Saat "merasa" hati ikhlas, menerima, akan datang belokan tajam yang membuat kita terpelanting dan mempertanyakan diri sendiri : apa iya?
Ingat perkara hadiah. Hadiah, adalah sesuatu yang diberikan dan suka-suka sang pemberi hadiah. Penerima hadiah sepatutnya berterima kasih. Sudah bagus diberikan hadiah. Lucunya, saat penerima hadiah lainnya merasa lebih berhak mendapatkan hadiah tersebut, kenapa harus marah? Kenapa tidak kembalikan lagi kepada keputusan sang pemberi hadiah? Kembalikan saja jika perlu.
Namun beberapa orang memiliki anggapan berbeda tentang hadiah ini. Ada yang mengharapkan sejak lama untuk menerimanya. Barangkali bertahun-tahun membuat gambaran mental untuk datangnya hadiah ini yang akan begitu berkesan dalam hidupnya. Lalu kecewa begitu kenyataannya berbeda dengan angan-angannya.
Inilah sebenarnya seninya menjadi penerima hadiah. Mau memilih kecewa atau senang dengan hadiahnya. Tak perduli apapun rupa dan isi hadiahnya, maupun saat diberikannya.
Hadiah itu bisa dianggap anugerah atau musibah. Jika anugerah, seolah tidak ada syarat dan ketentuan yang dipermasalahkan, tidak ada lagi orang yang berhak selain diri kita untuk menerimanya. Sebaliknya jika hadiah dianggap sebagai musibah, mengubah perasaan ini kalau bisa dialihkan saja kepada orang lain.
Lupa seringnya bahwa kita tidak punya kendali terhadap apa jenis hadiahnya. Masing-masing dari kita mendapat gulungan undian dengan nomer masing-masing yang sudah diperuntukkan. Yang dapat kita lakukan adalah menunggu, antri giliran menerimanya.
Bolehkah bernegosiasi atau menawar kadar hadiahnya? Silakan mencoba. Mencoba dengan berdoa dan bersikap yang dapat diterima sang pemberi hadiah selama kita berdiri dalam antrian. Berdirilah dengan sikap yang menyenangkan, tidak menginjak kaki orang yang berada di belakang kita atau menyumpahi orang yang di depan kita, atau mencemoh orang-orang lain yang baru saja menerima hadiahnya dan membuka hadiahnya di hadapan kita.
Mengapa? Karena kita tidak berhak menghakimi para penerima hadiah. Sebagai sesama penerima hadiah dilarang saling membully. Posisi kita semua sama, hanya sedang mendapatkan giliran yang berbeda.
Ada salah satu pihak yang dipercaya sebagai distributor hadiah. Ingat, mereka pun hanya menjalankan apa yang mereka dapat jalankan. Jika mereka tidak melakukan seperti yang seharusnya, atau merugikan kita, mengapa kita merasa berhak menghakiminya? Sang pemberi hadiah Maha Mengetahui apa yang terjadi dan sudah memiliki alat ukur untuk mengukur KPI mereka. Serahkan saja pada ahlinya. Sekali lagi, terima saja, wong peran kita sebagai penerima hadiah. Titik.
Masih berani menghujat sang Pemberi hadiah? Sungguh?