Monday, December 10, 2007
Pilih mana : Otoriter atau Standar Ganda ?
Dulu, sebagai anak, saya tentunya lebih nyaman dengan tokoh ortu yang fleksibel. Rasanya dunia ini terasa adil kalau saya tidak diadili. Namun, ternyata setelah jadi ortu, pelan-pelan saya melihat tokoh ortu yang otoriter tidaklah seburuk bayangan saya. Apalagi akhirnya saya sedikit demi sedikit menjadi penetap aturan untuk anak-anak saya, dibanding menjadi negosiator.
Di satu sisi, konsistensi adalah menetapkan satu aturan yang tanpa tedeng aling-aling seperti halnya menarik garis yang harus tegak dan lurus. Tak perduli hujan atau panas, yang namanya hitam tetap hitam. Putih tetap putih. Sementara di sisi lainnya aturan-aturan baku itu membuat semua hal menjadi jelas. Memang sistem itu sengaja dibuat, supaya anak-anak saya tidak rewel karena jadwal yang berubah-ubah. Jam sekian bangun pagi, langsung mandi, tidak pakai acara lain-lain. Kalau tidak bisa diatur, konsekuensi alami yang harus dijalani. Paling telat jam 6 pagi mereka terbangun dan antri minta mandi sebelum saya berangkat ke kantor. Kalau ada yang terlambat bangun, lewat pula kesempatan dia untuk dimandikan saya. Kejam? Mungkin.
Tapi coba saya beri ilustrasi lain, seandainya anak anda diberikan sepenuhnya kebebasan yang kebablasan untuk bangun jam berapa pun dia mau, maukah anda setiap hari : menggedor-gedor pintunya membangunkan, meneriakinya supaya mandi, supaya tidak terlambat pergi ke sekolah, supaya tidak dihukum di sekolah, dst, dst? Di masa dewasanya nanti tanpa anda, ortunya, anak anda menjadi orang dewasa yang tergantung dengan orang lain (mending kalau cuma tergantung alarm untuk hal bangun pagi). Soal kecil memang, tapi bisa mengganggu dirinya sendiri.
Aji untuk anak-anaknya adalah ayah yang punya angelic circle di atas kepalanya untuk kelembahlembutann perkataannya, penuh toleransi terhadap permintaan anak-anaknya. Kadang larangannya bisa jadi ajang negosiasi, sehingga anak-anak suka bingung dengan aturan yang sebenarnya. Soal sederhana, kalau jam 8 para balita belum tidur, itu tidak apa-apa. Tapi pada saat anak-anak sudah lelah, tapi mereka tidak diarahkan menuju kegiatan relaksasi, tapi masih melompat-lompat, lari-lari, seringnya anak itu jadi bertengkar, menangis keras, tidak mau diatur, meronta-ronta, menendang. Dibentak, dihardik pun akhirnya malah tambah keras menangisnya.
Tidak semua anak memang bisa ditertibkan dengan hanya sederet peraturan. Ada yang memerlukan penjelasan, seringnya teladan dari sang pemberi peraturan, sementara yang lainnya harus ditempa dengan konsekuensi atas tindakannya. Tapi kelihatannya akan lebih susah untuk mendidik anak mengerti batasan jika mereka belajar memanipulasi negosiasi.
Dialog satu
" Ayo mandi"
" gak mau "
" ok 5 menit lagi ya"
Sepuluh menit berlalu, tak ada warning.
" ayo mandi"
" 5 menit lagi "
" ok, benar ya 5 menit lagi "
" iya"
Ternyata 30 menit berlalu, sang penegak aturan pun sudah lupa. Terjadi tindakan pemaksaan, yang dibalas perlawanan anak yang belum paham dengan mengatakan "5 menit lagi" itu tidak bisa diterima. Ia juga tidak mengerti seberapa lama 5 menit itu. Penegak aturan kesal, sang anak juga berang merasa dipaksa.
Dialog 3
" makan ya?"
" gak mau"
" makan doong, nanti sakit. ya? makan ya?"
" ...."
" mau makan pakai apa?"
" nasi goreng"
lalu dibuatlah nasi goreng, tapi tak di makannya juga.
Dialog 4
" gak mau nasi gorengnya?"
" gak"
" mau makan apa?"
" macaroni cheese"
lalu dibuatlah mac cheese. Dan? tidak dimakan juga.
Ya itu sih, pilihan juga menjadi orang tua. Mau menerapkan yang mana?
Monday, November 19, 2007
What Akira was trying to teach me
I was beginning to feel a bit lonely, terribly bored, desperately burnt out... perhaps it's because the hormone thing --if I have to blame on--.
I decided to stay home, finding something to do around the house --cyber surfing, cleaning the rooms, watering the plants, meditating in the kitchen. Still, something is burning inside. Don't have the name for it , not even a definition.
Suddenly, Akira called out
"Ibu, bli ana? " (ibu, where is big brother)
Then I said to him that his big brother went to the music class. He was grinning at me. Holding a pair of pants and shirt , he tried his best shot to say " mo egi" (I wanna go) so convincingly that I could not turn down his wish.
I bent down and asked him where he wanted to go. Without a word, he changed his shirt and looked for his shoes. It occured to me that a child like him would always believe that any other adult around him would accomodate his needs.
He asked my hand before we closed the gate. The smile he wore on his face, and his eyes gazed at me with admiration. I completely forgot such look a person used to have. Those sparkling brown eyes really ensambled the one whose attention and sincerety is in question. We walked down the street holding hands and gazing at each other. Like two people just met but have grown to trust each other.
We went back home in less than an hour, but we had a good time going by public transportation and managed to buy what we really want: a dozen of plastic balls for Akira and two jars for me.
It was like finding the feeling I have lost hundred years ago. It was really not about the words we said, nor the promises we made. It was only an impromptu date. No hassle. No rush. No expectation. No complain. No criticism. No "should have been"s or "could have".
It was really one fine sunday afternoon. Somehow, that was all we need.
Monday, November 12, 2007
Advice on ur wedding
Long reservations,
waiting and weighing,
for the right time.
On that day, real big day
dowries are ready
bestmen are welldressed
family and relatives gathered
a kiss on a cheek from your old man
save some prayer from a far
before you depart to make your vow
The father of the bride
took your hand
and watch your words
for you to keep his daughter
as your wife,
like in any religion,
for better for worse
Tears flow on your mother's cheek
more about being happy for you
than feeling losing her youngest son
to start a new life in a new path
We are happy for you, Pak Didot, Bu Elly
Be happy and grow old together
Show respect and appreciation to each other
Look for the good in your spouse
Do not allow unkind comments from your lips
say "yes" a lot more than "no" for your favor
say things sweet and nice sincerely
be smart about when to keep quiet,
when it is time to talk.
give yourselves some space,
instead of arguing over and over again
when things getting out of hand
Wednesday, November 07, 2007
Rasa kehilangan
Anak saya yang paling besar, akhir-akhir ini setiap pagi selalu menangis. Ada saja yang dia jadikan alasan untuk menangis. Seringnya sih : gak mau mandi, gak mau sikat gigi, gak mau berangkat kursus. Kalau saya biarkan menangis, tangisan makin keras. Kalau sudah terlalu memekakkan telinga dengan sendirinya saya tak kuasa meminta dia berhenti menangis. Meskipun hasilnya adalah dia meraung-raung :" gak mau dimarahin" seolah-olah saya mau memakan anak sendiri. Pada tahap itu, saya membebaskan diri dengan cara menarik nafas panjang tanpaberkata apa-apa lagi, dan menawarkan diri untuk memeluknya.
Ternyata, dunia ini rasanya tidak akan rame kalau tidak ada insiden lain. Baru-baru ini ibu saya menelepon sekonyong-konyong pada saat saya sedang terbelit urusan dengan klien alot atau malam kala mimpi indah membuai. Yang dikatakan ibu saya juga cuma sedikit, cuma repot urusannya karena pakai nada suara merintih atau setengah menangis. Keluhannya berkisar kakinya sakit tidak bisa berjalan, pembantu hariannya tidak datang, dua anaknya (abang saya:red) belum mengirimi uang, mobil Holden milik ayah saya yang sudah tidak jalan itu merintangi dia menyirami tanaman, dst, dst. Saya cuma bisa mendengarkan. Jurus cesplengnya adalah keesokan harinya saya datang berkunjung dan membawakan buah sekedarnya.
