business , not employed by a company like this
- You should reduce your activities, and spend more time with your kids
- You should not take the work load home, let go.
- Travelling is not good for you, you have kids!

Whenever they say more now, I just take a closer look at their faces--in my disbelief-- and wonder whatthey might think when I say what I think about them. But then, it's easier to torture them to think more and say more about me and my life. Really.

Sunday, August 03, 2008

Too much is just too much

Selama dua hari berturut-turut Akira yang menangis keras tengah malam. Tanpa sebab. Tak mau jawab, meski ditanya dengan berbagai cara. Baru berhenti setelah kelelahan dan tertidur sendiri. Misteri tangisan itu ternyata disusul oleh sakit panas tinggi. Setelah dibawa ke dokter, ternyata bukan infeksi tenggorokan. Entah apa.

Kemudian setelah panasnya turun, Akira kelihatan lemas tak bertenaga. Tidak ada sakit apa-apa, tapi tidur-tiduran lunglai di lantai, tatapannya kosong. Makan-minum susu tetap berselera, tapi Akira bukan seperti Akira yang biasa berlari-lari, meledek kakak dan adiknya. Kami bawa ke dokter kembali, dokternya pun kelihatan bingung. Kemudian adalah pesan tiba dari yang kami hormati bahwa itu teguran atas kekurangsungguhan ibadah kami. Teguran langsung, istilahnya.

Believe it or not, like it or not, kami harus introspeksi. Sisi terangnya: masih bagus ada peringatan. Kalau langsung dihukum setelah akumulasi kesalahan tak terhingga?

Kemudian, selang beberapa hari, gantian Andhika terkena morbili. Campak. Panas tinggi, ditambah bercak-bercak merah seluruh badan plus batuk yang parah. Walaupun tak menangis, tapi Andhika sedikit meminta perhatian lebih. Tengah malam minta susu, minta lihat cicak, minta dinyalakan lampu ruang tengah dan tidur di sofa, didekap, pindah tidur kekamar, minta susu lagi, minta memadamkan lampu sebelum akhirnya tertidur pukul 3.30 subuh. Jadilah saya 1/2 zombie dikantor pada saat harus bertemu klien yang minta perombakan budget proposal. OMG!

Lalu Aji sakit panas, tanpa sebab. Aneh juga. Kecapekan? Mungkin. Pada malam Aji sakit panas, Akira gantian asmanya kambuh. Jam 1.30 malam akhirnya kudu nekad diantar Taxi ke UGD RS Ibu dan Anak. Pembantu terkapar tak berdaya, tak bisa dibangunkan. Suami sakit panas. Jadilah saya superwoman ditemani supir taxi yang bertanya-tanya kemana sang suami dan kenapa saya naik taxi sementara ada 2 mobil terparkir di rumah.

Setelah mereka semua sembuh, saya mulai dipadati acara pulang malam untuk kerjasama dengan suatu Production House untuk acara kuis TV. Mungkin anda tahu betapa melelahkannya proses pengambilan gambar selama 3 hari berturut-turut. Secara jadwal pasti molor, pengulangan adegan berkali-kali. Phew. Badan yang sudah mulai malas dipaksa kerja lebih keras.

Tambahan lagi Hari Sabtu acara ulang tahun Wisnu, yangbertepatan dengan pertemuan ortu di TK tempat Wisnu bersekolah plus acara konser musik Wisnu. Pada hari Minggu yang sebenarnya saya berharap ingin bernafas sedikit, Wisnu harus lomba mewarnai dan sorenya para pembantu minta day off untuk rekreasi. Yang terjadi adalah : Andhika menumpahkan makanan dan susu dilantai. Sementara saya mengambil kain pel, AJi betreriak histeris " Ya ampun Andhika pup di kamar!!!". Dengan (berusaha) tenang saya menjawab : Ji, kamu kan bisa lepas sarung sembahyangmu dan membawa Andhika ke kamar mandi". Belum saya melangkah, ada teriakan lagi " AKIRA!!! ODOLNYA JANGAN DIMAKAN !!! ADUH! HABIS SEMUA INI ODOL".

Anda tahu apa rasanya? Saya berharap bisa terbang ke planet lain.

Hari Senin yang saya mulai di kantor, dimulai dengan rapat kepanitiaan dipagi hari. Barulah saya tahu, ternyata nama saya ada di ketiga kegiatan yang besar. Atas nama prinsip assertiveness, saya sudah kemukakan kepada atasan untuk minta dicabut dari dua kegiatan yang lain, namun tidak ada tanggapan. Pada siang hari, di rapat kepanitaan kegiatan kedua, saya nyatakan lagi pengunduran diri. Ternyata tidak mudah, kawan. Mereka keukeuh saya dikepanitiaan plus menjadi koordinator. Akhirnya puncak kelelahan dan kekesalan saya adalah : walk out dari rapat. Tak kembali.

Argh, don't tell me life is tough. You dont live my life.

