Monday, December 14, 2009

Bentuk lain kegembiraan

Beberapa bulana terakhir ini, sungguh saya berkhayal pergi jauh. Entah kemana. Seperti biasa dalam doa saat sedang murung atau penat , saya berucap, " mbok ya saya diberikan kesempatan pergi kemana gitu, Tuhan. Ke tempat yg belum pernah saya datangi. Bertemu orang yang belum saya kenal. Makan makanan yang belum pernah saya rasakan. Away from home lah..."

Tapi ternyata Tuhan tidak menyapa saya dengan cara yang saya bayangkan. Diawali dengan politik kantor yang selalu manis dijadikan gunjingan kawan-kawan dan merupakan target empuk untuk mencibirkan keparahan sistemik, melayanglah sebuah Surat Perjalanan Dinas di atas meja saya yang dipenuhi draft proposal dan MOU. Plak. Tak ada tawar-menawar. Tak ada penolakan. Lancar. Aneh.

Saya berangkat dengan senyum, mengira ini jawaban kontan dari doa saya. Seharusnya saya gembira bukan? Melihat pemandangan indah, sawah hijau membentang, bukit bermega dikejauhan, makanan enak, para kenalan baru yang ramah. Hm...

Begitu masuk ke dalam kamar hotel yang lebih menyerupai cottage, saya merasa aneh. Entah, kenapa, seperti belum pernah tidur sendiri di tempat asing. Serasa masuk ke dalam kotak keheningan yang aneh. Dan kejutan berikutnya: mati lampu. Hening dan senyap luar biasa. Suara jangkrik pun tak ada. Gelap.

Seorang kawan dengan setia membalas sms saya dalam gelap. Lucunya ia memberikan arahan : cari lilin (mak, petugas hotel tak bisa dihubungi karena telepon mati, mau keluar benar2 gelap dan front office berada jauh dari kamar), dengerin radio (duh, HP jadul, mana bisa denger radio), telepon ke rumah (halah, barusan udah, dan ternyata mereka pergi dengan babenya bergembira ke tempat mencuci mobil sehingga telepon saya tak diangkat).

Plek, Mati gaya. Mau tidur, belum mengantuk. Mau baca, tak ada sinar. Mau ngobrol, tak ada orang. Mau makan, gak ada apa-apa di kamar. Weleh.

Ternyata saya orang kota tulen. Yang bergantung dengan sinar PLN. Yang mendambakan wireless internet connection. Yang nyaris stress karena tak ada teman ngobrol, apalagi untuk marah-marah. Yang butuh hiburan walau sekedar lagu-lagu cinta picisan dan ABG abis dari radio. ANYTHING that brings my life back.

Lalu saya ingat, lagak saya yang membayangkan indahnya kalau bisa pergi jauh. Ahhhhhhhhhhhhhhhhh.....saya cuma kepengen pulang, Tuhan, detik itu juga. Saya rindu tempat tidur saya yang ukuran 120 x200 itu , yang harus berbagi satu bantal berdua suami saya yang kalau tidur bak jagoan aikido sedang belajar menendang. Saya rindu cahaya lampu neon yang terus terang bisa terang terus. Saya rindu buku-buku saya yang menumpuk di meja tamu, di sandaran kepala tempat tidur, di kamar mandi, di lantai ruang TV. Ohhhhhhhh...

Jika boleh dan diperkenankan, saya mengajukan permohonan baru, Tuhan. Tetaplah berbaik hati kepada saya dengan meluluskan permintaan saya sesuai dengan kapasitas saya. Maksudnya, saya senang dan gembira bisa bepergian. Tapi ijinkan saya tetap memiliki yang biasa ada . Tidak susah kok, Tuhan : cahaya lampu.

Tuesday, December 01, 2009

Marah : perlu belajar

Saya tidak diajari cara marah waktu kecil. Yang saya ingat, jika marah akan meledak, saya masuk ke kamar dan ceklek mengunci diri. Sejam, dua jam. Biasanya diisi dengan mendengarkan lagu sambil menulis diary, lalu menangis sambil tertidur. Untungnya saya sejak kecil tidak berbagi kamar tidur, jadi punya privacy yang tinggi.

Marah model begitu tidak bisa lagi dipakai waktu mulai menikah. Apalagi punya anak. Apalagi tinggal berbagi dengan ipar dan keponakan. Sekarang ini, saat marah, kalau masih bisa, akhirnya harus angkat bicara setelah menghirup oksigen berkali-kali. Kalau masih belum cukup, akhirnya mencari target pencurahan energi : membersihkan kolam ikan atau menyikat lantai kamar mandi. Capek fisik bisa mengantar ke sensasi lelah dan kehilangan selera untuk murka. Akhirnya, tak berkomentar dan tertidur.

Suatu hari Wisnu marah. Saat saya menyeterika baju, ia menghampiri saya. Tanpa berkata apa-apa, ia meletakkan sehelai kertas dan bertuliskan " Ibu dan Aji tidak boleh masuk ke kamar wisnu". Saya membacanya, dan mengangkat alis sementara ia berdiri di belakang saya. Saya menyahut " OK". Lalu ia bergegas pergi dan kembali lagi dengan secarik kertas yg lain yangberbunyi " Ibu dan Aji boleh masuk kamar Wisnu, asal minta maaf dulu". Aha. NEGOISASI. Saya hormati upaya seorang anak usia 6 tahun yang mencoba memberitahu ibunya ia marah. Saya bertanya kenapa, dan ternyata ia merasa saya tidak mengacuhkan dan sibuk menyeterika. O-o. Baiklah, saya minta maaf.

Hari yang lain, Akira menangis keras tanpa sebab. Sekitar satu jam tanpa henti. Semua bertanya dari mulai wisnu, andhika sampai pembantu tak dijawab, hanya dengan tangisan dan ucapan berulang mirip rap " aaaaaaaaa....aaaaaaaaaa...aaaaaaaaaa" berirama. Akhirnya, saya peluk, dan tangisnya berhenti dan langsung tertidur. Paginya saya tanya kenapa, ia jawab " Akira mau matiin lampunya.Gak boleh Andhika". Wah. Mana kami tahu, nak.

Hari yang lain, Andhika sedang main dengan sepupunya. Entah bagaimana si sepupu tidak mau memberi Andhika kesempatan untuk memegang mainan. Sepupunya menjerit dan menutup pintu kamarnya dan masuk kamar. Apa yang terjadi? Gubrak ! Andhika menendang pintu itu. Pintu kamar dibuka dan disambut jeritan sepupunya. Gubrak ! Tendangan kedua yang lebih keras menghantam pintu itu. Muka Andhika, bocah usia 3 tahun itu, tidak terlihat kesal, malah tertawa-tawa.
Lalu terjadilah penyerangan dari sepupunya yang tidak puas, dan paniklah seluruh isi rumah karena Andhika siap menendang dan meninju kesana kemari dengan gaya bebas. Halah.