Menerima SMS yang tak terduga isinya, rasanya mirip tersambar halilintar. Kadang rambut saya seolah berdiri semua jika tiba-tiba ada "pesan sponsor" dari mertua. Namanya juga mantu, mana bisa saya pilih-pilih waktu menerima sms. Apalagi mertua perempuan saya setelah pensiun kelihatannya punya banyak waktu untuk memikirkan hal-hal apa saja yang tidak terlintas di benak saya. Hal yang cukup mencengangkan saya adalah di saat saya diburu deadline atau berada di dunia antah berantah (berpikir keras tentang proposal pelik atau menghadapi proyek di kantor) bisa ada saja SMS yang WOW yang bisa membuat kepala saya berdenyut-denyut dan menebak apa maksudnya. Setelah bisa bernafas teratur, baru saya sadar bahwa kami sudah beberapa waktu tidak menelepon sekedar memberi kabar.
Kemarin ini juga saya tiba-tiba kesal, menggerutu tanpa juntrungan kepada suami. Bukan perkara PMS, bukan cemburu, bukan juga soal anak, apalagi pembantu. Tapi jangan salah, ada rentetan peristiwa yang saya permasalahkan. Biasanya tidak menjadi masalah, tapi kali ini saya keberatan. Pokoknya itu semua racun harus keluar saat itu juga. Awalnya, sebagaimana lelaki normal adanya, suami saya yang merasa didakwa dan dipojokkan tiba-tiba, juga mengeluarkan kritikan-kritikan pedas. Sebagai perempuan normal, menangis pula saya ini jadinya. Sesudah itu kami berdua terdiam. Kemarahan saya yang meledak seperti gunung meletus itu mereda hanya dengan rengkuhan penuh rasa maaf dan kesepahaman. Ah, ternyata saya juga uring-uringan karena merasa kehilangan lantaran beberapa hari terakhir suami saya sibuk rapat kerja, dan saya tidak kebagian waktu primanya.
Rasa kehilangan akan kedekatan dengan orang yang kita cintai memang bisa jadi racun di tubuh dan pikiran. Mulanya cuma dirasakan sendiri, lalu menjadi penyakit fisik, dan yang kurang menguntungkan adalah mempengaruhi cara berpikir. Kalau sudah berpikir yang aneh-aneh, bicara jadi kacau. Nah....sebagai orang yang juga dicintai, rasanya wajar mengayomi orang yang kita cintai yang sedang tidak rasional. Kadang bentuknya sesederhana pelukan hangat, percakapan telepon yang akrab dan penuh perhatian, senyum penuh kemafhuman.
Friday, October 19, 2007
the overemphasized vacation
Awalnya kami berpikir liburan lebaran yang panjangnya 2 minggu itu lebih baik dipergunakan untuk mengunjungi kakiang dan niangnya anak-anak, karena sejak tiba di tanah air kita belum berkesempatan pulang ke Bali.
Lalu mencarilah kami tiket murah; untuk 5 orang termasuk 3 krucil: Wisnu, Akira dan Andhika dengan budget 5 juta pulang pergi. Tentunya anda bisa menebak bahwa kami memilih maskapai apa. Penerbangan malam, tanpa makan/minum (kecuali anda mau beli), boarding pass nya tak bernomor kursi (sehingga begitu gate ke pesawat dibuka, semua orang berlarian berebutan kursi) demi keterjangkauan kocek.
Kehebohan demi kehebohan sudah terjadi pada masa persiapan keberangkatan. Antara lain, pembelian tiket pesawat lewat internet dengan kartu kredit bank anu yang sungguh independent, sehingga untuk melakukan transaksi saja kita tidak bisa memutuskan sendiri, karena si bank itu sangat mau-maunya sendiri: perlu konfirmasi sebelum transaksi, menunggu 10 menit baru bisa dibuka linenya.
Kehebohan lainnya mencari hotel untuk 2 malam sebelum kita bertolak ke Jakarta, karena Kakiang dan Niang tinggal di Singaraja dan akan ada acara sendiri, sehingga kami lebih baik mencari tempat tinggal sekitar Denpasar. Rata-rata harga hotel yang ditawarkan travel agent sangat fantastis: tak terjangkau, dengan dalih "high season price". Akhirnya kita dapat satu hotel, dan karena Aji yang melakukan pemesanan kamar, entah kenapa bisa akhirnya tawar-menawar harga hotel. Karena kita mah bukan orang Bali, jadinya pengen cari hotel yang bagus, bersih, kamarnya besar, sea view, ada spanya. jadilah kita memilih disini.
Kehebohan ketiga, adalah berupaya membuat anak-anak duduk tenang selama perjalanan. Awalnya ibu duduk bersama Wisnu dan Akira yang sudah dapat tempat duduk sendiri, sedangkan Aji memangku Andhika. Ternyata 90 menit penerbangan dengan 3 balita sungguh menantang. Pertama, Akira berdiri di atas kursi dan cengar-cengir dengan penumpang di belakang kita lalu diikuti Wisnu melakukan hal yang sama. Kemudian, Akira mulai melompat-lompat dan berteriak tak karuan, minta pindah duduk dengan Aji, sementara Andhika harus duduk dipangku. Melihat Akira jumpalitan, Wisnu juga ikutan ingin duduk dengan Aji. Pertengkaran dimulai dan akhirnya Aji tukeran tempat duduk dengan ibu. Walah, itu belum apa-apa. Andhika juga meronta ingin ikut Aji, akhirnya 3 anak duduk dengan Aji. Baru tenang sebentar, Akira minta dipangku Aji dan Andhika menangis karena tidak kebagian tempat, Wisnu menangis minta pindah dipangku ibu. Welehhhhh.....ada beberapa menit 3 anak menangis bersamaan sementara ibu dan Aji rasanya pengen pura-pura tidur atau cepat-cepat turun dari pesawat.
Kami tiba di Denpasar sekitar jam 22.00 WITA dan berlanjut ke Singaraja. Mereka tidak rewel di perjalanan dan malahan tertidur karena capek. Selama 2 hari di rumah Niang dan Kakiang, anak-anak badannya demam, selera makannya menurun, pilek karena malamnya tidur dikamar yang dipasangi kipas angin. Akira yang sedang berada di periode tak mau pakai celana, sempat pipis dimana-mana dan pup di ruang makan. Pokoke heboh.
Hari Kamisnya, kami meninggalkan Singaraja untuk bermalam di hotel. Kelihatannya anak-anak bisa lebih beristirahat meskipun selera makannya masih belum pulih dan frekuensi pertengkaran dan tantrumnya tidak mereda. Paling tidak ibu sempat pijat, anak-anak sempat main di pantai, aji sempat foto-foto. Masing-masing kelihatannya punya kebahagiaan sendiri-sendiri.
Pantai Sanur yang tidak sepadat Kuta sehingga suasananya cukup menenangkan. Kita sempat makan malam di restauran-restauran mungil nan cantik dan romantis di pinggir pantai sampai matahari tenggelam. Ya, dengan 3 balita tentunya acara makan malam diwarnai oleh makanan tumpah, Akira matanya kemasukan pasir, Andhika berdiri di high chair dan merebut makanan Akira sehingga mereka berdua bertengkar.
Senang? Oh....senang. Hanya saja, to live in reality means having a vacation with 3 kids and no nannies is not necesarily more fun than staying at home.
Tapi hidup kan perlu selingan. Walau selingan itu berarti..well, whatever it means.
Sunday, September 30, 2007
Raja Pisang
Gak disangka dia ketawa-tawa sendiri sambil makan pisang. Sayang fotonya gelap niih...
Ini foto bisa dijudulin "raja pisang makan pisang raja" sebenernya.
Ternyata pisang bisa mengakibatkan ectacy juga ya?
Saturday, September 29, 2007
Sakit kangen
Selama ini, yang suka sakit panas kalau ditinggal pergi ke luar kota adalah Akira. Sedangkan Wisnu, seringnya tidak apa-apa.
Friday, August 31, 2007
Mistakes that we make-- as parents
Rasanya jadi ortu itu niatnya harus bisa melebihi jadi malaikat. Atau paling tidak ahli nujum deh. Lha, iya. Apa namanya kalau harus berperan serba tahu dan serba betul. Tidak boleh salah. Tidak boleh nyeleneh. Tenan!
Pasal apa saja yang sering kami langgar?