Wednesday, July 02, 2008

Andhika 2nd birthday

When everybody sang "happy birthday" and clap their hands wholeheartedly , the birthday boy seemed to be overwhelmed by the loud chants. He closed his ears and seemed confused.
What's the present, boy for your second birthday? Thomas pajamas and a three-wheeled toy bike. Have fun!!
Posted by Picasa

Akira's 3rd bday

June 18, 2008 Akira turned three years old. Just was three years ago I struggled for delivery in Simin Byoin Hospital. Only Sandy, Wisnu and Keisuke were there. Just three years ago I buzzed Devina on YM to ask her to call Sandy who was not home yet from Aikido practice . At that time , 11 p.m Yokohama local time.
The delivery went smooth. The baby was really genki!!! Now that this giant baby blew his candle for his third time in life.
We gave him a bike for it's a tradition gift for any 3rd birthday since Wisnu's. Andhika seemed to enjoy the present and the fun of being given a ride.
But o-o. Three on a bike would be a way too much now!!!
And Akira had 111.000 rupiahs in his piggy bank for the whole year. Ho-ho. He put 2000 rupiahs everyweek from his ppocket money. Not bad huh for a three year old!
Posted by Picasa

Afternoon Walk in the park

Hidup di Jakarta yang penuh polusi dan rumahnya berdempetan, banyak orang mengeluh " Duh, liburan anak-anak kemana ya? Bosen juga ke mall". Hehe. Emang, urusan ke mall bukannnya membosankan sebenarnya, tetapi lebih pada peluang terkurasnya duit untuk urusan cuma lihat-lihat, pegang n latah beli ini-itu. Belum lagi soal makan dan tanpa terasa ratusan ribu menguap dalam beberapa jam.

Kami masih cukup beruntung, tinggal di selatan Jakarta, yang masih menggunakan air tanah (bukannya anti PAM) selain murah meriah juga tidak berunsur kimia(mudah-mudahan). Tempat kami tinggal juga merupakan kompleks perumahan lama dan tidak terlalu dekat jalan raya, tapi akses trsnportasi mudah (tinggal melambai saja : tukang ojek or angkot pasti menghampiri).

Di dekat rumah, dalam jangkauan berjalan kaki 5 menit atau bersepeda tigapuluh kayuhan ada taman yang cukup memadai untuk berlari-lari, bermain perosotan, bersepeda, atau duduk-duduk mencari pergantian suasana. Penggemar taman ini juga berbagai kalangan dari para manula yang merupakan para pensiunan pegneg penghuni perumahan (yang seringnya senam di subuh hari), para anak-anak yang merupakan para cucunya biasanya, para pembantu RT yang kiranya disuruh menemani anak-anak yang diasuh namun akhirnya mendapatkan wahana bergaul-bertukar no hp-dan kadang ngeceng. (Ck...k... memang efek globalisasi sedahyat itu). Jam terpadat kunjungan adalah sore hari pada saat anak-anak kecil disuapi makan sore sambil si pengasuhnya bergaul. Malam hari biasanya ada juga yang mencari pojok gelap-gelap untuk bermesraan ( cilaka!) tak perduli letak taman itu berdekatan dengan mesjid.

Sementara anak-anak kami belum bersekolah formal (so what gitu loh kalo kita bilang sekolah di rumah) mata pelajaran olahraga adalah bermain di taman , tolong catat : pagi dan sore, setiap hari kecuali hujan. (jadi kalau ada yang meragukan kesempatan bersosialisai anak yang berhomeschool, kami tinggal pasang senyum ajah tanpa perlu pembuktian).

Suatu hari Sabtu, sepulang saya dari dinas luar kota, Wisnu Akira Andhika minta ditemani bermain di taman. Sudah agak terik mataharinya, tapi kesempatan baik untuk berempat saja.

Akira, meskipun sudah punya sepeda sendiri, merasa lebih senang memakai sepeda Wisnu.

Andhika? Lari-lari sampai capek, dan duduk berleha-leha.

Wisnu dan Akira bercengkerama,

Akira, kenapakah?

Posted by Picasa

Sunday, June 15, 2008

On one Saraswati Day

Just wonder whether
later they will remember
a day like this ,



hoping that they can always
stick together
and teach each other
through thick and thin


Just expecting that
they know
they are always loved
for their differences,
uniqueness, and originalities

Tuesday, June 10, 2008

Kampanye Anti Sarapan

Kalau punya anak balita 3 orang, demo anti sarapan bisa jadi langganan.

Demo ala Wisnu :
Diam di depan TV, sambil mengemut ibu jarinya. Setelah piring sarapan diletakkan di atas meja, pertanyaannya "kenapa musti makan?" yang direspon dengan.... plototan.

Demo ala Akira :
Sambil tiduran di lantai, mengemut jari tengah tangan kanan, tangan kiri menutupi matanya. Sapaan ibu adalah "ayo makan Akira". Jawabnya : "eeeeghhh, capek!"

Demo ala Andhika :
Biasanya bangun jam 6 pagi dan teriak "ibooooo....iboooo" meminta sarapan segera. Kalau ternyata sarapan belum siap, meledaklah tangisnya dan Andhika bertelengkup di lantai kamar makan "uahhhh...uahhhhh..uahhhh". Kalau dibujuk, malah menendang dan makin murka. Kalau dicuekin, dia akan berdiri dan menyergap Ibu atau Siti, pengasuhnya. Jika dihidangkan makanan akhirnya, sambil memancungkan bibirnya, Andhika berkata dengan ketus "gak au. susu sapi aja", lalu membuka kulkas dan mengambil susu UHT.

Ternyata Aji juga ikutan demo sekarang.
" Aku gak usah dibikinin sarapan"
" Kalau makan nasi goreng pagi hari, badanku jadi lemes, ngantuk gitu loh, gak enak deh pokoknya."
" Gak mau spagheti ah, asem sausnya"
" Ngurangin goreng-goreng kali ya. gak usah dibawain mie goreng atau bihun goreng lah"
" Mau makan buah aja ah kalau sarapan"

Masalahnya adalah ....

