Wednesday, September 20, 2006

Alkisah tentang Pak Bos

Akhir-akhir ini saya teramat sangat menjadi sentimental. Entah karena sudah mau musim hujan, atau musim duren; atau gara-gara semua kaset love song jaman jebot keluar dari lemari dan saya putar dengan walk man butut pulak.

Di tengah kesibukan di kantor yang sedikit memaksa saya berangkat lebih pagi dan pulang agak telat plus makan siang di hadapan komputer sambil bikin report, tetep aja suasana kantor makin tidak kondusif. Bukan karena rekan kerja atau boss; tapi kebijakan-kebijakan dan aturan main dari jajaran super atas yang mengakibatkan garuk-garuk kepala dan menambah kerut-kerut di sekitar mulut dan kening. Sumpah serapah saya adalah : katro banget seehhh!!

Lalu kemarin siang, mantan bos saya bertandang ke ruangan saya. Kaget. Lha, katanya sudah mengundurkan diri ? Wong jumat lalu seantero jagad sudah didadahin. Kata beliau " Hari ini, hari terakhir, Ken. Saya sekalian mau titip surat perpisahan saya untuk para kepala Afiliasi."

Bapak saya ini....memang unik. Saya ingat betul, beliau ini rela ngebela-belain membalas sms saya pada jam 2 dini hari, sesaat setelah saya mengabarkan kelahiran putra pertama. Bukan cuma itu, beliau mengabarkan semua staff detik itu juga, yang tentunya bikin para staffnya kaget --dikira ada kabar darurat yang mengganggu kemaslahatan masyarakat.

Beliau ini juga mati-matian membujuk saya untuk mempersingkat cuti tanpa bayar saya, padahal saya sudah menyatakan secara lisan dan tulisan bahwa saya akan pergi ikut suami selama minimal 1 tahun. Meskipun saya sudah mengatakan bahwa saya bersedia meletakkan jabatan saya dan merelakan orang lain diangkat untuk menggantikan posisi saya, beliau kekeuh menyatakan akan menunggu saya kembali dan bersedia merangkap pekerjaan dan mengambil alih semua tugas dan tanggung jawab saya sampai saya kembali.

Pernah ada siswa yang kesulitan membayar uang SPP dan beliau tidak meragukan ketidakmampuan ekonomi orang tersebut dan serta merta memperbolehkan siswa tersebut mengikuti ujian dan membayar kemudian. Dan luar biasa yakinnya beliau bahwa siswa tersebut tidak akan mangkir. Dan beliau benar adanya.

Segala macam aspirasi dan kebutuhan bawahannya sangat diakomodasi. Meskipun beliau ditegur oleh atasannya,dianggap menyalahi prosedur dan lain sebagainya ; saya hanya melihat beliau mengedepankan hasilnya. Kalau melalui prosedur bakalan mentok dan tidak berhasil, bukankah lebih baik bicara langsung kepada pemberi keputusan?

Pernah sekelompok staffnya yang agak menyudutkan dan mempersulit posisi beliau, tapi beliau dengan sangat positifnya mencari solusi dan titik temu agar tuntutan para karyawan terpenuhi sesuai dengan ketetapan perusahaan. Emosi karyawan pun bisa teredam.

Beliau memang lembut bicaranya, tapi keras hati. Jika beliau tidak setuju, even dengan super boss, tidak ragu untuk menyuarakan ketidaksetujuannya, namun tetap santun.

Kalau akhirnya karir beliau dipasung; diberi posisi yang tidak memberikan ruang gerak, fasilitas dihilangkan tanpa adanya kompensasi: beliau memilih mengundurkan diri. Tanpa dumelan. Tanpa kasak-kusuk ke seluruh dunia tentang keajaiban keputusan manajemen.

Secara pribadi, saya menganggap beliau seorang ksatria yang meletakkan senjata. Ibarat pemimpin pasukan yang diapkir menjadi kepala kandang kuda; pekerjaan baru yang mubazir dan meremehkan kemampuan tempur sang ksatria. Saya tidak mengatakan kepala kandang kuda bukanlah pekerjaan yang sepele, tapi bukankan sama saja dengan membunuh pelan-pelan si kstaria yang biasa bertempur itu untuk hanya memimpin para pengurus kuda? Buat apa punya kemampuan memainkan pedang dan menembak jitu? Bisa-bisa para kuda itu yang ditembaki dan ditebas pedang karena frustasi.

Saya sedih sekaligus marah dengan keputusan bos super atas. Yang lebih menyedihkan adalah kebanyakan orang menganggap pengunduran diri si boss sebagai suatu keputusan emosional semata. Dan bukan itu saja, mereka mengangap beliau selama ini nyeleneh. Ah, yang bener aja !

Pak boss, anda adalah bapak kedua saya; yang begitu mengayomi, memberi saya banyak pelajaran. Jika banyak orang menyalahartikan semua tindakan bapak, saya tetap yakin bahwa bapak tidak punya pretensi apa-apa dan menjalankan tugas bapak dengan niat yang luhur.

3 comments:

Anonymous said...

Sometimes a man's gotta to do what he's got to do....

IrA said...

Zaman sekarang ada bos yg jadi bapak kedua bawahannya?? Bos yg langka yah mbak...Moga aja si Bos dpt tempat yg lebih baik..krn Rezeki itu gak akan ketukar, iyakan mbak Ken??

Mariskova said...

I miss him already. Tumben kan?