1. Mematikan kreativitas anak
Kalau pakar pendidikan menggembar-gemborkan slogan "pupuklah kreativitas anak anda", kami memang seringnya manggut-manggut setuju. Apalagi kalau sang pakar bilang " Anak yang pintar itu punya kreativitas yang tinggi". Wah, wah, wah, rasanya kami ingin tepuk tangan sambil berteriak "Hidup kreativitas".
Namun, ternyata hanya BETI (beda tipis) antara kreativitas dan kekacauan. Anda yang pernah jadi ibu rumah tangga penuh waktu tanpa pembantu dan tinggal di apartemen yang kudu dijaga kesuperbersihannya demi menghindari denda yang tak terjangkau kocek mahasiswa, mungkin bisa ikut membela kami: apakah hal-hal dibawah ini masih dianggap kreativitas murni:
a. toilet paper ditarik dari toilet, lalu disobek-sobek kecil dan dimasukkan ke dalam gelas untuk dihancurkan dengan sendok sehingga bak cuci piring anda tersumbat
b. kacang kedelai disebar di seluruh ruangan karena semata-mata anak anda senang dengan bunyi kacang kedelai yang bergulir di lantai kayu.
c. koin uang logam disusun di railing sliding window sehingga jendela tidak bisa ditutup atau dibuka alias MACET
d. mencoret dinding dengan lipstik
e. tepung terigu, gula pasir, susu bubuk ditumpahkan balita anda ke lantai sementara bayi anda yang sedang belajar merangkak akhirnya bermandikan 3 unsur tersebut sementara anda sedang menggoreng ikan.
Mana yang disebut ajang kreativitas, mana yang semata ajang kekacauan?
2. Melarang mencintai binatang
Percobaan pertama : Wisnu memelihara kura-kura.
Pada waktu itu Wisnu melihat kura-kura kecil dijual di supermarket. Sementara saya berbelanja, akhirnya saya perbolehkan Wisnu memegang kura-kura yang ditempatkan dalam kotak styrofoam yang diberi sedikit air dan daun selada dan ditutup dengan plastik wrap. Belum sampai 5 menit, airnya sudah tumpah dan kura-kuranya menggelepar di lantai supermarket (untungnya kura-kura, bukan ular). Akhirnya si pegawai supermarket membungkus kembali sytrofoam dan mengepel lantai sambil manyun. Dan itu terjadi 3 kali sampai akhirnya saya memutuskan kabur ke kasir demi si kura-kura dan meninggalkan barang belanjaan lainnya.
Haripertama kura-kura di rumah, dikeluarkan dari kandangnya. Walhasil? Kucing tetangga dengan sigap melahap kura-kura itu disertai teriakan histeris Wisnu. Setelah hari itu : tidak ada cerita beli kura-kura.
Percobaan kedua: Akira memelihara ikan
Awalnya Akira selalu antusias jika melihat gambar ikan di komputer atau di buku cerita. Bisa dibilang kata "ikan" adalah kata kedua yang bisa disebutkannya dengan jelas pada awal kemampuan bicaranya nampak setelah kata "aji" (panggilan untuk ayah dalam bahasa Bali).
Suami saya yang baik hati itu sebenarnya berniat membelikan akuarium air laut nan mahal untuk Akira. Saya tidak berusaha mendebat, tapi tidak juga mengiyakan. Tapi begitu ada kesempatan, saat kami melewati penjual ikan hias yang murah, saya ajak mampir hanya untuk lihat-lihat. Benar dugaan saya, dibelikanlah anak-anak beberapa ikan dalam akuarium mungil plus aeratornya. Cukup optimistik. Tunggu saja tanggal mainnya.
Hari pertama, ikan-ikan itu dijejali makanan ikan yang terlalu banyak karena semangatnya sang pemelihara ikan. Akibatnya, keesokan harinya sudah ada ikan yang mati. Masih belum shock. Ada kesan bahwa anak-anak memang belum mengerti, diberitahu saja. Ahem.
Hari kedua, sementara kami sembahyang, dupa (hio) wangi dicelupkan ke dalam air dan digunakan untuk mengaduk-aduk akuarium. OMG!!! Jelas ikan-ikan itu mabuk dengan zat kimia yang terkandung di dalam dupa. Mati lagi 2.
Hari berikutnya, Wisnu dan Akira bermain busa sabun. Dannnn...benar sekali dugaan anda, ditumpahkanlah busa sabun itu ke dalam akuarium. Dan kontan terjadilah proses genosida . Jika ada kawan yang berkomentar "itu sudah karmanya", saya cuma bisa angkat alis --sebelum angkat kaki.
Setelah insiden itu, keluarlah peraturan baru : DILARANG MEMELIHARA BINATANG APAPUN.
3. Bersabar dan tidak marah itu tidak wajib hukumnya.
a. Lap top anda dicukili tombol keyboardnya semua sehingga memasangnya kembali dibutuhkan waktu hampir 2 jam sementara anda punya tenggat waktu menyelesaikan laporan.
b. Pada saat yang tepat: anda sakit perut dan perlu BAB, anak anda menangis berguling-guling di depan kamar mandi minta masuk.
c. Anda sudah terlambat, saat naik ke mobil dan siap berangkat ke kantor, anak anda yang baru bangun tidur menangis melolong "mau mandi sama ibu" berkali-kali, akhirnya anda turun dari mobil dan memandikannya, baju anda basah terkena semprotan air dari shower, anda harus segera ganti baju sehingga memakai baju yang tidak match dan harus ketemu klien penting pagi itu.
Sehingga kalau sampai ada mata melotot, nafas berdengus dan hardikan keras memanggil nama anak kita, apakah merupakan pelanggaran hak asasi anak?
Saturday, August 18, 2007
4th Birthday
Wisnu ulang tahun yang ke-4. Tidak ada perayaan besar-besaran, karena pertimbangan efisiensi. Tidak ada makan-makan di rumah yatim piatu, karena khawatir jadi pamer kemampuan terhadap yang tak mampu. Bukan berarti ibu tidak sayang, atau aji tidak sayang.
Ibu siapkan goody bag sekedarnya untuk teman-teman di kursus tempat Wisnu belajar karena kebersamaan. Sisanya untuk tetangga dan anak-anak yang kemungkinan kecil berkesempatan mendapat goody bag. Isi goody bag juga bukan yang fancy atau mahal, karena ibu beli di pasar gembrong: demi pemerataan pendapatan, karena penjualnya hanya mendapat untung sedikit untuk makan, sementara kalau di Mall hasil penjualan jatuh ke pihak yang lebih mampu bersaing.
Kue ultah dan lilin yang ditiup, walau bukan Thomas berharga ratusan ribu rupiah...namun pengerjaannya memakan waktu 6 jam di malam hari. Walau ibu hanya tidur 2 jam sebelum pagi menjelang dan harus berangkat tugas ke luar kota jam 7 pagi. Tiup lilin untuk kebersamaan dengan Akira dan Andhika plus jepretan kamera Aji sebelum kami tergesa-gesa ke kantor.
Yes, son, we have pride in things we give for you.
Happy 4th birthday
Friday, August 17, 2007
August the 17th
Nek, lu jadi nonton Nagabonar 2? Hueheh... kalau kita mah rada seru nih 17 agustusan tahun ini. Biar kata dibilangin norak, katro apa kampungan , kagak napa dah. Sekali setaon ini.
Pagi-pagi, kita mah ikutan upacara bendera di Kantor Pusat. Bukan kepengen dapetin snack or nungguin pengumuman naik gaji atau mengintai gosip terkini. Bukan. Kalau acara beginian, ternyata kita bisa ketemu kawan-kawan lama. Terutama mereka yang sudah pensiun. Kawan lain unit yang akan dipromosikan. Kawan lainnya yang bercerita tentang SP3 yang diterimanya. Kawan lain yang baru punya cucu. Kawan yang berulangtahun hari ini. Aih. Ternyata, Ibu tidak kalah sama si Amelia (Amelia siapa? itu lho..."Oh Amelia, Amelia temannya banyak!")
Sekitar jam 9, Ibu sudah balik ke rumah. Kali ini, gak mood masak. Jadi apa dong? Kita ajak anak-anak ke perlombaan 17 Agustus-an, biar tahu seperti apa masa kanak-kanak ibunya dulu (wow amat menyenangkan, karena juara melulu: be it balap karung, gigit sendok or apalah). Kelihatannya banyak juga peminat lomba. Anak kecil semua.
