Saturday, October 14, 2006

Homeschooling: panggilan jiwa atau terpaksa?



Gara-gara capek mondar-mandir mencari kurikulum dan metodologi pengajaran yang sesuai dengan hati nurani, geleng-geleng tak percaya mendengar biaya yang harus dikeluarkan demi untuk cari sekolah buat Wisnu, ibu bawaanya misuh-misuh "Huh, aku homeschool-kan saja Wisnu kali ya?".

Tante sembalap pernah bikin ibu ngiler setengah mati dengan buku kepunyaannya tentang Homeshooling. Sebelum berangkat ke Yokohama, ibu sudah download segala rupa jenis kurikulum untuk usia 2 tahun. Tapi mentok, kok rasanya gak efektif--apalagi kalo judulnya Wisnu lagi tambeng n bikin keseeellll........

Pada suatu malam, tante Evi ngasih liat iklan mini di majalah inpsired kid tentang Homeschooling. Rada kaget juga, jadwalnya sabtu pagi padahal baru tahunya Jumat malam. Dasar ibu nekad, besoknya meskipun bangun kesiangan, belom daftar tuh seminar, langsung ajah telpon ke pantia. Ternyata masih bisa ikutan. Ssiiip!!!

Singkat kata, ibu-aji-tante evi berangkatlah ke Depok dan mendengarkan ceramah teori mengenai Homeschooling dari dua pembicaranya.Yang sangat mengesankan adalah, ternyata ada seorang ibu berputra 5, Ibu Yahya, bertestimoni mengenai pengalamannya menjalani homeschooling selama 5 tahun. Gilae...5 anak....5 tahun homeschooling!!!

Kalau di Amrik, homeschooling merupakan pilihan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus (karena sulit cari sekolah untuk mereka) atau karena anak-anak itu sakit, terlalu sibuk (macam artis cilik gitu) atau karena ortu ingin memberikan pendidikan yang berbasis agama atau menghindari anak salah bertemen (salah gaul-red). Pemerintah Amrik mah punya sistem pengujian untuk para homeschoolers sehingga mereka pun dapat ijazah dan disetarakan dengan anak-anak lain dari sekolah formal. Kurikulum atao buku pun tinggal pesan lewat internet, dan bayar (pake gesek).

Menurut para pakar, keuntungan homeschooling adalah:
1. memberi ikatan keluarga yang lebih kuat karena anak-anak belajar bersama
2. adanya keluwesan metode pengajaran, sesuai dengan gaya pembelajaran dan minat masing-masing anak
3. tidak perlu repot cari sekolah, beli formulir, bayar itu-ini
4. anak-anak terhindar dari masalah bullying, salah pergaulan
5. ortu dapat memberikan pendidikan agama yang dianut (kalo untuk kami yang beragama minoritas sih ini klop banget)

tapiii..tentu saja ada kendalanya seperti
1. rumah tampak berantakan
2. kritik dari lingkungan sekitar (contoh : anaknya gak disekolahin yah?)
3. salah satu ortu (biasanya ibunya) harus tinggal di rumah dan memfasilitas program
4. kurangnya anak bersosialisasi dengan anak lain

Sebenarnya metode home schooling merupakan alternatif bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, atau yang ortunya sering pindah-pindah kota, atau kalo anak sering harus meninggalkan sekolah(karena sakit atau berprofesi sebagai artis) atau macam anaknya Kak Seto yang mengeluh cara pengajaran di sekolah tidak sesuai dengannya.

Ibu jadi ingat, dulu waktu SD kan langganan sakit asma; bisa dibilang sebulan sekali sakit panas seminggu dan beberapa kali di opname. Walhasil, sering banget tuh libur sekolah. Tapi jangan salah, aki lah yang menggantikan posisi guru sekolah dan mengajarkan ini-itu. Kalo ditanya siapa yang mengajarkan membaca..ya aki (bukan bu guru). itu juga baru ketahuan waktu ibu kelas 3 , belom bisa baca. Di sekolah kan ibu hafal cangkem, liat gambar buku teks, ya apal tulisannya.

Pembagian juga aki yang ngajarin, pake realia kue:" Ken , ini ada satu kue, saya potong jadi dua, namanya setengah atau seperdua. Nah, seperdua --satu dibagi dua-untuk saya, seperdua lagi untuk kamu. Nyam-nyam kita makan dehhh kuenya." Setelah kue habis, pelajaran bagi-bagian masih berlanjut dengan menggunakan lidi. Kali-kalian pun bisa menjadi hal yang menarik karena aki memakai uang koin --kan kalo ngitung duit lebih cepet : "kamu punya koin 5 rupiah , 3 buah, berapa itu? Nah itu sama saja dengan 5 kali 3 .... "

Pelajaran sejarah yang menyebalkan pun bisa jadi sangat menyenangkan karena aki mengajarkannya dengan gaya bercerita yang seru sehingga ibu mendengarkan sambil membayangkan. Balik ke sekolah, menemukan betapa membosankannya pelajaran sejarah plus gurunya yang cuma menyuruh muridnya membaca dan menghafal. jadi pada saat sakit, merupakan kesempatan untuk belajar lebih baik.

Jadi mikir.....apa aki suruh ngajarin Wisnu aja ya? (lempar tanggung jawab yak?)

1 comment:

Anonymous said...

waahhh, kalo ngga salah seminarnya diadakan di UI depok ya...
tadinya aku mau ikut tuhh tp ngga bs :((
sejak jadi FTM, aku juga mulai homeschooling-in Nathan tp pake kurikulum made in ndiri :)) ya..ngga seperfect mereka2 yang sudah duluan sihh.. ngiritt ngga perlu skolah preschool :P

btw met kenal mbak Kenny, thanks udah mampir ke rumahku