Sunday, May 21, 2006

Balada mencari Play Group

" jadi wisnu mau sekolah dimana?"
"belum tahu...masih cari-cari" (baca: cari info sambil cari duitnya!)
"wahh...padahal kan sebentar lagi sudah bulan Juli"
" iya siiih.."

Begitulah pertanyaan yang dilontarkan kepada kami dan belum bisa kami jawab. Sungguh bukan hal mudah. Padahal sudah hampir 2 bulan kami mondar-mandir cari info, telepon sana-sini, mengikuti trial class sana-sini. Hasilnya? Makin bingung?

Kami yang tadinya berniat mencari sekolah "terbaik, ter-up-to-date" untuk Wisnu, jadi makin kebingungan. Rata-rata sekolah yang kami datangi untuk trial class malah jadi meragukan niat kami untuk menyekolahkan Wisnu di sana.

Kesimpulan sementara dari penjelajahan 2 bulan ini:

Pertama, hampir semua Play Group dan TK yang tersebar di Jakarta terkena wabah "Montessori". Dari sekolah kecil sampai sekolah mentereng mengklaim mengadopsi metode Montessori. Terus terang, kami saja yang pernah sedikit berkenalan dengan filosofi pengajaran untuk anak usia dini (gara-gara menerjemahkan buku dan mneginterpret untuk sebuah NGO yang membantu proyek Diknas untuk melatih para guru dan kepsek TK seluruh Indonesia) tidak bisa sepenuhnya paham kegiatan belajar berbasis montessori.

Yang lucu , ada sekolah yang berani bilang "kami mengambil metode montessori hanya untuk kegiatan motoriknya saja". Dalam hati, bukankah yang namanya metodologi tidak bisa sepotong sepotong diambilnya?

Terus ada sekolah yang mengatakan" kalau kami sih asli montessori dari singapura, saya (kepseknya) belajar di Singapur". Loh bukankah yang namanya Maria Montessori itu aslinya orang Italia dan kemudian sesudah beliau meninggal partnernya yang bernama Helen Khraust menyebarkan penelitian lebih lanjut ke Amerika dan Jepang? Herannn....

Soal Montessori ini bukan satu-satunya "bahaya". Mungkin anda tahu, bahwa beberapa sekolah tersebut pun menyatakan dengan berani bahwa mereka menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Tunggu dulu, bukan lantaran ibu guru bahasa Inggris jadi semangat memilih sekolah semacam itu....tapi begitu melihat keadaan dalam kelas, lahhhh...malah mengkhawatirkan!! Gurunya sendiri masih kesulitan menggunakan bahasa inggris yang baik, benar, alih-alih bisa dimengerti oleh siswanya. Nah kalo gurunya mencontohkan bahasa yang salah, kan judulnya Wisnu bakal belajar yang salah terlebih dahulu. Argggghh!!! Kenapa sih musti memaksakan "trend bilingualism"?

Belum lagi urusan kurikulum sekolah tertentu yang dengan optimis berniat mengajarkan "matematika dan membaca" sedini mungkin. Ada seorang kawan yang bercerita bahwa guru sekolah TK tega-teganya menghukum siswa dikurung di kamar mandi yang gelap karena anak tersebut tidak bisa menulis dengan rapi. Hiii...bergidik rasanya membayangkan anak umur 4 tahun menangis tersedu-sedu untuk pemaksaan hal yang tak perlu.

Kami tidak meminta agar Wisnu menjadi anak jenius. Sungguh tidak. Memang pasti bangga kalau anak kami bisa lebih menonjol dibanding anak-anak lain, namun sesungguhnya ada hal yang lebih penting dibanding itu semua: ia diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Selebihnya, kami sebagai orang tua hanya bisa berdoa, memberikan dukungan moral, mengusahakan dana. Begitu bukan?




http://imsmontessori.org/whatismontessori.htm
http://www.edith.nl/telmie2/reforped/princm/princm.html

3 comments:

Anonymous said...

Ga nyangka deh cari sekolah buat anak itu susah. Tcck..tcckk...Wisnu jg pasti binun ya, diajakin trial class melulu, kapan sekolahnya, Bu?

Mariskova said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Mariskova said...

Ayooo.... truskan mencari. Nanti kesimpulannya diumumkan ke khalayak ramai ya. Biar bisa dijadikan bahan acuan hehehe...