Ada 4 lomba yang digelar: balap karung, gigit sendok, makan kerupuk, dan mengupas telur. Tebak, mana yang diminati Wisnu?
Jelas, makan kerupuk lah. Walau ternyata tidak seindah yang dibayangkan Wisnu. Selama ini kan kalo makan kerupuk tidak dengan cara menengadah, jadi pas lomba Wisnu kepayahan menjulurkan lidah menggapai kerupuk malah si kerupuk bergerak menjauh. Udah sampe tuh kerupuk dijejelin ke mulutnya (biar menang, gitu) ehhh..malah bengong. Wisnu, wisnu.
Setelah itu, mengupas telur. Sebenarnya Wisnu sudah sangat terampil mengupas telur (karena dulu di Yokohama sering membantu mengupas telur), tapi sayang ada anak yang lebih cepat. Yang penting buat Wisnu bukanlah menjadi pemenang, tetapi....makan telurnya!!! Hore!!!!
Akira masih takut-takut untuk ikut berlomba. Dia mah malahan keasyikan makan es krim. Lebih-lebih lagi Andhika yang terheran-heran melihat orang jijingkrakan or teriak-teriak. Tak ayal dia ikutlah teriak-teriak dengan bahasa yang hanya dia mengerti sendiri.
Ah, kalau ada yang bilang loma-lomba beginian kampungan mah.....tidak apa-apa juga. Selama kita masih bisa menikmatinya, gak ada salahnya balik gaya kampung. Merdeka!!!
Tuesday, August 07, 2007
Dialog dengan Wisnu
Contoh 1. Judul : tak tahu jawabnya
Wisnu : ibu, kalo penis untuk pipis? (bertanya)
ibu : iya
Wisnu : kalau ini (menunjuk testikelnya) untuk apa?
ibu : ...e....nanti ibu tanya aji dulu ya.
Contoh 2. Judul : senjata makan tuan
Ibu : Wisnu, ayo sikat gigi, siap-siap tidur
Wisnu : (tak bergeming)
Ibu : W-I-S-N-U !!! (gertak ibu dengan tak sabar)
Wisnu : ibu bicaranya yang baik dong. Kalau marah-marah, Wisnu gak mau ah.
Contoh 3 . Judul :Konsep perceraian
Wisnu : ibu, ayahnya A pergi?
ibu : iya, pergi dan rumahnya tidak di sini lagi
Wisnu : kenapa pergi?
ibu : orang dewasa, kadang bertengkar, Wisnu dan Akira kan juga suka bertengkar.
Wisnu : oh, seperti Wisnu dan Akira ya?
Ibu ; iya, terus kadang-kadang orang dewasa bertengkar dan tidak bisa baik lagi.
Jadi salah satu harus pergi. Berpisah.
Wisnu : oh -- (diam sejenak)
Kalau ayahnya A pergi, nanti teman ibu dan bapaknya siapa dong?
Ibu : iya yah? (sambil mikir : gemana nerangin konsep single
parent???)
Contoh 4. Judul : Persamaan dan perbedaan
Wisnu : ibu, Wisnu lebih suka naik bis.
Ibu : oya? Wisnu lebih suka naik bis daripada naik taxi?
Wisnu : bukan, Wisnu suka naik bis , tapi tidak suka naik bus
Ibu : bedanya bis dan bus apa?
Wisnu : kalau bis ada angin, kalau bus ada matahari
Ibu : kalau bis ada angin? seperti apa?
Wisnu : iya, ada angin, dingin, seperti di kamar. (diam sejenak).
eee(baru ingat istilah AC) ada AC.
Ibu : oh, kalau bis ada AC nya?
Wisnu : iya, seperti yang mau ke rumah aki juga
ibu : seperti bis trans bintaro yang kita naiki waktu ke rumah aki?
Wisnu ; iya.
ibu ; kalau bus? ada apanya? matahari?
WIsnu ; Iya, ada matahari, jadi panas. tapi Wisnu suka keringetan tapi suka gak.
ibu : oh, kalau naik bus Wisnu kepanasan? Jadi kadang-kadang berkeringat?
Wisnu : iya
ibu : metromini itu bus? kalau transbintaro itu bis?
Wisnu : iya. (dengan mantap)
ibu : (bingung deh, mau mulai darimana)
Thursday, July 26, 2007
Saudara sedarah--dari Aji
Sejak Wisnu lahir, setiap tahun Mak Tuo or tante Yudi or kakak tertua Aji mengajak menginap bersama. Ajakan pertama, menginap di puncak, tahun 2003. Sayangnya kami tak jadi berangkat karena Wisnu saat itu kena campak. Ya. pesta tahun baru, Wisnu kena campak.
Lalu tahun kedua, kami tak bisa pergi karena Aji sudah berangkat ke Jepang dan ibu secara hamil dan kudu bawa Wisnu gak mungkin deh pergi ke luar kota untuk beberapa hari.
Pada tahun berikut, mau bareng-bareng ke Bali, kami tidak jadi pergi. Gara-garanya Aji harus rapat n rapat n rapat. Padahal sudah beli tiket , untung Air Asia, jadi gak terlalu besar kerugiannya.
Tahun ini kembali Mak Tuo berniat mengajak ke Anyer pada waktu liburan sekolah. Awalnya ada sedikit rasa enggan pergi ke Anyer karena tempo hari ada kabar Tsunami menyapu Anyer juga. Malah katanya Sol Elite Marbela, salah satu cottage di Anyer, temboknya kebol tersapu ombak setinggi 10 meter. Terus pikir-pikir, sekali-sekali mungkin seneng juga bisa bareng-bareng pergi.
Nah loh. Kalau kami yang anaknya 3, balita semua plus crew 3 orang juga, judulnya seru : mobil penuh barang sampai Andhika kudu dititipin mobil tante Evi.
Heboh juga ternyata bareng-bareng pergi ini. Amunisi (makan) menggunung di mobil masing-masing.
Siangnya kita makan di salah satu restoran di Anyer, lalu check in di hotel Jayakarta. Sore-sore anak-anak berenang di kolam renang hotel, sementara ibu berburu ikan n udang untuk acara barberque.
Pemanggangan barberque menjadi acara yang seru karena awalnya ibu tidak berhasil membuat bara. Alahhh..sudah sempat putus asa, akhirnya memanggang sate udang di kompor. Ternyata kemudian Oom Levi, Aji dan Pak Tuo berkolaborasi menyalakan bara yang jadi berkobar sebesar-besarnya. Horeee..jadi juga manggang ikan!!! Akhirnya bisa makan malam sekitar jam 8 malam setelah berjuang 4 jam-an di dapur.
Esokan harinya, ibu lari di pantai dan meditasi. Ya, sementara yang lain masih pada tidur. Sekitar jam 7-an baru deh yang lain-lain berjalan-jalan di pantai.
Nah, ini foto crew kita semua. Rame kannnnnnnnnn................................??
Friday, July 20, 2007
A Birthday for a 34-year mom
As you grow up, less parties thrown, less presents received, less people even remember the date. Then you learn to enjoy the celebration in your own way, in a new definition of a birthday. A light kiss from your husband as the sun rises and hugs from the kids as they sing the song with the lyrics they do not even remember, let alone knowing the meaning, will leave a whole-day smile on your face.
A birthday itself indeed is a present for yourself. From God, to you. For the life and the packages brought to you (joy, sorrow, reservations, faith, disappointment, hopes, worries, dreams, silence, chaos, peace, dillema--and others--just name it). Once you discover another dimension of the meaning, you will award yourself a bigger present than ever.
Anyway , great thanks for the cake and the wishes!!!Wednesday, July 18, 2007
Piknik berkat KRL
Hore! Hore!
Simpanlah tas dan bukumu,
buanglah keluh kesahmu...
Cuti, ambil cuti!
Hore! Hore!
Sisakan pekerjaanmu
Temani anak-anakmu...
Sanjaya's kids Naik ojek dulu
Rendevous di stasiun Duren Kalibata
Walaupun 30 menit menunggu
Hore! Hore!
Hore! Hore!
Cuma 6,000 perak
Bisa sampai ke Bogor
Makan siang di KFC,
lari-lari di Kebun Raya
Foto-foto, makan es krim
Hore ! Hore!
