Wednesday, December 24, 2008

Selamat hari Ibu, kawan

Sudah banyak cerita perjuangan para ibu yang diterbitkan diberbagai buku, bahkan difilmkan. Sebagai salah satu anak yang pernah dibesarkan oleh seorang ibu, saya akhirnya pun ditakdirkan menjadi seorang ibu. Dan bukan sebuah kebetulan belaka bahwa saya dikelilingi para ibu yang menemani perjalanan hidup saya, yaitu para sahabat atau pewarta selintas lewat dan tak pernah kembali.

Di tengah kepenatan hidup dalam menjalani garis nasib menjadi ibu, betapa menyandarkan kepala kita kepada seorang sahabat menawarkan kesejukan. Bukan jalan keluar yang kita temukan dalam cerita dan cekikian, namun inspirasi mengenai perjuangan dan perlawanan hidup, dan gagasan bahwa 'hey, hidup akan terus berlanjut, apapun yang terjadi'.

Sebut saja seorang ibu, dari club desperate housewives kami, si Genderang Perang. Saya senang membayangkan dirinya sebagai sebuah Genderang Perang yang terus bertalu-talu, baik di kala susah maupun senang. Namun saya bertemu dengannya di gerbang kesulitan, masalah,depresi, konflik. Staminanya yang luar biasa yang dibungkus dalam paket diplomasi yang rapi sungguh merupakan kombinasi yang cantik. Pada saat ini, tangga kehidupan menawarkan banyak hal yang menarik untuknya. Satu demi satu kehidupannya menanjak menjadi lebih baik. Tapi, yang masih menjadi persoalan adalah bahwa dalam sekian belas tahun ia membesarkan anaknya, barulah ia disadarkan bahwa selama ini ia hanya merawat anaknya, bukan mendidik. Walaupun akan terengah-engah untuk berlari mundur, satu hal dari semangat sang Genderang Perang adalah memulai kembali untuk menjadi lebih baik: dimulai dengan permintaan maaf kepada sang anak atas pengabaian atas perasaan-perasaan sang anak , menuju titian penerimaan sang anak apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sampai menghantarkan sang anak mencapai potensi yang maksimal.

Sebut jugalah kawan saya yang lain, si Pedang Samurai, yang tajam pengamatannya, lantang suaranya, bisa membelah gunung dengan keteguhan hatinya. Namun jika anda tahu titik yang tepat, meskipun ia dibuat dari baja keras dan telah ditempa dengan api yang sangat panas, setitik air rasa cinta anda bisa membuat pedang itu mendesis dan menurutnya, menumpulkan mata pedangnya. Hidupnya yang konon keras itu dimulai dengan didikan ibundanya yang bagai tiran menjadikannya sebilah pedang yang tajam, keras, kokoh. Banyak orang salah menafsirkan watak kawan saya ini, menganggapnya sebagai orang yang kaku, tak bisa ditawar, seorang tiran juga. Di sisi yang lain, yang saya lihat, ia menawarkan hati yang sangat lembut untuk anaknya yang sematawayang. Bukan berarti ia memanjakannya, namun satu hal yang saya saluti adalah kemampuannya mendengarkan sang anak. Bukan hanya apa yang dikatakan sang anak, namun sampai ke inner voice nya. Jikalau ada nominasi penghargaan hari ibu, saya akan memberinya satu untuk predikat yang berbeda dengan teman si Genderang Perang. Meskipun demikian, ia masih harus berjuang untuk menyeimbangkan antara aturan yang konsisiten dan kasih sayang.

Saya sendiri, masih mencari bentuk yang tepat dalm meng'ibu'i anak-anak saya. Mengapa? Personalizing your education merupakan tantangan yang terberat bagi saya. Bagaimana mendidik didefinisikan sebagai penetapan aturan main yang jelas dan adil, ada ruang gerak untuk kompromi dan dialog, pencapaian masing-masing anak atas potensi yang dimiliki, dengan bonus penerimaan atas kesalahan dan kekurangan anak. Di luar lingkaran itu, ada pagar norma masyarakat, nilai-nilai religius, kompetisi dan tantangan.

Rasanya jadi ibu jaman sekarang, tidak cukup bisa memandikan, memberi makan dan menina bobokan. Bertumbuh kembanglah seperti anak-anak kita, kawan ibu. Adapt and adopt along the way.

2 comments:

Mariskova said...

Lagi ngomongin gue lu ye? ;D

Daffodil said...

ada yg sensi tuch... hahahaha