Saya baru sadar, ternyata harus belajar untuk mengajarkan marah. Bagaimana? Saya harus mencontohkan. Hm. Butuh sparing partner?

Monday, November 23, 2009

the madness of this month

"It takes more courage to live than to commit suicide" says a friend of mine. And for me to live through this month, it takes more than umbrella during the rainy days, common sense in the midst of scrimmage, good friend to lend ears among the mad, insensitive, revengeful sparing partners. Approaching the last week of this November yet I can not and should not give in to whatever situation that leads to losing my self.

Clearing your head- it could make you wonder- sometimes could be the most challenging task. You have no idea how easy it would be to give in to anger. When you seem to have all the words to curse others, any of them who probably do not internalize nor comprehend your situation, it gives you different sensation how to let those words remain in your head. In a a split second, you can turn your head and observe your own feelings instead of expressing it.

Even now when i feel that I am still mad, should I say the words to the world and things would change? Should not it be better for me to change my own perspectives before I can be so sure that I should change theirs? Who am I to corret and judge people based on my personal -most-probably-bias standard? Oh yes, I can always say these are my expectation. Then what? Do I deserve to set my expectation toward others? What about their expectation? Do I recognize single of it, do I even notice, even if I do would I even care? Do they need me to show that I care? Maybe not.

At times I show my concern toward certain people because maybe I need the thing for my self: I need to see myself caring for others. Maybe in those cases, I dont genuinely care for them. Maybe it's my ego showing to myself: here, I am a caring person not like those nasty people . So then I feel a lot better, I feel that I am somebody. But that's really really wrong, it should not be the way it should be. They are actually nice people you can find on earth, even when they are deadly walking. Even when they are zombies. Even if they are far or finally misunderstand me.

The worst thing has come to not understanding myself. Why I do things and not do things. Why this numb feeling continues.

Tuesday, November 10, 2009

If...

Jokingly one of my best people believes that Intelligence is inherited and the best part of the research result is ....it is the MOTHER who inherits the gene. Haha. Quiet funny but it helps a lot to knock down the male's ego of superiority.

Another book says it is the mother who shapes a son's personality. You probably have heard before "behind a great man, there is a great woman". Mind you, the woman does not refer to the wife, but the MOTHER. Excuse me if it hurts as a wife thinking that you are all behind your spouse's career. You are not. But I've got good news for you, if you make it right, you'll be able to create great men of future : your children.

They say in some cultures, if you have three sons, God gives you a lot of wealth. And to share with you, if you have 3 sons you have to have 3 good reasons to keep you well and happy. Coz when you are with those 3, like me, you'll have 3 kinds of personalities , 3 kinds of different problems, 3 kinds of preferences, 3 kinds of dreams and wishes, and maybe 3 kinds of different ways of making you sob, and other times smile with pounding heart.

As a mother, you can't give in by saying , " i dont know, son. I dont know how we can get through it". Dont you dare tormenting their confidence because you are too afraid for anything you dont know. You should be able to stand up when you actually feel you have come to the end of it, so they'll learn how to try harder than you did ever try.

And if, there is no an escape door or parachute to get out of the crises, face it. Face it when they question you, when they lose their confidence in you, when they consider you are too weak to bite the truth. For one thing you want them to know, one thing they will never see you grow out of is: your love as a mother.





IF

by Rudyard Kipling
(1865-1936)


If you can keep your head when all about you
Are losing theirs and blaming it on you,
If you can trust yourself when all men doubt you,
But make allowance for their doubting too;
If you can wait and not be tired by waiting,
Or being lied about, don't deal in lies,
Or being hated, don't give way to hating,
And yet don't look too good, nor talk too wise:

If you can dream - and not make dreams your master,
If you can think - and not make thoughts your aim;
If you can meet with Triumph and Disaster
And treat those two impostors just the same;
If you can bear to hear the truth you've spoken
Twisted by knaves to make a trap for fools,
Or watch the things you gave your life to, broken,
And stoop and build 'em up with worn-out tools:

If you can make one heap of all your winnings
And risk it all on one turn of pitch-and-toss,
And lose, and start again at your beginnings
And never breath a word about your loss;
If you can force your heart and nerve and sinew
To serve your turn long after they are gone,
And so hold on when there is nothing in you
Except the Will which says to them: "Hold on!"

If you can talk with crowds and keep your virtue,
Or walk with kings - nor lose the common touch,
If neither foes nor loving friends can hurt you,
If all men count with you, but none too much;
If you can fill the unforgiving minute
With sixty seconds' worth of distance run,
Yours is the Earth and everything that's in it,
And - which is more - you'll be a Man, my son!

Sunday, November 08, 2009

When I remember...

I am 36. Not that I am not thankful, but I still have to learn to live. Those wise men from all the saints to ordinary men with extraordinary hearts keep reminding me : "We live for a purpose". Whatever the purpose for me remains a mystery, and sometimes- I have to admit- a terror. Nightmare that haunt me more these days.

I made mistakes. Most are caused by what I should not have said. I never seem to learn to keep my mouth shut. It often too obvious when I disagree, when I hate the situation and how dying I have been to make people change their mind, how resistant I have been to give in and feed other people's ego, how convinced I have been that I was going to win all the dog race and certain reputation.

How much I am hurt. Wish I could cry and just let it go away. The truth is I never forget what they said, what they did, what I said and what I did. I am just not good at letting those stuff go. For certain reasons, the wound never stops bleeding, the pain stays.

I deserve to be happy, to live in peace, learn to forgive and to be loved to be able to love. Then I find , there are some wonderful things, extraordinary things come in small packages. Things I should be able to cherish, people I belong to. I need to be awakened late at night when I lie down, the flow of water from the Koi pond offers certain rhythm, the soundless sleep of my three juniors and how Andhika adores my hair, how tight Wisnu holds and kisses my right hand through the night, how Akira hugs my feet close to his face as if he did not care those feet are not shaved yet, miss pedicures for a long time. Gosh. Not to mention my hubby's little but constant and stable love that keeps growing despite my anger, grumbles and mess. How alive and real he is with his heartbeat and all willingness to meet my demand, even though he cant promise but it's fulfilling to know that I am listened to and have some ears to lend and shoulder to rely on. Gosh, it's heaven I'm in.