Pulangnya ketinggalan kereta Semi Express
Malah rejeki dapat kereta Express
Walau 13.000 perak, AC nya dingin, keretanya bersih
Hore! Hore!
Ayo kapan-kapan kita pergi lagi
Kalau perlu bersama lebih banyak kawan
Supaya banyak makanan
dan ringan barang bawaan
Hore ! Hore!
Hati kami gembira
Keterangan gambar:
Thursday, July 05, 2007
Company Gathering
Sekitar jam 3 kita berangkat ke Anyer. Matahari sudah agak turun dan sinarnya agak ramah hingga anak-anak bisa main di pantai yang bersih tak berkarang. Ombaknya agak besar karena kemarin baru bulan purnama.
Wisnu berbekal sepedanya, dengan semangat menggenjot sepanjang pantai. Indah sekali suasananya.
Akira agak takut dengan ombak yang berdebur keras sehingga hanya berani main di pinggir. Dia juga kelihatannya agak gentar setiap kali menyadari kakinya bisa terbenam pasir agak dalam setelah tersapu ombak. Tapi sekarang dia pandai sekali bergaya di depan kamera dengan gaya alami. Bisa gitu ya?
Ibu dan Aji sempat juga foto-foto berduan. Cihuy, jadi ingat masa muda nih ah! Lain kali pake busana pantai kali yaa..biar kayak celeb dikit getooo. Tapi mohon maaf, gak dimuat di sini....hehehe (gak pede geto deh).
Tuesday, June 19, 2007
Rame-rame ulang tahun
Andhika ultah duluan. Ultah pertama, tanggal 11 Juni . Nasi kuning? Ada. Tapi tiup lilinnya di kantor ibu karena nasi kuningnya dibawa ke sana. Sore harinya tiup lilin siih..., tapi sayang fotonya buram jadi tidak laik upload.
Kue tart? yang kecil-kecil aja ya? Yang pengen tiup lilin kan banyak--yang tidak ultah--. Jadi ibu belikan 3 kue tart yang mungil supaya semua kebagian tiup lilin dan merasa berulangtahun.
Akira sepertinya mengerti kalau dia ultah. Kadonya dengan senang hati langsung dipakai. Apa itu? ya...mobil2an gini deh--yang akhirnya jadi obyek rebutan wisnu-alexa-akira.
Namanya juga anak-anak. Kalo berebut makin kepengen. Nanti bosan juga. Kalau sudah bosan, mainan apa juga tidak akan digubris.
Tapi itulah senangnya jadi anak kecil, bukan? Kesal tinggal menangis. Sesaat kemudian, sudah lupa kekesalan hati, tertawa-tawa senang. Hmm..mungkin ibu juga sudah lupa tuh dan harus belajar jadi anak kecil.
Sunday, June 10, 2007
Field Trip to TMII
Sekitar 2 minggu lalu Wisnu ikut field trip ke museum Serangga dan Tranportasi di TMII dengan tempat kursusnya.
Field Trip buat anak balita merupakan 3 hal yang berbeda.
Satu, menyenangkan untuk dibayangkan.
Itu yang dirasakan sebeum tiba hari Hnya: sangat menyenangkan, ditunggu-tunggu. Betul ! Sampai setiap bangun pagi pertanyaan si anak adalah "Hari ini kita field trip ya,bu".
Kedua, melelahkan dan tak kunjung usai.
Hari H nya tiba, ternyata pengharapan tak sesuai dengan kenyataan. Ada saja yang muncul menjadi tidak beres, alasan untuk merengek dan merajuk. Dari persoalan gak mau naik bis sendiri--maunya sama ibu, minta permen--padahal panitia tidak menyediakan, minta tukar hadiah--karena hadiah yang diberikan atas jawaban pertanyaan guru tidak sebagus hadiah yang diberikan kepada teman, minta beli mainan yang dijajakan di depan TMII, mau naik kereta, wuahhhhhh.... Lupa rasanya kalo kemarin mukanya sangat indah berseri SEBELUM pergi.
Ketiga, indah sepanjang masa.
Setelah semua usai....filed trip menjadi pengalaman tak terlupakan, ingin diulang kembali. Bagaimana kita tahu ambekan sepanjang acara itu bisa berakhir dengan kalimat yang tak berkesudahan " Wisnu mau ke Taman Mini lagi" dengan muka cinta.
Sebenarnya dia amat sangat senang karena bisa berfoto gaya bebas di depan lokomotif tua, maklumlahh..fans berat Thomas n his friends ini serasa terbang ke langit nomor 7 kalo ketemu kereta api.
Besok-besoknya, Wisnu sering membuka pembicaraan dengan pertanyaan :
" Ibu, aji punya uang gak?
" kenapa memang?"
" Wisnu mau ke Taman Mini lagi. Mau..."
Ya dehhhh...
Tuesday, May 29, 2007
by train
Kemana ?
Kebun Raya Bogor !
Kebetulan ada kereta semi express yang berhenti di stasiun Duren Kalibata, dekat rumah. The good news is kereta 6000 perak ini berAC dan hanya berhenti di Stasiun UI sehingga bisa mencapai Bogor dalam waktu 30 menit, plus kosong pula jadi anak-anak bisa berlari-lari di dalam gerbong kereta serasa di rumah sendiri.
The bad news is. ..jadwalnya ngaret (maklumlah negara kita mah....terkenal sangat fleksibel dalam pengaturan waktu), jadinya kita terbego-bego deh nunggu di stasiun. Yang katanya jadwal kereta jam 10.15 mah ternyata datangnya hampir jam 11. pikir-pikir hebat juga kepala stasiun bisa mengatur kereta yang berikutnya (supaya telat juga gitu) sehingga tidak ada kecelakaan. Hehe.
Tambahan penderitaan menunggu kereta adalah selain kepanasan, yang seharusnya jadi area duduk para penunggu kereta, dijajah oleh para penjual asongan. Kalo seorang pedagang barang serba 100o perak itu menggelar dagangannya yang tertata dengan rapi, kali ini jadi sewot karena ada 3 bocah kecil yang selama sejam menunggu kereta bolak-balik jalan menginjak dagangan si abang plus mengobrak-abrik.
Halahhh...mana Akira itu tenaganya seperti batere duracel, gak capek-capek menghampiri peniti-lah, korek api yang kotaknya besar-lah, korek kuping-lah, pokoke si abang dari cara halus memunguti kembali barang dagangannya sampai muka jutek n bilang " bu. anaknya tolong dong". Dalam hati ibu, coba deh bang....adepin sendiri anak aye yang kagak mempan dibilangin. Maaf aja deh, ibu bukan tipe pencubit or pelototan untuk tingkah begini. Salah sendiri nape jualan deket tempat duduk? Kudunya mah kita yang protes kenape abang jualan di mari, bikin sempit aje ah!
Tapi ibu ya tetep ibu, pake jurus andalan "muke lurus". Dalam hati siih......ape mau dikate bang!
Singkat cerita, di Kebun Raya Bogor senang riang lah si bocah-bocah lari kesana kemari. Andika aja ikutan main di rumput mungutin sampah sedotan dan kulit jeruk yang bertebaran. Yahh...apa boleh buat, masih ada tissue basah ini.
Akira lari sejauh-jauhnya. Bener-bener gak ada capeknya! Naik turun bukit. Jatuh, bangun lagi. Lari lagi. Ngejar kupu-kupu. Mau nyemplung ke danau. Halahhhh...!!
Wisnu udah mulai rewel, mulai dari mau pipis, minta gendong, minta beliin bola gak dikasih, gak mau jalan kaki ke tempat angkot yang menuju stasiun dan baru berhenti karena dibelikan es durian. Terus? nangis lagi, karena esnya tumpah, dan mau pipis tapai gak mau buka sepatu, dan akhirnya bisa tenang duduk di stasiun karena memperhatikan kereta lalu-lalang selama sejam.
Akira yang meronta-ronta; maunya lari , gak mau dipegangi. Rewel sih gak, cuman jadi sprinter gantian sama si Fitri (pengasuhnya Akira) lumayan gempor dah!
Kita dapat kereta semi express lagi, turun di stasiun Tebet lalu naik taksi. Phew. Sampe rumah, rasanya badan pegel-pegel, tapi senang juga. Ibu sih gak kapok deh ngajak jalan-jalan bocah-bocah. Kalau para punggawa ditanya sih, jawabannya mesem penuh arti. Lah....tunggu sampai giliran Andhika ikut dikejar-kejar juga!
