Friday, October 19, 2007

the overemphasized vacation



Awalnya kami berpikir liburan lebaran yang panjangnya 2 minggu itu lebih baik dipergunakan untuk mengunjungi kakiang dan niangnya anak-anak, karena sejak tiba di tanah air kita belum berkesempatan pulang ke Bali.

Lalu mencarilah kami tiket murah; untuk 5 orang termasuk 3 krucil: Wisnu, Akira dan Andhika dengan budget 5 juta pulang pergi. Tentunya anda bisa menebak bahwa kami memilih maskapai apa. Penerbangan malam, tanpa makan/minum (kecuali anda mau beli), boarding pass nya tak bernomor kursi (sehingga begitu gate ke pesawat dibuka, semua orang berlarian berebutan kursi) demi keterjangkauan kocek.


Kehebohan demi kehebohan sudah terjadi pada masa persiapan keberangkatan. Antara lain, pembelian tiket pesawat lewat internet dengan kartu kredit bank anu yang sungguh independent, sehingga untuk melakukan transaksi saja kita tidak bisa memutuskan sendiri, karena si bank itu sangat mau-maunya sendiri: perlu konfirmasi sebelum transaksi, menunggu 10 menit baru bisa dibuka linenya.

Kehebohan lainnya mencari hotel untuk 2 malam sebelum kita bertolak ke Jakarta, karena Kakiang dan Niang tinggal di Singaraja dan akan ada acara sendiri, sehingga kami lebih baik mencari tempat tinggal sekitar Denpasar. Rata-rata harga hotel yang ditawarkan travel agent sangat fantastis: tak terjangkau, dengan dalih "high season price". Akhirnya kita dapat satu hotel, dan karena Aji yang melakukan pemesanan kamar, entah kenapa bisa akhirnya tawar-menawar harga hotel. Karena kita mah bukan orang Bali, jadinya pengen cari hotel yang bagus, bersih, kamarnya besar, sea view, ada spanya. jadilah kita memilih disini.

Kehebohan ketiga, adalah berupaya membuat anak-anak duduk tenang selama perjalanan. Awalnya ibu duduk bersama Wisnu dan Akira yang sudah dapat tempat duduk sendiri, sedangkan Aji memangku Andhika. Ternyata 90 menit penerbangan dengan 3 balita sungguh menantang. Pertama, Akira berdiri di atas kursi dan cengar-cengir dengan penumpang di belakang kita lalu diikuti Wisnu melakukan hal yang sama. Kemudian, Akira mulai melompat-lompat dan berteriak tak karuan, minta pindah duduk dengan Aji, sementara Andhika harus duduk dipangku. Melihat Akira jumpalitan, Wisnu juga ikutan ingin duduk dengan Aji. Pertengkaran dimulai dan akhirnya Aji tukeran tempat duduk dengan ibu. Walah, itu belum apa-apa. Andhika juga meronta ingin ikut Aji, akhirnya 3 anak duduk dengan Aji. Baru tenang sebentar, Akira minta dipangku Aji dan Andhika menangis karena tidak kebagian tempat, Wisnu menangis minta pindah dipangku ibu. Welehhhhh.....ada beberapa menit 3 anak menangis bersamaan sementara ibu dan Aji rasanya pengen pura-pura tidur atau cepat-cepat turun dari pesawat.

Kami tiba di Denpasar sekitar jam 22.00 WITA dan berlanjut ke Singaraja. Mereka tidak rewel di perjalanan dan malahan tertidur karena capek. Selama 2 hari di rumah Niang dan Kakiang, anak-anak badannya demam, selera makannya menurun, pilek karena malamnya tidur dikamar yang dipasangi kipas angin. Akira yang sedang berada di periode tak mau pakai celana, sempat pipis dimana-mana dan pup di ruang makan. Pokoke heboh.

Hari Kamisnya, kami meninggalkan Singaraja untuk bermalam di hotel. Kelihatannya anak-anak bisa lebih beristirahat meskipun selera makannya masih belum pulih dan frekuensi pertengkaran dan tantrumnya tidak mereda. Paling tidak ibu sempat pijat, anak-anak sempat main di pantai, aji sempat foto-foto. Masing-masing kelihatannya punya kebahagiaan sendiri-sendiri.


Pantai Sanur yang tidak sepadat Kuta sehingga suasananya cukup menenangkan. Kita sempat makan malam di restauran-restauran mungil nan cantik dan romantis di pinggir pantai sampai matahari tenggelam. Ya, dengan 3 balita tentunya acara makan malam diwarnai oleh makanan tumpah, Akira matanya kemasukan pasir, Andhika berdiri di high chair dan merebut makanan Akira sehingga mereka berdua bertengkar.

Senang? Oh....senang. Hanya saja, to live in reality means having a vacation with 3 kids and no nannies is not necesarily more fun than staying at home.

Tapi hidup kan perlu selingan. Walau selingan itu berarti..well, whatever it means.
























Sunday, September 30, 2007

Raja Pisang







Anggota kami yang termuda, Andhika jarang kebagian giliran diceritakan ya?


Sulit untuk diceritakan kekaguman saya terhadap keberadaan si bungsu Andhika. Fighting spiritnya itu lho...sejak masih berbentuk janin sampai bisa lahir ke dunia dan sekarang sudah berumur 16 bulan.
Saya baru ngeh keberadaan Andhika pada bulan ke-4 kehamilan, karena sebelumnya tak mengalami masa mengidam, tidak ada keluhan meski saya harus beraktifitas : berjalan jauh, seringnya membawa beban berat belanjaan plus 2 anak, naik-turun tangga apartemen di lantai 3, mengurus rumah tangga, menyusui Akira, menghadapi segala polah the terrible two Wisnu. Phew... Belum lagi saya sempat sakit cacar di trisemester ke-2 yang pake acara demam tinggi namun tak bisa minum obat. Oalah sakitnya.... Di kehamilan ke-7 bulan sempat lari sekencang dikejar setan di bandara Narita karena pintu pesawat sudah hampir tertutup dan ground floor crew tidak tahu saya sedang hamil (karena badan saya kalu hamil tidak serta-merta menjadi gemuk kecuali perut dan itu pun tertutup sweater) sehingga dengan semangatnya menyuruh saya lari " ayo mbak, lari lebih kencang! lari!" .Weleh.... sejuta blessing dari Tuhan bahwa Andhika lahir dengan sehat.

Kemarin, kebun di Citayam panen pisang. Pisang raja bertandan-tandan langsung diserbu oleh Andika dan Akira. Yang heboh adalah, Andhika dengan tidak sabarnya memegang pisang di kedua tangannya sampai dia sendiri bingung mau menyuapkan pisang dari tangannnya yang mana. Belum habis pisang yang dimulutnya, karena dia lihat ada pisang di tangan kirinya, dia masukkan lagi pisang ke mulutya. Terus melirik ke tangan kanan "eit ada pisang juga". Ya dijejelin sendiri ke mulutnya yang sudah penuh pisang.





Gak disangka dia ketawa-tawa sendiri sambil makan pisang. Sayang fotonya gelap niih...

Ini foto bisa dijudulin "raja pisang makan pisang raja" sebenernya.




Ternyata pisang bisa mengakibatkan ectacy juga ya?