Wednesday, December 09, 2015

Chances are ...

Saya dinasehati bahwa rasa itu adalah untuk dikenali dan ditaklukkan. Rasa adalah yang membuat diri kita penuh perlekatan. Maka kenalilah rasa apapun yang datang, Bedakan, pastikan rasa itu memang rasa nan hakiki.

Lalu apa nama rasa ini,?  Setelah sekian tahun wujudmu tidak lagi membekas, rasa perlekatan ini sungguh semakin saya cari. Mungkin ini adalah pelarian dari segala keresahan dan kebuntuan pemahaman saya tentang diri sendiri.

Betapa muluk-muluknya membayangkan ada orang yang lebih memahami diri kita dibanding diri kita sendiri. Lebih dari sekedar kaca spion yang bisa memberikan gambaran bahaya yang akan datang/ Lebih dari sekedar lampu yang memberikan penerangan dalam kegelapan. Lebih dari pengeras suara saat suara dalam hati pun tidak bisa kau teriakkan.

Setelah semuanya pernah dilalui, apa yang tersisa selain dirimu sendiri dan kenangan tentang tasa itu. Juga ada pertanyaan yang tertinggal apakah rasa ini menetap untuk menemani ? Apakah  menjadi abadi, tak terkikis oleh guliran waktu. ?

Jalan yang gelap di depan masih akan ada. Setidaknya pada saat saya menengok ke belakang, saya tahu jauh di sana ada jalan yang pernah saya lalui tanpa merasa sendirian. Cukup itu saja yang menjadi bekal keberanian mencari terang di depan sana.

Pun jalan yang saya tapaki ini terlanjur dianggap berbelok ke arah yang tidak seharusnya, setidaknya saya memiliki keberanian mencari bukti kebenarannya  hanya dengan menyelesaikan perjalanan ini.

Setidaknya saya tahu para supporter tidak pernah ikut dalam track.. Apapun yang mereka teriakkan semata-mata berdasarkan pemahaman mereka apa yang seharusnya saya lakukan. Tapi mereka tidak pernah berlari bersama saya, atau menempuh jalan ini sebelumnya untuk berhak memutuskan apa yang harus saya lakukan.

Sementara ini saya kuatkan tali sepatu saya, mengatur nafas yang sudah tersengal dan mempertahankan stamina alih-alih lutut yang gemetar dan keringat yang membanjir. Penglihatan saya harus tetap jelas. Kaki harus tetap menapak. Pff-pff-pff.

.






Sunday, March 22, 2015

Start Redesigning Life


Change should begin somewhere. And I chose to begin now.
If you ask me what I want to change? I thought what I always wanted is to change my life.  Then I found out that there was nothing really wrong about my life. Let me count my blessing- not to brag about: family.

Happy family in my definition is we care about each other. We might be very busy, but we take time to spend time together. We have little argument sometimes, but we talk it over with respect.
We depend on one another, that what makes us connected.

I simply love to sit beside Sandy while he is driving. He will let me fall asleep in the car. I will just trust him to choose the route to the destination.

At home, I will let Sandy have his own good time fallen asleep in the couch while watching TV or in the kid's bedroom while the kids are doing their homework. I do little help with the kids study whenever I can.

Family also include my 85 year old dad.  I am so proud of having a loving, supporting and tolerant dad like him. He is really inspiring elder generation product who eats right and takes charge of his own life to be happy. He is an independent and humble man ; he rides a bike, takes public transportation, goes shopping in traditional market.


Then I have my job that I like, friend I love to work with, clients who confide in me and my company. I lead a busy life, tight schedule, high expectation from my boss. These things make me feel good.

I still have my homework.
one, is the house separation. Second, the land to turn into investment instead of expenses. Third, Sandy's wishes to continue his studies. Fourth, my own plan to set up my own activities.

aside from that? Just consider not in my priority.
Someone's problem is none of my business. Someone's unfulfilled responsibilities are not my concern.

Focus on important things,
one step at a time.