Di sebelas bulan-ku
Tante dan Oom...aku mau ultah nih....pengumuman!!! Ultah yang ke-1. Jadi jangan sangka aku bayi merah lagi, karena sudah mulai hitam terkena matahari saat main di taman.
Aku juga sudah bisa berjalan, walau masih kayak robot. Tiga-empat langkah, lalu ..hup...duduk lagi deh. Badanku kekar dan perutku besar, padahal aku tidak pernah makan bubur instan karena ibu bersusah payah membuatkan menu harian berisi sayuran, ikan atau ayam. Susuku juga susu biasa, memang sih bukan ASI, tapi bukan susu formula super mahal malah yang paling murah kata ibu. Bajuku sekarang sudah kekecilan semua, jadi aku suka pake bajunya bli Akira...hehe..kan bli Akira bisa pinjem bli Wisnu juga lahhh..
Baru-baru ini, aku sudah bisa tepuk tangan, kiss bye dan memegang botol susuku sendiri. Ehhh..ini achievement bukan??
Thursday, May 24, 2007
Cerita seorang gadis kecil
Siang ini aku malas bermain. Kata mbak badanku agak hangat. Mommy juga tadi telepon, tapi aku tidak mau bicara. Aku juga tidak mau makan. Ada sup kata mbak, tapi aku mau macaroni cheese. Kalau macaroninya habis, aku tidak mau makan sup, ah. Aku juga tidak mau makan telur. Pokoknya aku tidak mau makan. Aku mau macaroni.
Aku tiduran di sofa. Kakiku kuangkat ke atas. Aku berteriak memanggil mbak. Huh, kemana sih mbak? Kok tidak pulang-pulang? Tadi pagi mbak pergi sama mommy. Daddy sudah pergi waktu aku belum bangun. Katanya hari ini mbak harus temani mommy jadi saksi. Apa sih saksi itu? Aku tidak tahu.
Ah, lebih baik aku pindah ke kamar bayi, tempat adik kecil biasa tidur. Lho, kok gak ada? Hanya ada adik tengah sedang tidur. Kemana adik kecil? Oh, dikamar Aunty barangkali. Coba aku lihat. Aku buka pintu kamar Aunty. Nah... itu dia ! Lagi tidur sama adik kecilnya. Aku memanjat ke atas tempat tidur Aunty yang tinggi. Hup! Aku ciumi kepala adik kecil. Ah, aku sedih karena aku tidak punya adik. Sepupuku punya dua adik: adik tengah dan adik kecil. Tapi kata mommy adik kecil itu adikku juga. Kalau adik tengah itu bukan adikku ah! Dia nakal, suka rebut mainanku.
Siang ini sepi. Sepi sekali. Aku mau tidur di kamar Aunty, sama-sama adik kecil. Aku tidak mau tidur di kamar mommy. Di kamar Aunty ada foto aunty sama uncle. Kalau di kamar mommy hanya ada fotoku. Tidak ada foto Daddy dan Mommy.
Aku berbaring di sebelah adik kecil. Aku sayang sama adik kecil. Dia lucu. Gendut. Aku isap ibu jariku. Hm..enak. Eh, kata mommy kalau aku isap jariku terus, nanti gigiku maju. Tapi, biar ah. Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada ibu jariku.
Kalau tidak ada mommy, kan ada mbak. Aku bisa main sama mbak, dibacakan cerita. Kalau tidak ada Daddy bagaimana ya? Katanya nanti Daddy tidak disini lagi. Nanti Daddy pergi. Tapi aku bisa ketemu lagi. Walau Daddy suka nakal dan marah sama aku, tapi aku sedih kalau Daddy pergi.
Mommy dan Daddy memang suka bertengkar. Dulu apalagi. Teriak-teriak, keras sekali. Aku juga suka berkelahi sama sepupuku, tapi nanti baik lagi. Kenapa Daddy harus pergi? Mommy marah sama Daddy? Kenapa? Daddy nakal?
Kalau Daddy pergi, aku nonton Avatar sama siapa? Kalau mau pergi ke mall, yang nyetir mobil siapa? Pak supir kan hanya datang kalau mommy ke kantor. Kalau mommy ke kantor hari Sabtu, aku mau jemput mommy sama siapa?
Eh, adik bangun. Dia tertawa. Tepuk tangan. Lucu sekali. Aku peluk adik kecil. Aku bilang sama Mommy nanti ah aku mau punya adik. Mau adikku, bukan adik sepupuku. Biar aku suapi dan temani mandi, jadi aku tidak sepi lagi.
Picture taken from: here and here
Wednesday, May 23, 2007
Dunia Anmud
Pernah saya bete abis, pada waktu mengajar kelas Introduction to Cross Cultural Understanding untuk 62 mahasiswa yang mulutnya kompakan tak mau diam. Ternyata saya sendiri harus mempelajari "budaya anak muda", ketimbang menyampaikan materi kuliah. Bayangkan saja, mahasiswa yang presentasi bukannya berdiri di depan kelas dengan tegak dan serius karena sedang dinilai oleh sang dosen macam saya (yang pura-pura baik padahal pelit nilai), malahan berdiri sedikit menungging dan menggal-menggol seraya tangannya bersender ke meja plus ngocol pula dengan memperkenalkan anggota kelompoknya bak presenter acara santai. Parahnya pertanyaan yang saya ajukan malah dibalas dengan seloroh "menegetehe"... sambil cengengesan.
Ternyata saya memang harus bisa masuk ke dunia mereka. Mau tidak mau. Meskipun otot leher saya kejang karena menahan napas dan gigi merapat ingin menggigit mereka. Heran, padahal saya juga belum tua-tua amat. Kenapa serasa masuk ke lorong waktu yang berbeda ? Kalau ada rekan kerja yang berkomentar " anak muda sekarang kurang ajar, gak ngerti sopan-santun", terus terang saya juga tidak setuju. Saya pikir tadinya saya juga msih cukup muda untuk dianggap "anak muda". Hihi. Ternyata dunia mereka pun sudah tak saya pahami.
Pada waktu saya mencari inspirasi untuk makalah untuk disajikan di konferensi pengajaran bahasa, yang terlintas dalam pikiran saya adalah : kenapa gak present tentang perkembangan bahasa inggris dalam sms anak muda indonesia. Bisa dijadiin disertasi tuh malah! Welehh..
Pikir-pikir...saya aja masih suka keriting kalau bersms dengan mahasiswa/i saya.
Bagaimanapun caranya saya harus menyamakan modulasi dengan mereka . Daripada sakit hati karena generation gap, ya udah ikuti aja gaya mereka yang seenak udel. Coba lihat gaya sms saya dan salah satu dari mereka:
MTAC... NP?
ujian susulan kpn? kok AGJ??
ICDA ..kan dah ditempel di pengumuman??
Thursday, May 03, 2007
8 tahapan perkembangan
Berdasarkan teori psikologi sosial Erik Erikson (1963), setiap manusia melewati 8 tahap perkembangan. Tugas perkembangan di masing-masing tahapan harus dikuasai agar seseorang dapat berkembang di tahapan berikutnya.
1. 12-18 bulan: Periode Percaya atau tidak percaya
Pada usia ini, anak-anak perlu mendapatkan rasa percaya dari lingkungan sekitarnya dengan cara membina ikatan emosional dan kedekatan fisik dengan ibunya atau pengasuhnya atau orang yang terdekat dengannya. Jika hubungan ini bersifat positif, anak akan merasa aman dan terawat. Seorang anak belajar mempercayai orang lain jika pada periode ini kebutuhan emosional dan fisiknya terpenuhi melalui dekapan dan sentuhan dari pengasuhnya. Jika ibunya tidak dapat ada, atau tidak dapat diandalkan, anak ini akan belajar untuk tidak percaya dan berkembang menjadi penakut dan sulit percaya kepada orang lain. Maka dari itu, periode ini disebut periode krisis karena apa yang idalami pada periode ini akan menentukan apa yang dirasakan oleh anak pada masa selanjutnya.
