Wednesday, October 18, 2006

Berburuk sangka

Sabtu pagi, jam 10, kami mencium bau asap.
Aji : asep darimana sih?
Ibu : sebelah, paling2..bakar-bakar sampah
Aji : yak ampunnn.. gemana sih kok bakar sampah asepnya ke rumah orang?
Ibu : yah emang gitu, sering lagi

Trus ibu dan aji ngobrol lagi.
Aji : kok makin gede asepnya?
(keluar rumah, clingak-clinguk nyari sumber asep)

Ibu keluar juga, penasaran.
Aji : wahhh..kayaknya bukan asep dari bakar sampah deh.

Lalu kami keluar rumah dan menemukan asap sudah membumbung tinggi.
Aji : kebakaran ! Rumah sebelah bu Hatta!
Ibu : hah???

Panik, aji masuk rumah mengambil ember dan diisi air. Wisnu ikutan teriak
Wisnu : apa bu?
Ibu : kebakaran nu
Wisnu : mau lihat
Ibu ; eeehh, jangan, bahaya


Ibu mulai gemetar, panik, dan tak tahu apa yang harus dikerjakan. Mau telpon pun gemetaran. Akhirnya ibu minta aji telpon pemadam kebakaran. Ibu berlari ke luar rumah mencari pak RT. Saking paniknya, ibu menapaki aspal yang panas tanpa sendal dan sambil menggendong Wisnu. pak RT tak ada di rumah, dan orang-orang sudah berhamburan ke jalan berteriak-teriak.

Walaupun sudah ikut pelatihan menghadapi kebakaran, begitu kejadian tetep aja panik. Ibu lari ke dalam rumah berteriak : kebakaran, Ipah, Anis, Sri anak-anak bawa keluar!". Para baby sitters saking paniknya bukan langsung ngegendong anak-anak ke luar rumah, malahan lari-lari di dalam rumah kebingungan. Si ipah malah sibuk pengen ngangkut kardus isi pakaiannya. Aji udah kabur ke lokasi kebakaran, dengan para bapak-bapak lain berusaha memadamkan api dengan air seadanya karena pemadam kebakaran belum bisa dihubungi.

Yang bikin senewen adalah pemadam kebakaran tidak kunjung tiba, sedangkan api melahap kayu-kayu. Sementara ada pula yang teriak-teriak "bapak, bapak, bapak" ada juga yang berseru " Allah hu akbar", sampai-sampai ibu pun komat-kamit istirighfar, bukannya baca Tri Sandhya. Wisnu malah bertanya dengan polosnya "ibu, itu kembang api ya? Wisnu mau lihat".

Aji cuma sanggup menyiramkan satu ember ke lantai rumah yang kebakaran itu karena api sudah menjalar kemana-mana, dan hawa panas menyeruak ke luar. Rumah yang kebakaran itu rumah kosong yang letaknya dua rumah disebelah kiri kami. Yang menkhawatirkan adalah angin bertiup ke arah rumah kami , sedangkan pemadam kebakaran tak kunjung tiba.

Akhirnya sekitar 5 menit kemudian, rombongan pemadam kebakaran dengan 13 unitnya datang diiringi dengan para penonton peristiwa kebakaran yang membuntuti truk pemadam dari jalan utama (pasar minggu). Akhirnya api pun padam, keadaan pun aman. Rumah kami aman. Tuhan masih memberi perlindungan.

Rasa senewen sudah berkurang, Wisnu pun minta naik ke atas truk pemadam kebakaran. Akhirnya ibu, Akira dan Wisnu ikut naik di atas truk pemadam kebakaran yang tidak bertugas. Orang-orang menatap heran (atau kepengen ikutan?). Yahhh...kesempatan buat Wisnu dan Akira lahhh....kapan lagi???

Lucunya, para petugas pemadam kebakaran yang lain sesudah itu mendatangi rumah-rumah menawarkan alat pemadam kebakaran. Yahhh...emang sih itu peralatan standar untuk memadamkan api, tapi kenapa baru sekarang disuruh beli? Kenapa juga cuma kami yang ditawari ? Bukankah harusnya semua orang diberi penyuluhan dan dianjurkan beli?

Satu hal yang pasti, ibu dosa deh memfitnah tetangga sebelah bakar-bakar sampah sehingga asapnya menyambangi rumah kami....padahal itu asap kebakaran! Maaf ya bu, pak sebelah rumah !

2 comments:

Niken said...

Waaah...serem amat sih cerita kali ini. Untung mobil madam kebakaran cepet datengnya ya. Yokatta.. Gimana rasanya naik mobil merah2 itu, Nu?

Anonymous said...

Waahhh serem banget mbak, aku sendiri pasti juga syok duluan deh kl ngalamin hal yang sama. Alhamdulillah ya kebakarannya gak merembet jauh ke rumah2 sebelahnya ...