Thank you God, for such enlightenment.



Thursday, November 05, 2009

Helloween -- bisa menyenangkan

Tanggal 31 Oktober kemarin, kebetulan jatuh di hari Sabtu, dan PPIA mengadakan pesta helloween di kediaman salah satu pengurusnya. Singkat cerita, ibu berniat memberikan pengalaman budaya setelah Setsubun Festival pada saat Wisnu baru berusia 2 tahun, dan Helloween ini kelihatannya cukup cocok. Apalagi tempat diadakannya dekat rumah, di Kalibata.

Persiapan tidak terlalu heboh. Kostum yang dipakai ya adalah dari kolesi yang ada.Sebenarnya sih siapa yang gak kepengen beliin kostum, tapi haiyyaaaa....harganya kemahalan. Lagipula cuman sekali dipakai, untuk3 anak sekaligus. Belum tentu tahun depan akan dipakai lagi. Ya nggak? Yang pertama dilakukan adalah mencari ide : di internet doong (mau dimana lagi? kalo nanya ke nini mah malahan dikomentari " Naha kudu didangdanan jiga jurig? nyingsiuneun wae...". Dapat lah di
sini. Nahhh...dengan bermodalkan face painting pens milik Wisnu, mulailah ibu merias dalam hanya 10 menit.

Yang didandani pertama, adalah Akira, yang kepengen jadi monster Naruto. Mukanya dah dicat kuning dan matanya biru, plus kostum Naruto yang sebenarnya adalah baju tidurnya.Eh, begitu dia dah selesai didandani dan berkaca dia berseru "Ibu, Akira nggak mau kayak gini!!! Akira mau dihapus mukanya pakai tisu basah. Halah. Modelan Akira yang mau keliatan charming mulu.... mana mau jadi muka nyeremin?

Modelan Wisnu yang menurut saja didandani seperti Vampire. Seperti loh. Tinggal pakai kemeja lengan panjang warna putih, celana panjang warna hitam, dan riasan wajah, dan rambut diberi gel, jadilah Vampire klimis. Berhubung gak ada kain hitam, hanya ada kain biru, jadilah jubahnya berwarna biru, wekekekek...
Kalo foto didekat labu macam gini, lumayan nyeremin juga kan? Gak usah pake ngomong "HI..hi...hi".



Lihatlah Akira yang ingin tampil menawan : spiderman hitam yang banyak senyumnya. Euleuh. Matanya terpejam dan senyumnya lebar. Pede abisss... biar idung guede n pesek...

Andhika cuma mau digambar matanya saja seperti batman. Yang penting untuk Andhika adalah bukan menjadi menakutkan, tetapi menjadi jagoan. Hyaaatttt..begitu katanya.
Kami tiba di sana pukul 5, berkumpul sebentar hingga matahari tenggelam, lalu ada pengarahan dari kepala hantu.
Anak-anak dibagi dalam beberapa kelompok , dan masing-masing kelompok terdiri dari 8 anak dan minimal 1 orang dewasa. Setiap kelompok berjalan bersama untuk mendatangi rumah yang ada Jack O'lantern nya atau lampu dari labu kuning. Mereka berteriak " tick or treat?". Lalu disambut sang tuan rumah dengan permen atau coklat.
Kegembiraan yang luar biasa dari anak-anak saat mendapat permen dan memasukkannya ke dalam kantong. Setelah mengatakan "thank you" mereka pergi untuk mendatangi rumah lainnya. Sebenarnya ada 23 rumah yang harusnya didatangi, tapi baru 8 rumah saja, kantong mereka sudah kepenuhan terisi permen, coklat, biskuit coklat, dll.
Mereka duduk dilantai, berpesta permen. Ternyata, mereka tak kuat juga memakan semua permennya. Huahaha.... ternyata, yang melimpah itu tak selalu enak dinikmati.
Kami pulang pukul 7 dengan hati senang, dan wajah penuh keringat. Paling tidak, cara mudah untuk berlatih bicara " trick or treat" dan "thank you". Iyalah. 8 kali diulang. 8 rumah bow!





Tuesday, October 27, 2009

@ sudut keningmu

Di malam yang tak terserang kantuk,
ijinkan aku lagi mencuri cium
tanpa menjanjikan hari-hari penuh hadirku
kemarin, hari ini dan esok dan nanti
saat mampu kupandangi wajahmu,
tanpa amukan marah atau nasihat melulu
ada banyak doa yang kusemat untukmu,
agar sehat, bergembira, dan bertumbuh
tangisan dan jeritanmu membuatku pilu
semoga kelak kau tahu,
jadi ibumu tidak semudah di buku-buku
ledakan tantrummu menjadikan teori beku
maafkan ibu, Akira
jika tidak cukup menunjukkan rasa cinta
andai tak sabar, tak pemaaf, tak pemaham
ingatkan ibu, dengan binar mata coklat jenakamu

Sunday, October 25, 2009

Choosing happiness

We did not choose to be born in which family or to have what kind of parents.We are just destined to be born. We can cry when we are upset, or wet, or tired, or just want a hug or your cradle rocked. We learn that certain things make us cry or smile, whine or giggle: as a baby. Innocent, fragile and yet lovable, we still can choose to be or not to be happy.

Later we live as adult in a whole lot more complexity. Stimulus are unclear, indefinite, and not permanent. There is no such a thing like automaticity. They do not rush in and pamper us when we cry. They do not come round with toys in schedule when we are deadly bored and wish something new. Still, we can choose to giggle, or whine. It is we who choose when to cry or smile. We might not have the luxury of the comfy cradle that will rock by itself. We'll probably have to find certain giant force to let it rock, when we want it, the way we want.

I believe happiness is only for those who are smart in lives. Happiness requires intelligence, practice and conducive environment. The interesting thing is every individual has his or her own strategy to reach for the state of happiness. It is hard to prescribe it for others. The worst thing is you can not make people to be happy if he/she does not want to.

When I was a kid, I thought I would be happy living away from my parents. I imagined things I could do on my own, with my own money, with people I chose, and the way I want it. I saw myself traveling from one place to another, meeting strangers who do not know me. The reality really was : I was an ailing kid, almost did not make it at the age of 11 of dengue fever epidemics back then. The only thing that made me happy was living my own imagination.

I still wondered whether I would be happier to live in a different town, to meet strangers from different walks of life. You know why? I am sort of sick of my own judgement toward people I thought I knew of. I don't want my cradle being rocked, but I will not make them love me if they do not.