Ibu atau pengasuh merupakan guru yang utama pada masa perkembangan awal. Anak menangkap banyak hal dari sang ibu : energi sang ibu, getaran, sikap dan bimbingan. Meskipun ayah mempunyai insting serupa dan bisa juga mengasuh seperti sosok ibu, namun biasanya ibulah yang memberikan insting pengasuhan
Jika ikatan antara ibu dan bayi lemah pada masa ini, kebutuhan akan kepengasuhan, rasa aman dan rasa percaya si bayi tidak terpenuhi. Hal yang perlu diingat adalah bayi membutuhkan kedekatan fisik dengan sang ibu, namun jika lengan si ibu tegang dan seolah-olah menolak si bayi, akan mengakibatkan si bayi merasa tidak aman dan tidak percaya dan pada akhirnya ikatan batin pun tidak ada.
Seorang bayi yang pernah berada di lingkungan yang tidak aman nantinya akan kesulitan menjalin kedekatan dengan orang lain. Hal ini akan berdampak ketergantungan kepada orang lain atau menghindar untuk dekat dengan orang lain.
2. Usia 1-3 years: Autonomy vs self-doubt.....
Pada periode ini, anak berjalan dan berbicara sambil bereksplorasi llingkungan di sekelilingnya. Mereka senang merasakan, meraba dan mencium berbagai macam hal. Mereka akan mengaduk-aduk makanan di dalam mangkuk makanannya . Mereka belajar meniru pengasuhnya memluli permainan Ciluk-ba. Cat jari, lilin plastesin, balok merupakan maianan utama bagia anak seusia ini. pada usia ini anak belajar tentang batas pribadi yang merupakan hal penting dalam membangun citra diri.
Ledakan tantrum akan lebih sering karena pada usia ini anak mulai belajar mandiri dengan cara memperoleh kendali atas dirinya dan lingkungannya dengan mengatakan " Tidak". Pada masa ini juga orang tua harus mulai memberikan batasan yang jelas kepada anak demi keamanan anak tanpa harus menghukum.
Jika kebutuhan anak untuk berkata "tidak" diabaikan, yang dipelajari anak adalah kebutuhan ibunya lebih penting dari kebutuhannya sendiri,dan berakibat nantinya anak belajar untuk lebih mementingkan kebutuhan ibunya dibanding kebutuhan sendiri. Bahkan jika anak dipermalukan pada masa yang seharusnya ia belanjar untuk mandiri, ia akan belajar malu dan takut akan perpisahan. Jika pengasuhnya mampu memberi dukungan, anak akan belajar mandiri. Jika sang ibu terlalu melindungi dan menolak permintaan anak, rasa malu dan bersalah akan berkembang pada anak .
3. Age 3-6 years: Initiative vs guilt.....
Pada periode ini anak berkesplorasi dan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal sebelumnya. Krisis periode ini adalah anak memiliki inisiatif namun ia akan merasa bersalah jika apa yang dilakukannya tidak berkenan bagi ibunya. Jika orang tua mendorong anak untuk bereksplorasi dan menunjukkan sikap yang sehat, anak akan belajar berinisiatif. Sebaliknya jika orang tua kurang mendukung, anak jadi kurang insiatif . Dampak negatif pengalaman anak pada masa ini akan berkelanjutan pada saat ego anak berkembang.
Sebenarnya pada masa inilah anak mengembangkan citra dirinya. Jika ia belajar bahwa ia dianggap baik, rasa percaya dirinya akan berkembang. Jika pada usia ini anak dikritik, dipermalukan, diejek, atau ditidakacuhkan oleh orang tuanya, rasa percaya dirinya akan terpengaruh.
Anak-anak pada usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar karena itu mereka akan sering bertanya "kenapa" tentang berbagai macam hal, termasuk mengenai tubuhnya. Balikan yang diterima dari sang ibu nantinya akan mempengaruhi bagaimana sang anak memandang dirinya dan tubuhnya. Jika ia sering diejek atau diolok-olok, ia akan merasa malu dan bersalah.
Jika anak mencapai usia ini, orang tua harus sadar bahwa sensasi seksual anak pada usia ini adalah hal yang normal dan respon orang tua sangatlah menentukan. Jika orang tua salah menangani proses eksplorasi dan keingintahuan anak, termasuk terhadap masalah seksual, tentunya bisa mengkerdilkan cara anak memandang tubuhnya dan akhirnya berakibat pada citra dirinya.
4. Usia sekolah (6-12 years): Competence vs inferiority.....
Di usia sekolah, anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan kawan sebayanya dan mereka akan menguasai kemampuan sosial, fisik dan intelektual. Anak-anak pada usia ini akan terus menerus membandingkan kemampuan mereka dengan teman-teman sebayanya. Jika mereka menganggap dirinya positif, mereka dapat merasa sukses.Sebaliknya, pandangan yang negatif dan kritik dari dirinya akan muncul pada usia ini.
Di usia ini, anak perlu mendapat penerimaan dari kelompoknya. Suasana dikelas sangat rentan bagi anak-anak yang merasa dirinya kurang, karena mereka menjadi bahan olok-olok. Jika mereka gagal membangun keterampilan sosial pada tahap ini, mereka akan malu dan sulit diterima oleh kelompoknya.Rata-rata anak pada usia ini, terutama yang wanita merasa canggung terhadap keadaan perkembangan fisiknya sehingga mereka malu untuk tampil di hadapan kawan-kawan sebayanya. Mereka juga cenderung berkumpul dengan kelompoknya dan permainan berkelompok sangat penting bagi mereka.
Pada rentang usia ini anak harus belajar menyelesaikan tugas dan untuk hal ini mereka harus diajarkan mendisiplinkan diri dan memfokuskan diri untuk mengerjakan PR. Jika mereka tidak diajarkan disiplin, mereka akan menjadi malas atau putus asa nantinya di tahapan perkembangan berikutnya karena tidak ada yang pernah mengajarkan kemmapuan mengatur waktu.
5. Remaja (12-18): Identitas diri vs bingung peran.....
Pada masa pubertas. mereka mengembangkan citra diri. Mereka kerap mempertanyakan siapa mereka dan apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka. Mereka akan mengasosiasikan pengalaman mereka di masa lalu dan membedakan peran (sebagai anak yang tergantung terhadap orang tua, mandiri, berinisatif dan berhasil).Jika mereka tidak melalui krisis tahap perkembangan dengan baik, mereka akan mengalami bingung peran: tidak tahu siapa diri mereka, dan mau menjadi apa.
Semua tugas perkembangan pada periode sebelumnya merupakan tahap transisi untuk tahapan berikutnya. Ikatan yang dijalin dengan sang ibu pada waktu bayi merupakan dasar rasa aman yang diperlukan pada masa pubertas untuk dapat berhubungan dengan lawan jenis. Kemampuan untuk membatasi diri dan mengatakan "tidak" pada tahap kedua merupakan struktur yang diperlukan dalam membangun batasan seksual untuk tahapan pubertas.
Eksplorasi seksual yang dialami anak pada tahapan ketiga serta reaksi kedua orang tuanya akan membantu anak dalam menentukan persepsi diri anak akan tubuhnya. Tahap perkembangan keempat mengajarkan para remaja keterampilan sosial dan edukatif di sekolah yang menentukan sikapnya terhadap masa depannya. Tugas perkembangan yang dahulunya dianggap sulit untuk dikuasai akan berdampak pada masa transasi pubertas menuju kedewasaan.
Pada masa yang penuh rasa canggung ini, penerimaan kawan sebaya menjadi hal yang lebih penting karena disitulah letak jati diri para remaja. Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja pria yaitu perubahan suara, timbulnya jerawat sedangkan remaja putri mengalami ketidakstabilan emosi dan canggung dengan bentuk tubuhnya. Pada masa ini biasanya remaja putri mengalami masalah makan karena mereka cenderung sangat kritis terhadap tubuh mereka. Seperti halnya anak-anak pada tahap perkembangan kedua, pada masa remaja ini mereka cenderung memberontak karena ada perasaan tidak nyaman.
Pada masa ini pula "cinta monyet" bersemi dan topik pembicaraan yang diminati adalah siapa berpacaran dengan siapa. Jika remaja mempunyai kesulitan mempercayai orang lain dan dirinya sendiri, mungkin ia pemalu dan terisolasi dari teman-temannya.
Pada periode ini, biasanya remaja mengalami kesulitan dalam masalah sehari-hari. Jika tugas perkembangan pada tahapan sebelumnya telah dikuasai, kemungkinan hanya sedikit kesulitan yang ditemui. Terkadang remaja menarik diri dan lari ke obat terlarang untuk menghindari rasa sakit yang menemani stress dan kecemasan dalam masalah yang dihadapi.
