Gambar 3. Ruang Tamu Dan tiba di saat serpihan kayu berjatuhan, dan bahkan tiang penyangga tidak dapat dipastikan seberapa persen dapat menopang. Masih bisa berjalan di bawahnya, tidur nyenyak dan bermimpi besok akan baik-baik saja. |
Gambar 4 . ruang tamu Memang rumah ini akibat seorang pesakitan yang pun akan diobati kemungkinan sembuhnya kecil. Barangkali beberapa orang lupa jasa rumah ini sebagai tempat lebih dari sekedar berteduh. Tempat ini pernah menjadi wadah kebersamaan yang disebut "keluarga". Benang merah antar pribadi yang mengikat meski ada perbedaan pendapat, sifat dan tabiat. |
Gambar 5. Tampak dalam atap |
Bahkan beberapa orang pun lupa bagaimana perjuangan untuk mendapatkan rumah ini, atau bahkan mempertahankannya. Jerih payah dalam membanting tulang atau menyisakan uang untuk membuat rumah ini berdiri seperti ini.
Gambar 6 Tampak Atas atap Tapi tidak ada yang dikatakan atau dilakukan si rumah. Karena tugasnya hanyalah menaungi siapapun yang tinggal di dalamnya. Jiwa dalam bangunan yang mendengar setiap bait doa, menyaksikan segala peristiwa yang terjadi di dalam setiap jengkal bagiannya. |
Gambar 7 . Tampak Depan Beberapa pertanyaan tetap akan tidak bisa dijawab secara adil untuk semua orang. Karena adil bukan berarti sama rata bagian yang diberikan. Karena keadilan hanyalah dimiliki oleh Yang Maha Adil. Seberapapun kita menggugat keadilan, jawabannya hanyalah tingkat keihklasan. |
Gambar 8 . Rangka baru Jika untuk merobohkan rumah itu lebih mudah untuk dijalankan karena sebuah ego , agar pihak lainnya tidak mendapatkan manfaat yang menurutnya bukan sepantasnya dinikmati... Jika hanya perlu sepenggal konstruksi tembok agar semuanya jelas batasnya , jelas hak masing-masing, jelas harta dan kepemilikan... Bila kesiapan didefinisikan waktu dan biaya, bukan penerimaan hati dan timbang rasa ataupun cinta kasih terhadap suatu bagian yang pernah jadi suatu yang utuh.... Namun atap tak mungkin berdiri tanpa sangga dibawahnya , fondasi yang kokoh mengakar ke bumi. Atap itu serupa payung yuridiksi pembagian tentang keduniawian, yang dianggap lebih kental dari darah. Fondasi ke dalam bumi adalah sesuatu yang tetap ada di dalam hati masing-masing -- alasan melakukan apa pun yang dapat dibenarkan dan dibuat seolah masuk logika dan realita. Tembok fisik tidak pernah akan sama dengan partisi kepentingan ataupun keuntungan ... Selembar akta buatan manusia tidak akan bisa membatasi persaudaraan... Bahwa hidup harus dijalani, dilakoni dengan segala pemaknaan. bahwa segala nikmat Tuhan datang dalam bentuk yang kadang tak dipahami manusia, apalagi disyukuri, bahwa dalam setiap doa yang dipanjatkan selalu dimulai dengan permohonan ampun kepada sang Pencipta agar dihati kita selalu dapat memaafkan dan berlapang dada karena sebaik-baiknya rumah adalah yang didalamnya ada rasa kasih sayang dan penuh rasa syukur kepadaNya. |
No comments:
Post a Comment