And about friends, family , or work I am committed with.....
They are not the causes of my happiness or unhappiness. And I am never feel obliged to live in a frequent state of feeling to make certain people happy. Because, whatever I do or do not do, they will find their own happiness. And I am not going to seek for my happiness by my effort of making them happy. I am happy because I choose to. I am convinced it is everybody's rights to seek his/her own way.


How?








Friday, October 23, 2009

The big picture (I still cant see)










What happen next if you were the boss?

or the employee?

Sunday, July 12, 2009

Menyongsong pendidikan gratis 9 tahun


Pemerintah mencanangkan pendidikan 9 tahun gratis. Pelaksanaan di lapangan ? Ha,ha. Seperti judul sinteron di negeri ini atau juga judul lagu dangdut yang meledak : too good to be true. Dramatis. Fantastis. Bombastis. Sekaligus: Miris, Ironis, Bikin Meringis.

Bagi saya yang (tadinya) memilih jalur alternatif bagi pendidikan usia dini, alih-alih ikutan hompimpa alaihum gambreng mendaftarkan anak di play group atau TK seperti ibu-ibu lainnya, konsep homeschool lah yang kami terapkan. Home = rumah, School = sekolah, kesimpulan= sekolah di rumah saja.
Istilah yang terlalu sophisicated itu biasanya disambut dengan respon orang ala permen nano-nano (macam-macam rasanya), seolah konsep itu salah total, dosa besar, atau apalah lainnya. Daripada membela diri, mengkampanyekan program kegiatan belajar di rumah untuk anak, saya lebih menikmati nyengir di bibir dan dalam hati.

Homeschool ala saya adalah Pertama, mendownload tahap perkembangan sesuai usia anak; Kedua, mencari referensi kurikulum yang sesuai dengan tugas perkembangannya yang hasilnya kurikulum Indonesia dicampur yang asing; Ketiga, berburu topik kombinasi dari kurikulum tadi; Keempat berburu buku, software, games on line, website yang aman tapi menarik untuk tema2 itu; Kelima membuat daftar kegiatan untuk belajar sehari-hari. Repot? emang! Kata siapa ngajar itu gampang?

Kemampuan saya untuk mengajar tingkat Tk terbatas, dalam arti untuk aspek seni (musik, visual, kerajinan tangan) saya harus menyerahkan anak ke dalam bimbingan guru kursus.Jadi? ya, selain di rumah, belajar di tempat kursus! Emang ada larangan kursus untuk anak TK? Ada kok kursus musik untuk balita, menggambar, kursus bahasa asing yang dikemas belajar kerajinan tangan. Olahraga? Suruh aja main ke lapangan dekat rumah, main sepeda, kursus berenang. Setelah menginjak usia 5 tahun, barulah Wisnu saya daftarkan TK B di sekolah beneran. Program belajar dirumah tetap berjalan beriringan.


Di usia 6 tahun, perburuan sekolah dimulai. Saya satroni sekolah berstandar nasional yang hanya menerima 30 siswa per angkatan. Dan hasilnya : ditolak mentah-mentah karena usia Wisnu belum 7 tahun. Lalu, saya ke SD percontohan dan ditampik karena alasan serupa. Tak patah arang, saya ke SD percontohan lain dan diijinkan mendaftar dan mengikuti ujian tertulis sampai wawancara segala.
Penguji : Namanya siapa?
Wisnu : Wisnu
Penguji : Mau sekolah di sini?
Wisnu : gak, mau di rumah aja, gak mau sekolah. Sekolah pulangnya lama!
Penguji : ibu dan bapak mendaftarkan anaknya kesini kenapa?
Ibu : (gombal mode on) blablabla
Penguji : o begitu ya, ya,ya,ya
Penguji : sekarang tes bahasa inggris ya, wisnu
Wisnu : (mengangguk)
Penguji : what's your name?
Wisnu : (mengangkat alis : bukannya tadi dah tau? napa nanya lagi?) Wisnu
Penguji : ok.... (kelihatan senang) what is your mom?
Wisnu : mom? (menoleh ke ibu) mom itu ibu ya?
Penguji : eeh...gak boleh nengok sana, what is your mom?
Wisnu : gak tau
Penguji : ...e.... what is your country?
Wisnu : country ? apa country? peta ya? itu! (menunjuk ke dinding)
GUBRAK
Penguji : ibu dan bapak, sekolah tidak memungut bayaran apa-apa.
ibu : oya?
Penguji : ya bu, namun kami tidak menutup kemungkinan seandainya bapak dan ibu mau menyumbangkan sesuatu untuk sekolah ini, apakah keberatan? jika tidak, tolong ditulis di sini, sebagai surat pernyataan apa yang akan disumbangkan.
GUBRAK-GUBRAK.
Kami hanya menulis "Kami bersedia memberikan apa yang dibutuhkan sekolah sesuai dengan kemampuan". Hal yang terjadi kemudian, pengumuman itu keluar dan bahwasanya Wisnu tidak diterima dengan alasan usia tidak cukup.
Ya sudah, berburu sekolah lain saja. SD reguler. SD biasa, tidak pake plus plus, tidak pake sumbangan. Sekolah yang kelasnya berisi 40 orang. Cihuy! Seragam putih-merah. 06.30 masuk sekolah. Gratis, gratis, gratis.

SD ini kebetulan sekolah tempat Aji sekolah dulu. Bahkan guru-gurunya adalah guru-guru Aji semua. Lucu juga, sejarah berulang. Dalam hati sih, semoga anak gue gak dibanding-bandingin sama Ajinya.
Buat seorang Wisnu, sekolah sungguh melelahkan. Pertanyaannya sekarang setiap pagi adalah , "Kenapa musti sekolah tiap hari? Wisnu mau di rumah aja. Belajar sama ibu sama Aji. Sekolah lama, badan Wisnu keringetan.

Aih...aih...salahkah diriku memperkenalkan belajar di rumah itu menyenangkan, wahai anakku?

Friday, June 19, 2009

Tentukan pendirian, nak

Badanmu milikmu sendiri
kau yang harus pegang kendali
sambil dengarkan kata hati
tegaklah berdiri!

Tanganmu adalah karunia
Gunakan dengan sempurna
Kesepuluh jari yang kau punya
bukan untuk semena-mena

jika punya harta atau kuasa
berupayalah lebih keras mendengarkan
jika tak punya harta apalagi kuasa,
berjuanglah untuk berbicara

kemajuan butuh pengaruh dan toleransi
kemandirian diraih melalui kegagalan dan keberanian
jangan takut untuk menegakkan pendirian!
bendera harus dikibarkan dan bukan tanpa perjuangan

Friday, June 05, 2009

Aji dan ultahnya

Tahun-tahun sebelumnya, kalau ditanya mau hadiah apa untuk ulang tahun, biasanya Aji cuman memberi jawaban standar " Apa ya? Gak usah lah" dengan muka lurus. Tahun ini ternyata sedikit berbeda.