Pertama, harga buah lebih mahal dari sarapan lainnya.

Kedua, setelah makan buah saja, sekitar jam 9 pagi Aji kelihatan kelaparan. Nahh...kalau sudah begitu, yang dicarinya adalah...coklat, oreo atau cemilan lain yang sama sekali kontradiktif dengan prinsip hidup sehat yang didengung-dengungkan.

Ketiga, kalau ditanya : "Mau dibuatkan udon buat sarapan?" Jawabannya? "iya mau. Pakai tempura ya".
Komentar dalam hati : lahhh bukannya udon mie juga? tempura bukannya gorengan yak?

Keempat, sementara menunggu buah dipotong, melihat Akira makan onigiri isi abon, ternyata Aji ngiler juga. " De, Akira, Aji nyobain dong Onigirinya". Dan hap, jatah Akira dihabiskan Aji.
Sementara nori sudah tak ada lagi, Aji berkomentar " Kok bikin onogirinya sedikit?"

Kalau ada sepasang mata melotot hampir loncat dari tempatnya, bisa nebak dong itu mata siapa.

Tuesday, June 03, 2008

Berempati

Anakku sayang,

Ibu ingin menjelaskan satu kata baru untuk kalian. E-M-P-A-T-I. Kata yang agak sulit untuk diucapkan untuk kalian. Memang. Kata ini bahkan lebih sulit lagi bagi orang dewasa untuk dijalankan. Tapi mari ibu ceritakan kenapa ibu ingin kalian memahami kata ini.

Di kehidupan kita sehari-hari, kita biasanya tidak bisa hanya sendirian. Di rumah, contohnya, kita tinggal bersama: ada Aji, ada Ibu, ada kalian bertiga, ada juga pengasuh kalian. Tambahan lagi, kita tinggal bersama-sama tante dan sepupu kalian. Apapun yang kita inginkan, tidak selalu dapat kita lakukan semau kita, pada saat yang kita inginkan.

Satu contoh yang sederhana adalah, Bli Wisnu ingin menonton stasiun TV A, sedangkan Akira mau menonton stasiun TV B. Wah bagaimana ya? Apakah karena itu kalian harus bertengkar? Apakah hanya bli Wisnu saja yang boleh menonton TV? Ataukah hanya Akira, karena Akira lebih kecil usianya? Menurut kalian, bisakah kalian bersama-sama menonton saja? Mana yang lebih enak ditonton? Mungkin di stasiun TV A acara itu akan disiarkan ulang, jadi kalian bisa bersama-sama menonton stasiun TV B untuk sementara.

Contoh yang lain lagi adalah, jika orang lain sedang ingin sendirian, kita perlu menghormati. Kadang-kadang orang dewasa perlu duduk diam, berpikir, menulis atau bertelepon. Atau bahkan sedang di kamar kecil atau mandi. Pada saat itu, jika kalian ingin bertanya atau berbicara, kalian bisa bukan menunggu sesaat. Caranya, panggil orang yang ingin kalian ajak berbicara, tunggulah sebentar. Mudah bukan?

Tapi ada kalanya sulit rasanya untuk berempati. Orang dewasa pun merasakan begitu. Suatu kali kalian mungkin akan merasakan pada saat bersedih, orang lain tidak berada dalam kesedihan kalian. Pada saat kita tidak punya uang, misalkan, ada orang yang membeli barang-barang bagus. Kita tidak perlu marah kepada orang itu, karena orang itu tidak sesulit kita. Jika kita sedang batuk dan tidak boleh minum es krim, tidak perlu marah jika ada orang yang makan es krim di depan kita. Senyum saja, dan katakan " pasti enak ya rasa es krimnya, sayang aku sedang batuk". Lain kali, kita makan es krim dan ada orang yang sedang tidak bisa minum es krim kita bisa berkata " wah maaf ya, aku makan es krim, padahal kau sedang batuk " , dan segeralah habiskan es krimmu.

Keadaan orang berbeda-beda, tidak perlu semua harus sama. Bahkan saudara kembar seringkali punya kebutuhan yang berbeda, meskipun untuk terus bersama-sama kelihatannya menyenangkan. Bisa saja kita sama-sama membutuhkan sepeda, tapi apakah perlu jenis yang sama ? Anak kembar yang ingin buang air kecil pun tidak perlu bersamaan buang air kecil, bukan?

Kalau kalian bertanya, apakah ibu dan Aji sudah pandai berempati, sebenarnya agak sulit menjawabnya. Hal yang pasti adalah, kami selalu berusaha. Jujur saja, kadang kami juga tidak selalu bisa.

Semua perasaan itu biasanya berasal dari kita sendiri. Jika kita bersedih, tidak lain karena kita melihat keadaan sedang tidak menyenangkan. Saat kita kecewa, berdasarkan pengalaman ibu, itu biasanya karena kita tidak mendapat yang kita harapkan. Bisa saja orang lain tidak merasa menjadi penyebab perasaan kita. Bisa jadi karena orang tersebut tidak tahu kalau kita kecewa dibuatnya. Dalam keadaaan lain, nanti kalian akan tahu ada juga orang yang tidak mau tahu perasaan orang lain.

Coba lihat kembali kehidupan kita. Kalian, dilahirkan tiga bersaudara. Untuk bisa tinggal bersama, perlu rasa saling mengerti, saling empati. Tidak perlu merasa terpaksa mengalah karena paling tua atau lebih tua atau karena merasa paling lemah. Tidak perlu juga memaksa yang lainnya untuk mengalah.

