Sunday, September 12, 2010

Pelanggan adalah...

Konsep "pelayanan pelanggan" mungkin masih terlalu abstrak bagi rata-rata orang. Tulisan guede itu cuma jadi pajangan di meja tempat wanita bersenyum manis duduk tanpa paham fungsi keberadaan pekerjaan yang mewakili tulisan itu.

Berbeda dengan negara Jepang seperti yang disebutkan oleh Konosuke Matsushita, pendiri Matsushita Electric, yang menganggap pelanggan adalah Dewa, di NKRI ini pelanggan belum mendapat predikat apa-apa.

Saya punya banyak pengalaman buruk sebagai pelanggan. Sebutlah beberapa mingggu lalu.

Setting 1 : rumah sakit (UGD)
Saya membawa ibu saya yang berusia 71 tahun dan sulit berjalan karena keluhan diare selama 2 hari. Begitu kami melarikannya ke RS, di depan unit UGD, keluarlah perawat pria yang sudah siap dengan kursi roda:
" Ada 2 yang mengantar ya? Satu yang antar masuk ke UGD, satunya daftar dulu"
Sungguh sapaan yang tidak menyenangkan. Dan keadaan semakin tak menyenangkan, saat saya tinggal sebentar ke kamar kecil. Setelah saya kembali dari kamar kecil, tiba-tiba saya disodori surat:
" Tanda tangan ya di sini, tadi sekalian pasang infus, cek lab".
" maksudnya?" jawab saya garang.
" ya, tanda tangan aja di sini. tadi kan cek lab."
" cek lab? lab apa? urin? atau darah? atau feses?"
" ya tadi cek lab untuk lekositnya.  kan diarenya sudah lebih dari 10 kali, jadi tanda tangan aja"
" SAYA TIDAK MAU TANDA TANGAN. Kenapa tidak minta persetujuan saya terlebih dahulu, baru mengambil tindakan? Lagipula ibu saya baru ke belakang 3 kali, bukan sepuluh kali. Siapa yang bilang 10 kali?"
" tadi situ gak ada, jadi sekalian aja"
" wah,tidak bisa begitu dong. memang tidak bisa menunggu barang sebentar? saya hanya ke kamar kecil, memangnya sekritis apa sehingga tidak bisa menunggu sebelumnya?"
" ya kalau gak jadi, ya gak apa-apa"
Nafas saya memburu.
" jadi gak jadi nih?"
" TIDAK".
Celaka dua belas. Untung hanya diare, kalau sakit lainnya apa tidak berabe? Complaint saya kepada dokter pun tidak dianggap sesuatu yang besar. Tak ada pula permintaan maaf dari dokter. Parah.

Situasi 2 : kedai yogurt
Setelah mengambil yogurt, tibalah saat membayar:
" berapa semuanya?" tanya saya.
" 74.100. ada uang 100 rupiah? " tanya sang kasir.
Saya merogoh kantung, tas, dompet. Tak ada uang 100 rupiah.
"adanya 200 rupiah"
"ya gak apa-apa. ini kembalinya jadi Rp 26.000. tadi uangnya Rp 100.000".
Saya bengong. Bukankah harusnya dia yang minta maaf karena saya jadi membayar kelebihan Rp 100? lah kok jadi saya yang minta maaf?

Situasi 3 : toko buku
Saya tengah mencari stamp bed pada untuk anak. saya cari-cari tak bertemu
" ada di sebelah mana ya yang anti toxic"
" gak tau, cari aja di dalam" tanpa bergeming sedikt [
Hampir saja kepalan saya mendarat di pipi si jkasir.  Grrrrrrrrrrrrrrrr...

3 comments:

Daffodil said...

ampe bosen ngajarin orang. begitu nemu kasus rasanya pengen ngedumel.

Anonymous said...

Memang kadang-kadang dalam kehidupan ini sering apa yang kita pikirkan ,tidak sesuai dengan apa yang dipikir orang lain,itulah sebabnya agama mengajarkan tentang banyak sabar dan bersyukur untuk semua hal ,agar kita dapat merasakan kehadiranNya untuk ikut serta menyelesaikan segala permasalahan hidup kita,makanya jangan pernah lepaskan segala rasa Cinta kita pada NYA selalu memujaNya dalam susah mopun senang agar kita selalu mendapat kurnia,Allah itu baik ,jangan pernah lupakan itu ,selama kita berjalan di jalan yang lurus tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dengan rasa damai.

Anonymous said...

Semoga kita selalu menjadi orang yang penuh syukur dalam hidup ini agar kita bahagia . karena pada perasaan yang bahagia tidak ada sesuatupun yang bisa membuat kita menjadi manusia yang tidak pandai mendengarkan atau melihat rencana Allah buat kita,untuk apa sih sebenarnya tujuan Nya menghadikan kita ke dunia ini.Banyak sebenarnya jalan yang bisa kita lalui ,tanpa harus selalu mengeluh dalam kehidupan ini asalkan kita selalu berbuat baik seperti yang Allah mau.Insya allah semua pasti bae-bae