Suatu hari, tengah berjalan-jalan di PIM, kami melewati toko mainan. Otomatis anak-anak menghambur masuk ke dalam toko. Walah, cilaka, pikir saya. Tiga anak minta mainan. Ternyata saya salah. Anak-anak malah manut dengan himbauan, " Kita lihat-lihat saja ya, tidak beli mainan kali ini. Kalau ada yang bagus, lain kali kita kembali kesini". Saya bernafas lega, meninggalkan toko itu setelah browsing beberapa saat. Setelah jalan beberapa meter, baru sadar...kemana Aji? Dan ternyata, yang manteng di toko mainan bukanlah anaknya, tapi bapaknya! Saya putar haluan dan kembali ke toko mainan dengan deg-degan, khawatir kali ini anak-anak tidak sanggup lagi manut dengan himbauan saya. Ternyata, mereka cukup cooperative. Namun, apa kata Aji?
" ada pesawat pake remote bagus deh"
" oya?" sahut saya deg-degan sambil memicingkan mata melihat harganya.
" ada robot yang dirakit-rakit juga!" kata Aji tambah semangat
" emang wisnu dah bisa merakit robot?"
Aji tertawa. " Bukan buat Wisnu, ini mah aku yang pengen".

Saya nyengir kuda, tak tahu harus jawab apa. Akhirnya, saya diselamatkan oleh anak saya yang berlari menyeruak keluar toko dan seolah bisa menebak pikiran saya menggamit saya untuk berlarian di lorong mall.




Untuk membeli mainan mah, saya keberatan. Kalau menata kembali kolam ikan mah, boleh! Kemudian sampailah waktunya, kami membeli filter dan pompa air. Last but not least, koleksi ikan koi pun ditambah. Efek dahsyatnya adalah, setiap pagi, Aji nongkrong di depan kolam, kayak gini niy!



Di kesempatan lain , kami jalan-jalan di sekitar SCBD. Tak sengaja pula, melintasi toko sepeda.
" Eh, ada toko sepeda, lihat yuk!" kata Aji dengan mata berbinar.
Saya manut, sambil menebak apa yang akan terjadi di dalam sana.
Aji menelaah beberapa jenis sepeda, dan bahkan bertanya mengenai detil sepeda kepada sang penjaga toko. Saya clingukan sambil membatin, " Mati luh, mahal bener!"
Setelah itu, dimobil, Aji membuka percakapan bahwa di kantornya ada komunitas bersepeda ke kantor, dan bla-bla ..sampai bercerita kawan akrabnya punya sepeda lipat...sampai akhirnya ke kalimat.."Pengen juga ya punya sepeda lipat. Gemana? Kita beli sepeda?". Saya yang tak pernah belajar dari kuda, ternyata punya sertifikasi senyum kuda untuk situasi macam begini.



Di tengah bulan April yang gersang, saya ternyata dapat arisan. Saya sendiri lupa pernah menyatakan ikut arisan, dan walhasil tiba-tiba dapat...adalah berkah. Lalu saya sms Aji.
" aku dapet arisan niiy"
" Alhamdulilah....berapa?"
" ada dehhh"
" wah, lumayan nih kayaknya. Jadi beli sepeda dong kita?"
sebagai pengganti nyengir kuda, saya kirim iconnya : sama, nyengir kuda.



Sesudah itu, saya berburu info mengenai sepeda lipat, sepeda second, lelang. Aih, ternyata sepeda lipat itu MAHAL. Bukan tak cinta, atau tak sayang, akhirnya saya berhasil merayu teman saya untuk menjual sepedanya kepada saya. Skenarionya, sepeda itu akan dicat dulu, sebelum diberikan. Ternyata rencana tidak berjalan dengan baik, pada hari H nya, sepeda belum siap. Beberapa hari setelah itu, barulah sepeda itu digotong ke rumah oleh kedua teman baik.




Saya tiba di rumah lebih dulu. Ikan koi pilihan kawan Ijal, sang ahli koi, sudah dicemplung ke kolam. Rencana awal untuk menonton bioskop, dibatalkan. Sepeda itu saya tutupi kain, dan begitu Aji sampai di rumah, anak-anak menggandeng Aji ke garasi sementara Aji menutup matanya. Voila. Aih, anda harusnya melihat reaksinya, wajahnya dan matanya yang berbinar. Sampai-sampai senja itu Aji mau mencoba menaiki sepedanya. Pagi-pagi keesokan harinya, Aji sudah bangun dan mengkutak-katik sepedanya. Setelah itu, kita ke ace hardware membeli helm. Dan terbitlah keingan untuk menambah asesioris sepeda yang lain-lain. Lucu juga, seperti istilah anak sekarang : MKKB.

Setelah itu, suatu pagi di hari minggu, saya yang berniat naik sepeda untuk ke warung, mendengar teriakan " Sepeda aji siapa yang pakai? Kok nggak ada". Kontan, saya masuk lagi ke dalam sembari menuntun sepeda dan pasang cengiran kuda (lagi) yang dibalas dengan sapaan Aji , " Loh.....ibu tokh?".

Euleuh....saya jadinya aja nyengir kuda lagi.

Sunday, May 24, 2009

High time for sex education

Suatu hari, anak sulung kami yang hampir 6 tahun, menggambar sebuah tempat tidur dan di sebelahnya sepasang perempuan dan laki-laki berdiri tak berbusana dengan detil anatomi tubuh manusia dewasa. Di bagian atas kertas, tertulis " Apa bedanya laki-laki dan perempuan?". Sungguh, sebagai ibunya, saya ciut untuk bertanya. Saya manut saja waktu anak saya itu minta gambarnya ditempel di dinding. Setelah itu, saya mencolek suami saya , "pssst,liat deh gambar wisnu yang terbaru". Alih-alih membahasnya, dia nyengir.