Sesungguhnya lebih indah, jika kalian berempati, karena kalian saling menyayangi. Bukan karena terpaksa, bukan karena Ibu dan Aji memintanya. Kalau bisa, bukan karena kalian takut.

O ya, satu hal lagi. Kadang ada orang yang tidak mau bertengkar dengan orang lain. Ada. Ada orang yang memilih untuk menuruti kehendak kita atau terpaksa mengalah. Nah, mana yang lebih baik?

Tentu lebih baik jika kita bertindak sambil memikirkan perasaan dan keadaan orang lain. Bukan karena kita ingin terlihat lebih baik, bukan karena diminta orang lain, bukan juga karena kita takut orang itu marah. Tidak perlu begitu.

Ibu percaya kalian anak-anak yang memiliki rasa kasih sayang. Sayang kepada saudara, sayang kepada orang tua, sayang kepada teman. Jika ada masanya kalian merasa orang lain tak mengerti perasaaan kalian, bicaralah dengan penuh rasa sayang.

" Aku tahu kamu suka mainan ini dan ingin main.
Tapi jika kamu merebutnya, aku sedih.
Bisakah kamu menunggu 5 menit, membiarkan aku bermain, lalu kamu bermain 5 menit?"

" Aku tahu kamu sedih ditinggal mama.
Tapi jika kamu menganggu waktu aku menggambar, aku tidak suka.
Bisakah kamu mengambil kertas, dan menggambar di sebelahku?"

" Aku tahu kamu ingin duduk dipangkuan Aji sewaktu Aji memasukkan mobil ke garasi,
Tapi kalau kamu mendorong aku, supaya bisa lebih dulu, aku bisa jatuh
Maukah kamu bergantian duduk di pangkuan Aji besok?"

Sebenarnya, untuk bisa empati, ada rahasianya lho! Bagaimana? Kita sendiri harus tahu perasaan kita; sedih kah, marah kah, irikah, kecewakah. Lalu, kita cari kenapa kita merasa begitu. Sesudah itu, kita cari apa yang bisa membuat kita lebih tenang.

Nah, kalau ketiga hal itu sudah bisa kuasai , biasanya mudah bagi kita melihat apa yang dirasakan orang lain dan mengapa dia merasa begitu. Untuk tingkatan yang lebih tinggi lagi, kita perlu tahu apa yang bisa membuat orang lain dan kita sama-sama senang .

Saat kalian dewasa dan menjadi bijak, kalian akan tahu untuk membuat orang lain nyaman dan senang itu sulit dilakukan jika kita sendiri tidak merasa nyaman dan senang.

Ibu yakin, kalian bisa saling mengingatkan. Jadi E-M-P-A-T-I hanya membutuhkan rasa paham pada diri sendiri dan kasih sayang kepada orang lain. Jika ada banyak orang yang bisa demikian, pasti menyenangkan!

Saturday, May 17, 2008

Home to Bali



If it were not for gathering, most people do not go back to their homeland very often, except for Baliniese. Distance nor budget sometimes is not a determinant factor to fly back for ceremonies-- not because there are many of them. We just will find one or other way.


Holiday this May allows us to take leave from the office and luckily it coincides with my assignment to prearrange tour for my company. There we go , five of us, on budget air. Again.
First two days we stay here for free. Great weather, perfect beach, nice swimming pool. The three boys just could not stop taking a dip at thepool, playing with the sands in a quite serene clean beach, licking ice cream by the shore.
Three nights in Singaraja just flies away. We went to our family temple in Banjar region, after praying the kids were amazed by the cocks in the neighborhood. Perhaps it runs in their blood to be interested in such pet , though it might be too soon to assume they'll enjoy the cock-fight as their previous generation.
One last night we spent in Kuta, just for a comparison. Had a family room in this hotel, big enough room for five of us with close access to the beach. Rain refrains us from witnessing the sunset, anyway there'll be another sunset everyday in other side of this planet too.
After all the ceremonies we went through, the conclusion is.....we need to back to Bali for another ceremony for Akira. Well, take the silver line of the cloud : we are expected to receive some more blessing.

Wednesday, April 23, 2008

Tamasya murah di Jakarta --ada juga lho!


Rasa dosa seorang ibu kantoran macam saya jika hari libur pun harus lembur dibayar dengan mengambil cuti di hari kerja untuk mengajak jalan-jalan anak.
Mau pergi ke mana di Jakarta selain ke Mall?
Tengah bulan begini, tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam?

Pergilah kami, tanpa aji (karena hari kerja) beserta para pengasuh anak-anak. Kemana? Naik taksi yang argonya bolak-balik tidak lebih dari selembar uang kertas merah: Taman Lalu lintas. masuk ke area bumi perkemahan cibubur, cuma bayar Rp 2000 per orang dewasa, anak-anak gratis.


Pada saat tiba di lokasi, ternyata gerbangnya ditutup. Kelihatannya salah satu sekolah mewah di Jakarta sedang mengadakan kunjungan (saking eksklusifnya sampai ditutup). Tanya sana-sini, clingak-clinguk pun tak ada petugas yang bisa diandalkan untuk sepotong info. AKhirnya seorang satpam yang polos berkata :

"ibu mau ngajak bocah ke dalem yak? lewat pintu keluarnye aje bu sebelah sono"
dengan logat betawinya yang kental.


Geli juga berpikir bahwa untungnya tinggal di negara tercinta ini, fasilitas umum tak dijaga ketat, layaknya naik jabotabek --tanpa bayar pun tak mengapa. Dengan tedeng aling-aling "tokh sekolah mewah itu sudah mencarter semua fasilitas hari ini, itung2 aje kita nebeng ama tu anak-anak borju, jadi kagak bayar kagak nape dah sekali-kali".


Sebenar-benarnya kami berniat membayar karcis masuknya, namun sungguh tak ada petugas karcisnya! Kami masuk lewat pintu keluar pun orang tak perduli. Kami jalan-jalan dan foto-foto di dalam, sampai keluar lagi pun tak menjadi bahan perhatian para polisi yang sumringah mengiringi para anak-anak sekolah mewah itu.



Anak-anak kelihatannya cukup senang bermain sebentar di dalam taman sementara saya memfoto mereka, meskipun panas terik matahari membuat pipi mereka memerah. Lumayanlah untuk imajinasi mereka bahwa berlalu lintas itu berarti :

- menunggu bis di halte bis (bukan di perempatan jalan)

- menyeberang jalan menggunakan zebra cross (bukan dengan gaya bebas di tengah jalan)

- berjalan kaki di trotoar (tanpa harus dikejar-kejar pengendara motor)
Sebenarnya ada semacam kendaraan untuk simulasi mengendarai kendaraan bermotor, tapi entah kenapa hari itu tidak dioperasikan. Jika anak-anak bisa mengendarai mobil dengan tenaga batere ini, mereka belajar memahami lampu lalu lintas dan rambu-rambu jalan yang untuk dipatuhi.
Seandainya berkendara dan melintas di jalan raya bisa sedemikian tertibnya seperti di taman lalu lintas ini, rasanya orang tua tak perlu deg-degan untuk mengizinkan anaknya bersepeda ke sekolah, alih-alih naik ojek atau diantar mobil. Kenyataannya? Silakan anda berkomentar....




Monday, March 24, 2008

Apa yang berasal dari Tuhan, kembali padaNYA

Warning no.1

Pukul 4 subuh, Andhika menggedor pintu kamar kami. "abu, pu" serunya. Artinya : "ibu, saya pup, tolong dibersihkan. Walau mata masih sepet karena keinginan untuk bermalasan lebih tinggi dibanding semangat bangun pagi di libur akhir pekan nan panjang kali ini, saya menggandeng tangan mungil Andhika menuju kamar mandi.

Angin semilir terasa menyusup dari celah kaca kamar mandi. Saat saya menyalakan keran air shower, terdengar suara dari loudspeaker mesjid di ujung jalan " Inna lillahi wa inna ilahi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah..." . Kucuran air yang menyentuh kaki saya terasa lebih dingin dari pagi sebelumnya. Andhika mengagetkan saya dengan suaranya "abu, itu sapa?", seolah menanyakan artinya. Saya memang tidak memperhatikan nama orang yang disebutkan pengelola mesjid itu, tapi ada perasaan lain yang hadir kali ini dengan ucapan pembuka pengumuman. Saya tatap mata Andhika yang membulat, menunggu jawaban. Alih-allih menjawab, saya berkata dalam hati : Inna lillahi wa inna illahi rojiun.

Hari ini memang bukan hari istimewa. Pengumuman seperti itu pun sering berkumandang dari pengeras suara mesjid. Namun, ucapan yang menggema yang dihasilkan adalah : ya, apapun yang berasal dari Tuhan kembali kepadaNYA.


Warning No.2

Baru saja minum jus pepaya, saya berjalan melintasi ruang makan menuju kamar bersiap berganti baju. Tiba-tiba telepon berdering. Saya lirik jam dinding : pukul 6 pagi. Pasti telepon penting. PRT saya mengangkat ganggang telepon ,
" halo, selamat pagi. Ya? ada, sebentar".
Ternyata telepon itu datang dari ibu saya, yang beberapa waktu belakangan ini ambek-ambekan minta ditengok dan ditelepon lebih sering dan tuntutan-tutntutan lainnya yang melebihi tritura. Saya tarik napas sedikit, bersiap menghembuskannya perlahan-lahan sebagai upaya antisipasi kejutan.
" Ken?"
" yak." jawab saya garing
" Alo Asep (alo= keponakan, dalam bahasa sunda) meninggal pagi ini, tolong sempatkan mampir ke sana, ya"
Tiba-tiba, kejengkelan saya kepada ibu saya menguap. Rasanya ada yang mengelepak kepala saya dan membuat batin saya hidup kembali.
" halo? ken? " seru ibu saya dari seberang sana yang menyadarkan kelinglungan saya.
" iya, nanti sebelum ke kantor aku ke sana".
Klik. Begitu telepon saya tutup, jantung saya lebih cepat berdegup. Seandainya saja, pagi itu telepon itu memberitakan orang tua saya yang meninggal, apakah saya masih uring-uringan kalau diminta menengok mereka?


Warning No.3

Setelah turun dari taxi, saya bergegas menukarkan uang di kasir dan menuju ke lift . Hayah, say aterlambat 15 menit untuk rapat dengan Yayasan. Beberapa saat kemudian, setelah berniat mengecek sms, barulah saya sadar Handphone sudah tak berada di tas saya. Cari sana, cari sini, tak ada. Telepon ke perusahaan taxi, meminta bantuan info seandainya supir menemukannya. Saya hubungi nomor telepon saya, ternyata nomor tak aktif. Lemas sudah. Handphone tercanggih yang pernah saya miliki dalam sejarah kepemilikan Handphone, raib.

