Friday, August 31, 2007

Mistakes that we make-- as parents

Selama hampir 5 tahun jadi ortu untuk 3 orang GPK (gank pengacau kecil-kecil) kami , ada beberapa hal yang kebablasan. Padahal kami gemar mengkoleksi buku-buku pendidikan, menghadiri seminar untuk ortu, diskusi sampai berdebat mengenai pendidikan anak. Ada saat-saatnya akhirnya kami sendiri mempertanyakan : kenapa Wisnu begini? kenapa Akira begitu? kenapa juga Andhika begono?

Rasanya jadi ortu itu niatnya harus bisa melebihi jadi malaikat. Atau paling tidak ahli nujum deh. Lha, iya. Apa namanya kalau harus berperan serba tahu dan serba betul. Tidak boleh salah. Tidak boleh nyeleneh. Tenan!

Pasal apa saja yang sering kami langgar?

1. Mematikan kreativitas anak

        Kalau pakar pendidikan menggembar-gemborkan slogan "pupuklah kreativitas anak anda", kami memang seringnya manggut-manggut setuju. Apalagi kalau sang pakar bilang " Anak yang pintar itu punya kreativitas yang tinggi". Wah, wah, wah, rasanya kami ingin tepuk tangan sambil berteriak "Hidup kreativitas".
        Namun, ternyata hanya BETI (beda tipis) antara kreativitas dan kekacauan. Anda yang pernah jadi ibu rumah tangga penuh waktu tanpa pembantu dan tinggal di apartemen yang kudu dijaga kesuperbersihannya demi menghindari denda yang tak terjangkau kocek mahasiswa, mungkin bisa ikut membela kami: apakah hal-hal dibawah ini masih dianggap kreativitas murni:
a. toilet paper ditarik dari toilet, lalu disobek-sobek kecil dan dimasukkan ke dalam gelas untuk dihancurkan dengan sendok sehingga bak cuci piring anda tersumbat
b. kacang kedelai disebar di seluruh ruangan karena semata-mata anak anda senang dengan bunyi kacang kedelai yang bergulir di lantai kayu.
c. koin uang logam disusun di railing sliding window sehingga jendela tidak bisa ditutup atau dibuka alias MACET
d. mencoret dinding dengan lipstik
e. tepung terigu, gula pasir, susu bubuk ditumpahkan balita anda ke lantai sementara bayi anda yang sedang belajar merangkak akhirnya bermandikan 3 unsur tersebut sementara anda sedang menggoreng ikan.
Mana yang disebut ajang kreativitas, mana yang semata ajang kekacauan?

2. Melarang mencintai binatang

Kesalahan kedua kami sebagai ortu adalah melarang mencintai binatang. Dosa banget ya kedengarannya. Tapi rasanya lebih berdosa deh kalau kami memperbolehkan bocah-bocah itu pura-pura mencintai binatang sampai mati. Saking cintanya mereka pada binatang, sampai-sampai para binatang itu mati!

Diawali dengan keadaan dimana suami dan saya punya rasa sentimentil tentang binatang peliharaan karena waktu kecil dilarang memelihara binatang. Nah, alasan sentimentil ini pula yang akhirnya kebablasan : memperbolehkan anak kami memelihara binatang.

Percobaan pertama : Wisnu memelihara kura-kura.
Pada waktu itu Wisnu melihat kura-kura kecil dijual di supermarket. Sementara saya berbelanja, akhirnya saya perbolehkan Wisnu memegang kura-kura yang ditempatkan dalam kotak styrofoam yang diberi sedikit air dan daun selada dan ditutup dengan plastik wrap. Belum sampai 5 menit, airnya sudah tumpah dan kura-kuranya menggelepar di lantai supermarket (untungnya kura-kura, bukan ular). Akhirnya si pegawai supermarket membungkus kembali sytrofoam dan mengepel lantai sambil manyun. Dan itu terjadi 3 kali sampai akhirnya saya memutuskan kabur ke kasir demi si kura-kura dan meninggalkan barang belanjaan lainnya.
Haripertama kura-kura di rumah, dikeluarkan dari kandangnya. Walhasil? Kucing tetangga dengan sigap melahap kura-kura itu disertai teriakan histeris Wisnu. Setelah hari itu : tidak ada cerita beli kura-kura.