Tadi malam, sebelum tidur, anak sulung saya bermain sambil belajar pengelompokan benda dengan mainan edukatif. Saat itu saya bercelana pendek dan kaos buntung.
"Ibu, ibu bagus deh kalau pakai rok"
" oya?" , jawab saya antara ragu dan tak begitu paham arah pembicaraan.
Hening sesaat. Wisnu mulai menyusun kartu-kartu sesuai dengan kategorinya.
" ibu, pakai rok yang mickey mouse aja"
Saya mengernyit.
" yang mana?"
" rok mickey mouse itu... bagus deh ibu kalau pakai itu"
Alis saya bertaut.
" daster? yang gambarnya mickey mouse?"
" iya..." mata anak saya berbinar.
Belum sempat saya jawab, dia meneruskan,
" Kalau ibu pakai rok, wisnu senang deh"
" Oya?" mata saya mengedip lebih cepat sekarang.
" iya, sininya (menunjuk ke dadanya) kayak ada arus gitu, enak rasanya, kayak kalo lagi kepanasan terus kena air" , mukanya terlihat tersipu.
Wadoh ! Saya buru-buru menuntaskan memakai daster ,mendobelnya dengan pakaian yang tadi saya pakai.
" bu, celana pendeknya dibuka saja, biar bagus"
Halah. Gawaaat..gawaatt.... saya panik, langsung memotong pembicaraan.
" ayo ah, bereskan mainannya. kiss aji goodnight dan tidur".

Where do I have to start ? Now? Me? How?

Tuesday, May 19, 2009

Good luck, pal

I met this friend quite long time ago when I was an awkward rookie followed with all the look and expectation from others. She did not say much nor take sides. Some of my seniors sneered at me or even made special remark openly. She smiled once or twice naturally and refrain from talking.

Then she said she had to take unpaid leave. After sometime, I met her again in a departement where everyone seemed to be expecting changes started from. She did not say much, still; but in her own way we knew she made the difference. She is not the type of person who complained about a rut boss. She just cracked jokes at times to let off steam. She is she. She is special.

Until one day one person believed so much that she could make radical changes in the system by posting her in a jungle. Not that she tried to convince some people to see in different directions, but she could not swim against the flow. ALONE. She held on tight to a clog and almost drawn. No body saved her.

We are in a great loss and pain. We need her much more than we could ever tell her. Who are we? We are only the members of the brigades, the fighters who constantly need to struggle for day-to-day survival. Not that she did not try hard enough, but things just wouldnt be the same without her.

We do need to choose our battle. You are too precious to be around and twisted. Just prepare your parachute while the wind is still blowing. Take care.

for May 22, 2009

Saturday, May 16, 2009

Wayahna

" wayahna" merupakan ungkapan bahasa Sunda yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, apalagi bahasa Inggris. Sungguh! Walau saya bukan penutur bahasa sunda dalam keseharian, tapi arti kata tersebut seperti sudah tertanam dalam kepala saya sejak saya masih orok. Apa pasal? Kata itulah yang dijadikan senjata bagi ibu saya, kalau saya sudah uring-uringan protes atas ketidakadilan, ketidakpuasan, atau ketidaksenangan.

Alih-alih berkomentar, beberapa kawan cenderung bertanya arti kata "wayahna" itu atas status saya di fb. Dan sungguh, saya tidak tahu cara menjelaskannya. Apalagi kalo ditanya apakah sama artinya dengan "wayahe". Mbuh. Mboten ngertos, kulo mboten saget cara jowo. Hihii.

Demi kepuasan pembaca, akan saya ilustrasikan saja kata wayahna dalam drama keseharian:

Dialog 1
Ibu rumpi 1 : Huhhhh...gue bete ama ipar gue
Ibu rumpi 2 : napa?
Ibu rumpi 1 : anak gue dah tidur, anaknya teriak-teriak gak keruan.
Ibu rumpi 2: yah....wayahna, serumah ama ipar
Ibu rumpi 1 : kapannnn ya gue bisa punya rumah ndiri... *mengkhayal mode


Dialog 2
Anak : wuekkk.....obatnya pahit!
Ibu : itu puyer, antibiotika, memang pahit
Anak : yuekk...gak mau minum obat itu! pahit!
Ibu : 'da kamu teh lagi batuk, bengek, kudu minum obat, biar sembuh. Kalo pahit mah, da wayahana namanya juga obat puyer. pahit.


Dialog 3
Karyawan : saya mau pensiun dini aja, bos. Gak tahan ama manajer saya
Direktur : kenapa?
Karyawan : cemburu buta, songong, belagu, tidak etis.
Direktur : hush, hush, ini subjektivitas namanya
Karyawan : apa dong namanya, kalau saya berhasil menuntaskan suatu proyek beliau bete?
apa juga dong namanya kalo saya tidak diikutsertakan dalam suatu tim, padahal
seluruh anggota sub dit ikut kecuali saya disitu? apa juga istilahnya kalo diusulkan
dipindahkan tanpa memberitahukan kepada ybs ?
Direktur : yaaaa....namanya juga boss lu itu orang dari suku xxxxxx (*sensor mode on)
gengsinya gede..........wayahna
Karyawan : ye.....ape hubungannya ????


Dialog 4
Peramal : tahun kerbau ini hati-hati, jaga jangan sampai perang mulut, akibatnya sangat buruk
Yang diramal : bukannya emang harus begitu, biar tahun lalat juga?
Peramal : ya, tapi untuk shio kerbau, hati-hati berbicara di tahun kerbau, bisa ribut sama orang
Yang diramal : kerbau ama kerbau bisa ribut ? bukannya kerbau dicocok idungnya diem aja?
Peramal : mau diramal apa nggak sih? protes mulu?
Yang diramal : sorry, sorry. duit saya gak bisa dibalikin ya? hmm... terus ?
Peramal : ( cemberut) karir mentok nih
Yang diramal : waks. apa keluar aja? cari kerjaaan laen?
Peramal : jangan. lu cocoknya usaha sendiri, tapi tahun depan. jangan tahun ini.
Yang diramal : yahhh....begimane? terus ini tahun?
Peramal : wayahna...... jalanin aja
Yang diramal : situ sih timbang ngeramal doang, dibayar lagi. gue? Nyesek!
Peramal : ya sudah, sana. masih panjang noh antrean!

NOTE :
Sudah ngerti arti wayahna?

Monday, April 20, 2009

Mak, saya datang

Hari ini bukan hari raya, atau lebaran
Tak ada penganan, atau hantaran
Tak berbaju baru atau wewangian
Aku datang mak, untuk mencium tangan

Walau tak ada cukup kain untuk membalut
saat engkau merasa kedinginan dan kalut,
Aku datang mak, pasti untuk memeluk

Harta bisa dicuri, Laba bisa merugi
Badan bisa tersakiti, hati bisa dilukai
Aku pasti datang mak, tetap mencintai

Wednesday, April 08, 2009

Pada saat

Hidup bukan hanya untuk dijalani. Hidup, bukan hanya memberikan alasan kenapa kita bisa bernafas, berjalan, berkehendak, berkata, berbuat. Hidup yang dipercaya cuma sekali, bukan untuk diratapi. Apalagi jika kita percaya ada "kehidupan" sesudah hidup yang sekarang ini.