Tak lama kemudian, teman kantor saya menghampiri.
" Ken, kamu ketinggalan HP di taxi ya katanya.
" iya" saya senyum kecut.
" saya juga, pagi ini!"
" padahal saya naik taxi xxx, tapi tak hapal nomor pintunya"
" saya juga!" seru teman saya tambah semangat.
" saya telepon, nomornya mati."
" lah, saya juga telepon, pake HP nya selly, eh diangkat sama supir taxinya. Ini, dibalikin akhirnya kesini " dengan mata berbinar teman saya mengacungkan handphonenya. Kawan saya seruangan melirik, menanti komentar saya.
" yah, nasib. Kurang amal kali gue ye". jawab saya lemah.

Saya teringat penundaan saya membayar hutang dan pemberian uang sekolah kepada anak supir kantor yang disekolahkan di Jawa karena kekurangan biaya. Argh. God, you just know it when you have to do it to me.

Saturday, March 22, 2008

Mendaki Gunung Kesabaran

Kalau ada orang yang menderita luka, sungguh mudah bagi kita untuk berkata "sabar". Kenapa? Karena kita tidak merasakan perihnya luka, meskipun kita mungkin melihat ada darah yang keluar dari luka. Dengan kata lain: kita tidak dalam penderitaan tersebut.
Tapi kalau kita mau menelaah lagi nasihat kita agar orang bersabar, sebenarnya kita bisa belajar tentang hal yang berbeda. Jika orang terluka, boleh-boleh saja kita berlaku bijaksana menasehati, mengingatkan atau bahkan mengkritik. Gradasinya bisa macam-macam sampai tingkat menghina dengan bungkus simpati.

Kembali ke persoalan orang yang terluka, mereka tidak butuh nasehat supaya lain kali tidak terluka. Yang terjadi adalah, jika sang terluka meringis ataupun menangis menahan sakit merupakan saat yang paling tepat untuk tidak mengomentari. Ia butuh penerimaan dia sedang terluka. Itu saja. Bukan nasehat. Bukan cibiran "kalau gue jadi lu siih, gue begini begitu, jadi gue nggak terluka". Lha. Wong keadaan yang ada di depan mata adalah dia terluka. Titik.

Dan satu hal lain lagi, saat sang terluka menangis kesakitan, bukan berarti dia tidak sabar. Coba anda bayangkan, anda terluka parah dan meringis kesakitan, lalu teman anda yang melihat berujar " jadi orang tuh musti sabar, bersyukur, ikhlas, dll, dsb". Apa yang akan anda katakan?

Pada saat orang kesakitan, hormatilah rasa sakitnya. Jika orang sedang berkeluh kesah atas kegundahannya, dengarkanlah. Andaikan anda bisa menerima penderitaanya, sesungguhnya itu bentuk pertolongan yang lebih dari cukup. Bukan karena kita orang yang terdekat dengan mereka menjadikan kita orang yang serba tahu tentang bagaimana menjalani hidup orang lain. Simpanlah dulu nasehat kita. Bagaimanapun juga, kita tidak menjalani penderitaannya. Jikalau pun kita merasakan ada kemiripan dengan kejadian yang pernah kita alami, tidak perlulah kita menggurui. Jadikan pengalaman masa lalu kita itu untuk turut merasakan kepedihan luka si penderita. Dengan begitu, kita berjalan disisinya, menjadi temannya.

Bagaimanapun juga, sebagai orang yang sedang tidak terluka, kita bisa mengulurkan lengan dengan penuh kesabaran. Dengan cara begitu, kita lah yang mendapat bonus pencerahan.

Untuk kawan saya yang tengah terluka.


Monday, March 10, 2008

Celoteh Wisnu

Akhir-akhir ini, sebelum tidur, seusai baca doa, biasanya ada celotehan Wisnu. Di saat itu, ibu biasanya sudah super ngantuk --jadi agak setengah sadar. Paginya baru teringat dan terasa terngiang-ngiang di telinga. Kadang celotehan itu jadi bahan ketawa sendirian saat bete, kadang malah jadi bahan bikin sedih --terutama kalo lagi tugas ke luar kota.

Berikut celotehannya:


Wisnu ingin punya rumah. Rumah kita sendiri, yang besar dan tingkat
tujuh, tinggiii.... Ini kan bukan rumah kita, tapi rumah kakiang dan niang. Gak
boleh dicoret-coret, gak boleh kotor, dindingnya gak boleh digunting-gunting.

Ibu, ibu, Wisnu mau ke Jepang lagi, sama adik Akira dan adik Andhika.
Ibu di rumah aja, masak, main sama Wisnu, nonton TV. Gak ngantor lagi, gak pergi ke Bali, gak pergi ke Makassar, gak pulang malam. Aji juga gak ngantor, cuma ke kampus aja, cuma aikido aja. Nanti main salju lagi. Belanja lagi sama Wisnu. Naik bis, naik kereta.


Kenapa ibu ke kantor setiap hari? Cari uang? Buat beli susu Wisnu dan
adik-adik? Gak usah! Kalo ibu ke kantor, Wisnu jadi sedih dong. Ibu pulangnya
lama, Wisnu gak mau sama mbak-mbak. Wisnu tungguin ibu, ibunya gak dateng-dateng. Wisnu telepon aki, eh akinya gak dateng-dateng.


Kalo Wisnu sudah besar, Wisnu mau jadi tukang ikan. Ikan yang untuk
dimakan. Kita gak boleh makan binatang, kasihan binatangnya. Kalau binatang yang gak bagus, boleh mati, boleh dimakan.