7. Early Adulthood (20-33) : Intimacy vs isolation....
Tingkat keberhasilan di masa perkembangan sebelumnya menentukan keberhasilan seorang remaja memasuki tahapan kedewasaan. Pada periode ini, seseorang memasuku tahapan dewasa muda. Krisis yang tak terselesaikan pada masa kanak-kanak akan menetap saat seseorang menghadapi tugas perkembangan yang lebih tinggi lagi yaitu menjalin kedekatan dengan lawan jenis. Jika pada masa kanak-kanaknya seseorang dapat mengatasi krisisnya dan memiliki pengalaman yang positif, ia akan mampu menjalin hubungan yang dekat dan bermakna dengan orang lain. Jika tidak, hal ini akan berakibat negatif yaitu ia akan menjauh dari orang yang ingin mereka dekati.
Periode ini mencerminkan rasa tanggung jawab yang dimiliki sedari kecil: bangun pagi, menepati waktu, mencatat pengeluaran, mencuci dan memasak adalah sebagian kecil dari tanggung jawab pada periode ini. Tingkat keberhasilan seseorang pada masa dewasa ini dipengaruhi oleh pengalamannya di rumah.
Lingkungan sekitar juga memiliki dampak yang jelas pada kaum dewasa muda. Media iklan memberi perhatian bagaimana seseorang harus berpenampilan dan bersikap, apa yang harus dibeli, dan benda apa yang memberi kesan kesuksesan. Mereka cenderung kurang dapat menunda penghargaan dan menabung untuk masa depan karena adanya kartu kredit yang secara terus-menerus dikirim lewat surat dan menawarkan pagu kredit yang makin tinggi.
Masalah perkembangan dari periode terdahulu semakin tampak saat seorang dewasa mulai mengalami hubungan asmara. Hubungan asmara berarti resiko: resiko ditolak, disakiti dan menciptakan kemabali pola hubungan di masa kecil. Para individu tertarik terhadap lawan jenis dengan harapan menemukan cinta dan kecocokan. Namun sangat sulit untuk menjalin hubungan yang dewasa karena melibatkan sisi kehidupan yang sangat rentan.
Rasa percaya pada masa bayi berdampak pada bagaimana seseorang berkomunikasi dalam hubungan yang intim. Jika pada masa bayinya pernah merasa terancam, seorang pada masa dewasa cenderung berdiam diri karena marah atau menarik diri tanpa penjelasan. Sangat penting untuk menandai pola hubungan seseorang dengan ibunya semasa kecil karena akan muncul lagi pada masa dewasa.
Apapun yang dipelajari seseorang mengenai kedekatan pada masa kecilnya, akan berdampak pada hubungan kedekatannya pada masa dewasa. Inilah yang anak pelajari tentang cinta dari orang tuanya. Jika anak sering terekspos dengan pertengkaran orang tua, cinta akan diartikan dengan agresi. Hal yang penting ditanyakan pada masa ini adalah : Apa pendapat anda mengenai perkawinan orang tua anda? Jika perkawinan ortu dianggap positif, yaitu kedua ortu dapat berkomunikasi dan bertengkar dengan sehat, hal ini akan lebih mudah untuk menjalin hubungan yang positif dalam hubungan dengan lawan jenis.
8.Dewasa menengah (34-65): Generativity vs stagnation
Pada usia ini orang mengkaji kembali masa lalunya dan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan dan memberikan kontribusi kepada orang lain, khusunya anak-anaknya. Jika mereka melalui krisis pada masa ini, mereka akan menjadi manusia yang produktif dan berbahagia. Jika mereka gagal, mereka mengalami hal yang dinamakan "krisis paruh baya", yaitu terhenti perkembangan personal dan psikologinya. Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang tidak tahu identitas dirinya dan apa yang ingin mereka lakukan. Mereka adalah jiwa-jiwa hampa yang mencari sesuatu, tapi tidak tahu apa yang mereka cari. Pada usia ini biasanya para wanita mulai masuk dunia kerja atau melanjutkan studi.
9.Later adulthood (65-80): Ego-integrity vs despair.......
Pada masa ini orang merenungkan secara mendalam tentang pencapaian dan kegagalan di masa lalu. Jika orang ini mengingat hubungan yang hangat dan intim, mereka akan memasuki penyatuan diri. Sebaliknya, jika orang menganggap masa lalunya penuh dengan kekecewaan dan kegagalan, mereka biasanya memiliki perasaan putus asa.
Nah, begitulah adanya tahap perkembangan setiap manusia. Maka dari itu, hati-hatilah mendidik anak!
Thursday, April 26, 2007
Late Bloomer--semoga
Seperti kebanyakan orang tua, kami pasti menganggap anaknya lebih jagoan dibanding anak lain.Punya bakat khusus dibanding anak lain. Welehhh...
Jadi cerita lalu mengenai Akira yang didiagnosa terlambat bicara, kami masih belum bisa menerima. Meskipun, seorang psikolog yang ditemani dokter anak yang mendiagnosanya. Tambeng? Ah, ibu dari dulu emang suka keluar tabiat tambengnya.
Seperti dalam sebuah cerita kanak-kanak " Leo, the late bloomer", Ibu percaya Akira akan bisa mengejar ketinggalannya. Karena kalau ibu terlalu pushy, Akira pun ngambek dan tidak mau mencoba lebih keras.
Sekitar beberapa hari yang lalu, Akira rebutan mainan dengan Alexa, sepupunya. Tipe hubungan mereka memang unik : Alexa sering sewot tanpa sebab dengan Akira, sedangkan Akira kelihatannya malah seolah-olah 'sengaja' membuat Alexa sewot. Mungkin dalam pikiran Akira "gue kagak ngapa-ngapain aja, die bawaannya sewot. Sekalian aja dah gue bikin sewot!". Nah, saat itu, Akira dijahili Alexa: badannya didorong, dicubiti dan dibentak "Apa sih Akira? Nakal!". Awalnya Akira menangis dan menjatuhkan diri ke lantai. Tapi kemudian dia bangkit dengan wajah bersungut-sungut, mengambil penghapus pensil yang sedang dipegang Alexa dan ngeloyor pergi sambil berkata "Nakang" (nakal--red). Alexa lari mengejar Akira dan mencengkeram leher Akira dengan lengannya. Walah.......Kebayang gak tuh adegan smack down?
Kalau therapis bicara Akira mengclaim Akira belum bicara spontan; sekarang ibu bisa senyum-senyum (tak percaya) menanggapinya sambil bergumam dalam hati "ah, lu kagak tau aje anak gue". Kenapa? Soalnya Akira sering memanggil Andhika dengan jelas "ade...an-di-ka" dengan spontan, tanpa kami suruh. Lalu tidak hanya memanggil, Akira senangnya mengelus-elus kepala Andhika, dan kalau Andhika sedang menangis, maka Akira dengan sigap menepuk-nepuk pantat Andhika.
Hobi Akira adalah ngemil. Sesudah makan nasi, biasanya hobinya menyambangi meja makan (mencaplok tempe goreng kesukaannya) atau menarik kursi dan menaikinya untuk melihat cemilan yang kami simpan di atas kulkas; atau memanjat rak untuk menjangkau atas microwave tempat kami mennyimpan makanan kecil. Kalau dia kesulitan, dia akan berteriak " mau, mau.mau". Kalau tak ada yang mendengar,langsung deh Akira menjatuhkan diri ke lantai, dengan mata terpejam dan mengemut jari telunjuk dan jari tengah sampai ada orang yang memperhatikan.
Kemarin sore, Akira memegang botol susunya. Kelihatannya dia bukan mau minum susu, tapi main-main dengan botol. Dia putar dotnya dan tumpahlah susu, berbarengan dengan itu Akira berujar "yahh..tumpah". Apa itu bukan spontan namanya?
Sebelum ke kantor, ibu biasanya memandikan paling tidak salah seorang dari Wisnu-Akira atau Andika. Nah, kalau masuk kamar mandi, Akira mengekor dari belakang sambil berusaha membuka celananya sendiri dan bersiap mandi. Acara mandi sangat menyenangkan untuk seorang Akira karena dia bersenandung lagu-lagu Tasya (walaupun kata-kata yang disebutnya tidak jelas) dengan irama yang sangat mirip dengan lagu asli. