Friday, November 17, 2006

Travelling schooling

Wisnu di usianya yang 3 tahun memang belum disekolahkan, walau banyak sudah anak seusianya atau bahkan lebih muda, sudah sibuuuk sekolah senin sampai jumat plus les berenang, melukis, menyanyi, membaca, sempoa, taekwondo. You name it lah! Sampai-sampai ada seorang staff Direktorat Pendidikan TK dan SD DitjenDikdasmen mengistilahkan kelompok anak demikian dengan nama "anak karbitan" yang dikhawatirkan akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan.

Kami menunda niat menyekolahkan Wisnu bukan karena tidak percaya sama institusi pendidikan usia dini, tetapi lebih pada unsur duit. MAHAL BO! Pendaftaran kudu bayar, plus uang tahunan yang beberapa juta (yang buat kami cukup significant untuk ditabung) plus bulanan plus ekskul dan lain-lain.Belon ntar ada acara ultah dengan sekolah yang kudu dirayain di restaurant plus memberi goody bag yang alamat bikin jebol kantong . Apakah itu menjadikan Ibu dan Aji ortu yang mengorbankan masa depan anak? Masa depan yang gemana sih?

Kalo di negara sono anak umur 2 tahun pun sudah masuk nursery; yang katanya biar bikin anak bergaul. Ah, itu kan gembar-gembornya yang punya sekolah. Kalo mau jujur mah, rata-rata anak di negara maju terpaksa disekolahkan karena ortunya bekerja, sehingga dititipinlah di day care center secara menyewa baby sitter mah mereka gak mampu sedangkan mo minta tolong si nenek-kakek gak bakalan dilayani (lah orang umur 17 tahun ajah dah keluar dari rumah dan kudu independent, masak udah punya anak malah minta tolong si kakek-nenek?)
Lagipula karena mereka tinggal di apartemen, mana bisa bergaul dengan anak lain di sekitarnya? Maka dari itu mereka lebih baik bersekolah, sehingga bisa ketemu anak lain. Kalo ngedekem di rumah, berbahaya karena gak ada yang jagain dan juga gak ketemu sapa-sapa.

Sebenarnya untungnya kami tinggal di Jakarta, masih bisa membayar baby sitter sesuai kocek kami sementara kami bekerja plus kadang minta bantuan mertua atau ortu mengcross check pengasuhan anak-anak kami. Tapi bukan berarti kami lepas tangan terhadap anak-anak loh...jangan salah; meskipun kalo jalan-jalan di Mall yang menggendong anak-anak kami dan mendorong stroller adalah para baby sitters, kan bukan berarti kami tak sudi menggendong (abis anak kami tiga, jadi kudu minta bantuan orang lain lah). Perlu bukti lain? Kalo malam, kami rela berdesak-desakan tidur berlima di atas tempat tidur yang berukuran 140 x 200 cm itu. Aji pun fasih memandikan, menceboki, mengganti baju anak-anak. Kalo ibu di rumah sihhh..para mbak gak laku deh; alias semua berebut pengen dekat ibu, mandi sama ibu, disuapin ibu.

Kelihatannya Wisnu tidak apa-apa bermain di rumah, meski harus diakui kalo aji dan ibu pergi ke kantor dia meminta ikut mengantarkan. Tentu saja, kami perbolehkan mengantar sampai perempatan. Kadang ia mau naik sepeda roda empatnya, kadang maunya duduk di atas stroller.
Pernah sih terbersit dalam benak kami, ngapain ya kegiatan Wisnu di rumah? Kita kasih tahu jenis-jenis stimulasi untuk anak seusia Wisnu kepada para pengasuh di rumah, tapi ujung-ujungnya ibu baca buku the Toddler's Whisperer yang bilang ; "biarkan anak bermain dengan caranya". Iya juga ya? Kalo Wisnu akhirnya menunjukkan originality of his ideas tentang bermain. Contohnya: mengamati mobil-mobilan atau kereta-keretaannya, mencampur air/teh dengan tissue dan lainnya, mengecat mainannya instead of kertas. Biar aja tokh?

Kali lain, ibu bawa Wisnu naik kereta Jabotabek, bajaj, atau jalan kaki. Tujuan kepergian kami juga tidak usah yang fancy-fancy lah, ke pasar Jatinegara untuk membeli keperluan Andika, ke taman, ke bank, ke supermarket. Aji juga sering mengajak Wisnu berjalan kaki ; membeli keran, ke Alfa mart.

Bulan September lalu ibu dikirim kantor untuk memberi pelatihan kepada para guru di Bali. Kebetulan bisa dapat tiket Adam's Air yang harganya separonya jatah tiket ibu, jadi Wisnu bisa ikut. Walaupun di Bali, asli yang mengurusi makan-mandi-pup dan mengajak Wisnu bermain kakiang dan niang, sementara ibu sibuk seharian di kantor, kelihatannya Wisnu happy. Bisa jalan kaki, naik angkot, atau jalan-jalan naik mobil bersama kakiang.

Bulan November ini, ibu ditugaskan ke Purwokerto. Kali ini perjalanan tidak bisa ditempuh dengan pesawat karena tidak ada lapangan udara di Purwokerto, sehingga hanya ada kereta. Kesempatan bukan untuk naik kereta bagi Wisnu? Maka ikutlah dia. Siapa yang mau mengurusi disana? Yahhh..ajak aja si aki, karena untuk manula (usia di atas 60 tahun) harga tiket diberikan potongan 20 % ! Lumayannn.... Aki juga senang bisa rekreasi dan mengajak Wisnu melihat sawah, kerbau, bebek dan keliling kota Purwokerto naik becak. Wisnu senang? Lahhh..dia menyanyi tak henti-henti di atas becak! Apalagi Wisnu bisa berenang di hotel atau berendam di bath tub kamar hotel, makan coklat sepuasnya (karena diperbolehkan Aki sementara ibu di kantor), main hujan dengan menggunakan jas hujan dan sepatu bootnya.

Bulan depan kami berencana ke Bali beramai-ramai karena dapat tiket murah dari Air Asia; 256 ribu pp! Yahhh...jadi bukan home schooling kan 'nu? Travelling schooling!!!

4 comments:

Niken said...

Kalau di Jepun (Kashiwa, tepatnya), anak2 biasanya dimasukin ke TK mulai umur 3 thn, tapi ada juga yang masukin anaknya umur 4 thn, terserah2 ibunya. Wisnu kan thn ini blm masuk 3 thn, jd bagusnya masuk TK tahun depan, atau thn depannya lg jg gpp, wong Wisnu cerdas & suka home/travelling schooling ini yah.

Anonymous said...

hehehe..travelling schooling, boleh juga tuh. sayang mamanya Nathan-Shanna udh ga kerja xixixi
aku juga lg binun nihh ken, sebentar lg juga nathan 3 tahun, udah mau TK ya..kalo inget dulu keknya gw ga pake acara masuk TK langsung SD lebih ngirit kan :)) dan ternyata bisa tuh jadi rangking 1. Cuma ya itu, kita kan tinggal di apart. kadang suka kasian liat nathan punya temen dikit, takutnya sosialisasi dg teman sebayanya kurang.
kok curhat?!?! :)

Ida Syafyan said...

Idenya boleh juga tuh, travelling scholling hehehe...

Ke bali 256 ribu pp... serius loo?? Mauuuuuuu...

Unknown said...

betul2 emak yang kreatip..hehehe