Kalo Wisnu sudah dewasa, sebesar Aji, Wisnu mau naik motor aja ah,
biar cepat, gak mau naik mobil, macet!

Monday, March 03, 2008

3 Oton : Andhika

On Sunday, Andhika, our youngest son, had to observe Otonan, just like Akira and Wisnu previously.






Otonan is a Balinese religious birthday celebration where the ceremony is conducted according to Balinese calendar : every 210 days. This ceremony is categorized as Manusia Yadnya which aims at repenting the person's misdeeds in his/her former lives to be able to retain a perfect life --as Balinese believe in Reincarnation.










Here are some glimpse of the procession.


Mebeakala


The parents are considered in "cuntaka" (impure) state after delivering the baby, therefore a special ceremony is conducted to purify the parents.

Mapagrare

Andhika touched the ground for the first time and got into the chicken's bar. Though he seemed too big to be under the bars, he enjoyed this attention-getter occasion as it invited laughter and comments from our relatives.



For this ceremony, we have to prepare a pair of chicken --one black male and one white female as one of the processions. After the ceremony the chicken were freed, but they kept on lingering around Andhika until the ceremony was over.


While the priest was murmuring some prayers, Andhika was busy pointing at the chicken as he was eager to chase them around our front yard.






In any occasion such this, the best thing is that it is some kind of family and friends gathering. From the newly-wed couple to the the hardly-ever-show-up family, all tried to come. We had good people, good food and good talk ! It would have to take along time and another good reason to bring them back together later.




Above all, we just wish Andhika the best luck, good health, long life and success.

Friday, February 15, 2008

The never-ending house chores

I was down for two weeks : not because of the flu or anything chronic, but inflamed eyes . One week the virus attacked my left eyes, another for the right one. Though red and watery, my eyes are not really sore except that it is very contagious and scare some superstitous people who believe they will be infected by looking at the sore eyes.


To stay home for two weeks -- for a person like me-- with one sore eye is realy killing me. I can't go out, coz my infected eye was contagious. I could only bear talking on the phone for an hour for the next my ears were irritated by the headset and I would be running of topic. The Tv without cable network is nothing more than a hopeless device offering tedious sinetrons or local cheap gossips ranging about celebrity's divorce, scandal, drugs use. It seems that the wifi internet connection shared in my neighbourhood was not very friendly lately as the administrator was nowhere to be found.
I could just sit down nicely and read my books I bought from several months ago book exhibition. Then I thought lingering with my kids would be a fantastic idea of a working mom who barely had time to do so. It turned out that they do not seem to need my company all the time as it was enough for them to notice that their mother was physically home, not in the office, not out of town --eventhough they did not know that my mind was wandering.

Then I remembered one of my best friend complaining about her life as a full-time home maker:
" You have to work 24 hour, 7 days a week, 12 months a year, for the rest of your life"
" You are the 1st to wake up and start the housechores, and wake everybody up, send your kids to school, do the shopping, cleaning the house, cooking, waiting for the kids to get home from school, preparing lunch and washing the dishes, dragging your days with washing and ironing the clothes, preparing dinner and waiting for your husband to get home , still he expects you wearing the best smile and best clothes and prove that everything runs well under your fingertips . The truth is your days are dragging, the soap dish and detergents are ruining your nails and palm, the ironing chores never end, the tap was leaking, and many things could go wrong in a day, while your husband would give you a weird look as if saying "that's why you're home--to sweat all of those small stuffs, not to complain to me because I got important thing to do in my work."
I had one and half year experience as a full-time and still now think that it's really OK to say
" I am exhausted",
"These housechores are driving me crazy" or
"I need a day off from this housechores", or even to say
" I need to see my friends and hang out with them to keep my sanity"
or even a mother with three children under 5 years-old could say
" Let's hire maids to do the house chores, and let me do other things which require managing things, instead of manual works. And even if I chose to do those housechores, it is because I want to. It would make this world a better place to live when the husband also takes share in the housechores because he wants to, and he thinks it is important to do so"
" I could never juggle with nurturing kids, doing the housechores, and serving my husband without giving consent to my needs of respecting my self and earning self actualization "
" Men manipulate the idea of the nature of a woman by refraining her from working either for the sake of money, career or self actualization because she now has children to take care of , as both parents are responsible to nurture and educate the children"
" The first 5 years of children's age is the golden years : it means it takes both parents to suceed the basic education at home by giving them real role models thus showing them that a dad and a mom walk hand in hand in every sense --including helping each other, sharing the housework.
Hmmm... I think I rest my case.

Tuesday, January 29, 2008

omong-omong soal impian (hampir) jadi kenyataan

Dari jaman saya masih kecil, mimpi saya adalah mendapatkan pasangan hidup yang pandai bermain musik. Tak ada seorang pun yang saya ceritakan tentang keinginan ini. Bukan saya kepingin jadi istrinya artis, ataupun numpang beken : (namanya juga khayalan)impian tentang seorang lelaki pemusik itu benar-benar khayalan yang tak akan membosankan.

Adalah dulu, punya teman dekat yang suka genjrang-genjreng tapi kelakuannya norak berat : di hadapan khalayak ramai, memainkan lagu Aubrey tapi syairnya diganti nama saya. Huuuu...bukannya saya jadi jatuh cinta, malah jadi mau kabur melarikan diri.