Percobaan kedua: Akira memelihara ikan

Awalnya Akira selalu antusias jika melihat gambar ikan di komputer atau di buku cerita. Bisa dibilang kata "ikan" adalah kata kedua yang bisa disebutkannya dengan jelas pada awal kemampuan bicaranya nampak setelah kata "aji" (panggilan untuk ayah dalam bahasa Bali).
Suami saya yang baik hati itu sebenarnya berniat membelikan akuarium air laut nan mahal untuk Akira. Saya tidak berusaha mendebat, tapi tidak juga mengiyakan. Tapi begitu ada kesempatan, saat kami melewati penjual ikan hias yang murah, saya ajak mampir hanya untuk lihat-lihat. Benar dugaan saya, dibelikanlah anak-anak beberapa ikan dalam akuarium mungil plus aeratornya. Cukup optimistik. Tunggu saja tanggal mainnya.

Hari pertama, ikan-ikan itu dijejali makanan ikan yang terlalu banyak karena semangatnya sang pemelihara ikan. Akibatnya, keesokan harinya sudah ada ikan yang mati. Masih belum shock. Ada kesan bahwa anak-anak memang belum mengerti, diberitahu saja. Ahem.

Hari kedua, sementara kami sembahyang, dupa (hio) wangi dicelupkan ke dalam air dan digunakan untuk mengaduk-aduk akuarium. OMG!!! Jelas ikan-ikan itu mabuk dengan zat kimia yang terkandung di dalam dupa. Mati lagi 2.

Hari berikutnya, Wisnu dan Akira bermain busa sabun. Dannnn...benar sekali dugaan anda, ditumpahkanlah busa sabun itu ke dalam akuarium. Dan kontan terjadilah proses genosida . Jika ada kawan yang berkomentar "itu sudah karmanya", saya cuma bisa angkat alis --sebelum angkat kaki.

Setelah insiden itu, keluarlah peraturan baru : DILARANG MEMELIHARA BINATANG APAPUN.


3. Bersabar dan tidak marah itu tidak wajib hukumnya.

Kesalahan saya yang terbesar rasanya: menjadi tidak sabar. Mentang-mentang jadi ibu, dikutuk jadi orang sabar gitu? Tunggu dulu.Suami saya memang punya stok kesabaran lebih banyak. Tapi apakah anda tidak naik pitam jika :

a. Lap top anda dicukili tombol keyboardnya semua sehingga memasangnya kembali dibutuhkan waktu hampir 2 jam sementara anda punya tenggat waktu menyelesaikan laporan.
b. Pada saat yang tepat: anda sakit perut dan perlu BAB, anak anda menangis berguling-guling di depan kamar mandi minta masuk.
c. Anda sudah terlambat, saat naik ke mobil dan siap berangkat ke kantor, anak anda yang baru bangun tidur menangis melolong "mau mandi sama ibu" berkali-kali, akhirnya anda turun dari mobil dan memandikannya, baju anda basah terkena semprotan air dari shower, anda harus segera ganti baju sehingga memakai baju yang tidak match dan harus ketemu klien penting pagi itu.
 
Sehingga kalau  sampai ada mata melotot, nafas berdengus dan hardikan keras memanggil nama anak kita, apakah merupakan pelanggaran hak asasi anak?




2 comments:

Mariskova said...

Harus ke toilet sementara si kunyil minta ikut masuk?

Been there, done that, not yet mastered it...

Niken said...

Pusing ya ngerawat anak. Suka kasian juga sama Aya krn suka dilarang ini itu demi menjaga kebersihan rumah..bener2 mematikan kreatifitas dia.