Airmata mengalir juga bukan karena bendungan jebol, bukan karena semata-mata pengaruh hormon, apalagi perasaan. Airmata yang mengalir, tidak perlu ditutup-tutupi, tidak perlu dikamuflase. Airmata, rembesan atau aliran yang deras adalah sungai-sungai kehidupan. Bukan karena hujaman kata-kata seseorang, atau karena suatu keheningan, atau karena kekecewaan.

Saat berada di ujung tebing kebingungan, sementara dibawah jurang pun tak terlihat dasarnya, langitpun tak tersentuh tangan, bukan saatnya menyerah. Keindahan pertemanan, persahabatan yang ditawarkan oleh hati mulia itulah yang terasa.

Terimakasih sahabat saya, semuanya, untuk pertemanan ini. Apakah anda mengaku angel kesambar petir, bidadari ubanan dan berwasir, orang biasa, atau apa pun anda mengindentifikasikan diri, saya bisa berdiri sampai hari ini karena anda semua. Terimakasih.

Monday, March 30, 2009

For the honor of serving the country

DIPONEGORO
by Charil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai



Maju
Serbu
Serang
Terjang

Monday, March 16, 2009

Between me and the bosses

Office politicking is sometimes unavoidable. It's just like quick sand : the more you resist, the more you would be sucked down. Even if you try to come out clean, you would end up as dirty as them.

In my present situation, work has been full of intrigues. I have been wronged, misjudged, underestimated. On the contrary, I kept being assigned for things they say they would never find anyone to do-- not because they confide in me, but because I have been so well notorious for next-to-impossible tasks for one single stupid reason : I love challenge.

I plead guilty for expecting too much for the company I work in. The worst decision I made is : I stayed, hoping that someday things would turn out to be better. I used to tell a friend that if I were in the system, somehow I would either toxic or contribute to the whole process. Even if they say to me many times to cool myself down (seems that my energy has freaked them out) and just focus on my personal business : my family --which I find irrelevant to my professional situations, I chose to fight. I was born to be a fighter.

And to make my life complete , my direct megalomaniac superior labeled me " trouble maker" . Why? It's simply because this person has been trying to limit my access to information, but I eventually found myself to escape and strike back. Words do not scare me. I ve done my homework on how to find the right people for the right information.

Am I bothered by the public opinion my direct superior tried to shaped? Ha-ha. The thing is I am an old player. Though some people hated me so much for what I do : cutting of the crap red tapes, they had to admit I made their lives easier by doing so.

And what kind of employee would you become when you had to fight against your direct boss, but the top policy makers had strong faith in you? It's humane that my boss will be constantly jealous and isnt it humane too for me to enjoy the sensation of being envied? Ha-ha. I just can not wait for Monday. Really.

Tuesday, March 03, 2009

In your eyes

In your eyes


And I think I finally know you
I can see beyond your smile
I think that I can show you
That what we have is still worthwile
Don’t you know that love is like a thread
That keeps unraveling in bedIt ties us back together in the end

In your eyesI can see my dreams reflections
In your eyesI found the answers to my questions
In your eyesI can see the reason why our love’s alive
In your eyesWe’re drifting safely back to shore
And I think I’ve finally learned to love you more

And you warned me that life changes
And that know one really knows
Whether time will make us strangers
Or whether time will make us grow

Ohh, even though the winds of time will change
In a world where nothing stays the same
Through it all, our love will still remain


Feels like singing it? Click here

Sunday, March 01, 2009

Ternyata....

Tuhan menempeleng saya dengan keras beberapa kali sudah di awal tahun ini. Mungkin jidat saya sudah terlanjur bebal dengan kemplangan ringan . He he.

Kemplangan pertama, mengenai pekerjaan.
Saya bukan nabi, juga tidak membawa amanat apa-apa dari Tuhan. Punya misi juga tidak. Tapi jika dua bulan pertama di 2009 ini ada beberapa orang yang menunjuk saya sebagai biang keladi suatu kegagalan proyek, atau tidak terselesaikannya pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (catatan : Bukan tanggung jawab saya), itu bukan anugrah. Saya juga tak sudi berkampanye untuk membersihkan nama baik saya (wong saya sendiri ndak jelas, apakah nama saya baik atau buruk, atau bahkan saya punya nama atau ternama).Punya partai juga tidak. Terimakasih saja, Tuhan, saya numpang ngetop sesaat karena caci maki.

Kemplangan kedua, mengenai hubungan. Hubungan bilateral adanya: ibu-anak, anak-ibu, mertua-menantu, kakak-adik. Saya memang penakut. Takut kecewa jika harus mengharapkan. Takut sendiri kalau mau mendekatkan diri. Berusaha keras untuk tidak minta pertolongan apalagi menggantungkan diri. Ternyata, saya harus kejungkir dan terbalik. Gengsi harus saya kantongi. Mau apa,kemudian? ya....terimakasih saja Tuhan, saya masih KAU tempeleng.

Kemplangan ketiga, saya merasa hidup sudah terlalu enak. Punya segalanya sih tidak,tapi paling tidak bisa sedikit bernafas lega dan cengengesan lebih sering. Suami, ada. Dicintai, iya (walau gak dimuluk-muluki). Teman, hebat-hebat, tinggal sms-tinggal telpon-tinggal bilang-tinggal pesan. Kesehatan, tidak ada keluhan. Terus......tiba-tiba , JUEDER!!!! Saya terjerembab, nyusruk ke dalam ketidakpastian tentang keajegan ini. Wow, Tuhan memang punya skenario jitu untuk memutar isi kepala saya yang (mungkin) hampir congkak.

Ternyata, saya ini bukan siapa-siapa, tidak berkuasa apa-apa. Saya bisa saja kehilangan segalanya dalam hitungan detik. Dan, pada saat ini, dalam hitungan detik saya cuma bisa merasakan sensasi bahwa saya pernah diberi kesempatan untuk hidup. Lalu saya akan hilang, tak berarti apa-apa. Itu saja.