Ada lagi teman lain, yang nota bene pacarnya pemilik kos-kosan saya, bikin kasus genjrang-genjreng salah tempat. Suatu malam, entah mereka lagi berantem atau hampir putus, kawan ini turun dari lantai atas (ruang tamu kos-kosan) pindah duduk di teras kamar kos saya. Tak ada angin, tak ada hujan, tak minta ijin, tak permisi, genjrang-genjreng lagu sunda di teritori saya pula. Semua mata penuh pertanyaan tertuju kepada saya : kenapa pacar si mbak anu nangkring di depan kamar sampeyan? Lah....saya juga serba salah. Mau ngusir, ntar dikira sok kece, mau ngebiarin juga senewen takut digampar si mbak anu. Parahnya hampir setiap malam sejak saat itu, sayalah yang disambangi si mas ganteng, kumbang kampus fakultas. Gara-gara itu, numpang kesohor di 3 fakultas lah saya ini: fakultas si mas ganteng, fakultas si mbak pemilik kos, dan...tentu fakultas saya. Fitnah ternyata tidak selalu kejam, tapi bisa bikin populer. Hehe.

Kembali ke soal impian, hampir setahun ini Wisnu kursus musik untuk Balita dekat rumah. Belakangan, Aji tergerak juga ikutan les gitar. Nah, tempat kursus musik ini mengadakan semacam konser menyambut hari ultahnya dan semua peserta kursus diberi kesempatan untuk tampil. ya, semua. Yang balita dan dewasa : termasuk Wisnu dan Aji.


Ternyata saya dapat juga pasangan hidup yang bermain musik. Dilalah. Senang juga rasanya mengelu-elukan beliau dari bawah panggung. Silakan lihat gayanya...halahh...kayak yang main lagu jazz or sophisticated classic (padahal gak tau kan lagu sebenarnya apa?). Bangga juga kan seorang pembelajar dewasa mau unjuk gigi dengan keterampilan yang masih dasar.

Sedangkan Wisnu, walaupun diberi kesempatan manggung tidak terlalu mendewakan konser tsb. Manggung untuk dua lagu masih ok, tapi sesudahnya dia turun dari panggung. Dia malah lebih senang menonton teman-temannya beraksi di panggung daripada jadi artisnya yang di tepuki para penonton. Lain bintang, lain gaya. Babe gak melulu sama dengan anaknya euy.

Wednesday, January 23, 2008

Time out !!!

Saya baru saja liburan seminggu jadi ibu dan istri. Ada tugas ke luar kota yang tidak memungkinkan saya membawa serta anak-anak, juga tidak mungkin bolak-balik telepon dalam sehari karena Hp saya harus dimatikan dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore karena alasan bisa mengganggu pengambilan gambar.

Kelihatannya bagi orang lain tugas saya ini lebih banyak membawa kesenangan :
1. Tujuan : Denpasar
2. Masa dinas : 7 hari
3. Tempat menginap : xxx Beach Hotel

berangkat ke airport pagi buta, begitu pesawat mendarat berpacu dengan waktu menuju ke lokasi pengambilan gambar. Pekerjaan kali ini tidak mudah : bekerjasama dengan pihak lain (garis bawahi perusahaan televisi dan rumah produksi) untuk menyuguhkan acara lomba namun dibumbui proses eliminasi 5 tahap; dengan harapan kami bisa menelurkan idola kawula muda yang berkompetensi bahasa dan pengetahuan umum.

Ide besar, rencana besar, honor lumayan. Paling tidak itu kata mereka --yang tidak ikut ditugaskan bersama saya.

Komentar orang di rumah ?
1. Ibu perginya kelamaan
2. Kasihan anak-anak ditinggalin
3. Setiap pagi, begitu bangun tidur Akira melongok ke kamar "Ibunya mana?"

If any Comment won't hurt me, yang terjadi selama saya pergi :
1. 2 pembantu saya pulang kampung dan (ternyata) tidak kembali
2. Wisnu asmanya kambuh
3. Wisnu mogok sekolah selama seminggu
4. Pintu yang engselnya rusak, tidak juga diperbaiki
5. Stok ikan dan ayam di freezer habis, tidak ada yang berbelanja
6. Semua aturan disiplin bagi anak-anak saya berubah: pecah argumen antara si kakek, nenek, dan ayahnya anak-anak

The top of the world is ...sewaktu saya baru pulang dari Bandara, makan pun tak sempat harus terbirit-birit menjemput Akira kursus musik, berbelanja pampers dan susu, memandikan anak-anak, menidurkannya. Mau ngisi perut pun musti curi-curi waktu. Apalagi ngelurusin kaki : OMG, don't moms deserve a break ???

Friday, January 18, 2008

I wish

After new resolutions for 2008, I realized those resolutions are made for only at the end of the year. While it might be too soon for listing down revised resolutions, things seem to start firing back at me at the very beginning of January.

I just wish :
1. I did not have to rely on the helpers to take care of the kids
2. I could be with my mom on her 69th birthday
3. there was a darn decent qualified kindergarten with reasonable tuition in my neighborhood
4. I did not have guilty feeling for leaving the kids (again) for several days
5. I had a better way to explain what really happened and what I had been thinking to my in laws, not to prove that i am better than what they thought
6. I had more time for my self
7. I could concentrate better in every single effort to save my prayers
8. there was less worries and concerns concerning my work, regardless unworthy rewards
9. I could say more "no"s and try less to pretend what I am not
10. There was a better and cheaper internet connection in the office
11. I could write more and more....

Looks like there is a longer list I did not have the guts to upload here