Tuesday, February 24, 2009

That's about my love , for you

Times I was unsure 'bout anything or anyone,
as we exchanged glances from a distance,
our hearts met somewhere people could never find

without any promises we could never make
we allowed the time to decide for
us to be, or not to be, together

they say, "True love last forever"
they say, " Love wont betray"
I say, " I love you ....
anyway"


You don't paint the blue sky,
nor drop the rain in the crazy hot summer day
but I chose to be with you for final say

shall I be gone for good and forgotten
or the love we once knew is gone
I'll say " I love you the same"


For a very good friend in doubt and pain, Feb 2009

Monday, February 02, 2009

When it rains ...

you've got blurred vision
feel the chills to your bone
till you can barely walk

as the wind blows harder
the umbrella would even hurt you
so you have to let go

let go, mate, let go
as the rain comes
with the thunder and crazy winds

just for sometime in your life ......
you will have to let the rain pour down on your face
freeze you , keep you feel unprotected, lose balance

you might be swamped in the mud and dirt
as well fall to the ground
with no one to help a hand

you might cry, weep and whine
till you can no longer hear your own voice
with no one lend the ears

when it rains, my dear friend...
u will wipe your tears and put your chin up
as the sun is no where to be found

it is in your heart,
only in your heart,
again in your heart....

January rain 2009

Monday, January 19, 2009

Saya (dan saya yang lainnya)

Saya memang tidakpernah konsultasi kepada psikolog apakah saya berkepribadian ganda. Tapitanpa seorang ahli jiwa atau pengembali jiwa, akhir-akhir ini saya merasa berada dalam tubuh yang salah, melihat dengan mata yang salah, mendengar dengan telinga orang lain, dan berbicara menggunakan mulut entah siapa.

Hari-hari yang berat ini bukan berjudul kepura-puraan. Siapa pun yang pernah berbincang dekat dengan saya biasanya menganggap saya tak pandai satu hal : pura-pura. Pura-pura sedih saja tak bisa, apalagi pura-pura senang. Let alone pura-pura cinta.

Mensikapi kejadian buruk, hey semua orang punya kiat untuk menjadi sabar, bijaksana, in control. Bagaimana dengan mensikapi pikiran yang buruk, kawan? It's all in your mind. Bahkan di depan altar dalam upaya meminta petunjuk dan pengampunan pun saya tidak bisa berhenti mengutuki pikiran buruk itu.

Demi etika kesopanan saya tidak bisa menjadi diri saya. Padahal saya muak bermanis muka, mendengarkan, mencoba menerangkan, meyakinkan. Saya terlanjur melabelkan kondisi ini a, dan akan berakhir b. So predictable.

Demi niat baik saya tidak seharusnya membanting pintu, membanting barang-barang di sekitar saya, pergi kemana pun saya mau untuk tidak kembali. Bagaimana pun dulu saya terlanjur berjanji untuk mencoba , mencoba dan mencoba. Lagi, lagi dan lagi.

Wednesday, January 07, 2009

On the contrary

Kalau tidak lucu, jlimet atu aneh, itu bukan hidup namanya. Tuhan punya aturan, skenario, alur cerita yang serba-neka. Kalau mau (pura-pura) bijaksana, kita bisa katakan: Itulah cobaan. Kalau mau menerima, pasrah, kita tinggal mengatakan : Ini sudah suratan nasib. Kalau mau berontak, anti sedih dan ditindas, kita boleh menyatakan : Semua ada konsekuensinya, tinggal pandai-pandai menentukan pilihan.

Rumah yang cukup besar dan sejuk, itu bukan rumah kami. Saya juga bukan anak pemilik rumah. Bisa saja dalam hitungan waktu saya tercoret dari status pernikahan dan saya harus hengkang. Well, tapi saya juga boleh memilih untuk hengkang dari sana, dengan atau tanpa keluarga saya bukan?

Tapi, keadaannya tidak sesederhana itu. Di dalam rumah ini, ada yang disebut merajan (tempat sembahyang) dan jika anda tidak percaya , didalamnya ada penghuninya yang kami sebut leluhur yang harus dirawat dan diperhatikan. Ada kehidupan di sana. Anda pasti pikir: gampang, bawa aja tuh tempat sembahyang plus penghuninya. Hehe.Ada penghuni lain, dua manusia yang darah daging suami saya . Kembarannya, seorang wanita yang baru setahun bercerai dan anak perempuannya berumur 5 tahun.

Saya mungkin berhati batu, saya tidak tahu. Yang jelas, saya hanya menantu dari ibu sang wanita kembaran suami saya itu. Jika ada selisih paham, pihak mana yang mengadu? Siapa yang akan dibela? Siapa yang akan ditegur dan kupingnya menjadi merah karena tak bisa marah atau tidak menerima atau merasa dituduh?

Saya mungkin egois, saya tidak tahu. Saya harus bangun pagi dan memandikan anak-anak sebelum kekantor, tiba di rumah sepulang kantor ingin bersama anak-anak saya saja (tanpa orang lain), bermain dan mengajarinya sebelum menidurkan saya tepat waktu supaya mereka bisa bangun pagi (dan sempat saya mandikan sebelum ke kantor) . Untuk saya jadwal hidup yang teratur, kenyamanan anak-anak saya, eksluksivitas perhatian saya terhadap mereka adalah hal yang penting. Jika keadaan tidak cukup nyaman untuk anak-anak saya, saya merasa berhak untuk memberi perimeter dalam garis yurisdiksi saya.

Saya mungkin tidak penuh cinta, saya tidak tahu. Saya tidak punya nada merayu, hanya datar. Jika saya marah, saya marah. Tak peduli , pada setan pun saya bisa marah. Saya melotot, menyalak, tapi saya tidak menyumpah serapah. Saya keras menerapkan peraturan tertentu kepada anak-anak saya. Kata kuncinya : regularity, consistency, consequences. Jika anda bukan anak saya, saya tidak memaksa dan bukan tanggung jawab saya mendidik anda, apalagi anak anda.

Saya mungkin tidak mau menjadi belas kasihan orang lain, saya tidak tahu. Hidup saya memang penuh kesusahan. Tapi jangan berani-berani mengulurkan tangan kepada saya karena kasihan. Saya tidak mau anak-anak saya dibesarkan di lingkungan orang-orang yang mengasihani mereka. Mereka harus berusaha, dan kadang-kadang kecewa karena menerima kenyataan.

Saya mungkin batu, lebih memilih dianggap tidak ada. Saya tidak tahu lagi. Tapi satu yang saya tahu, saya tidak suka dipaksa menjalani hidup yang bukan hidup saya. Kita memilih untuk bahagia atau tidak bahagia, berdamai atau bermusuhan, memahami atau tak acuh, cemburu atau merasa dicintai.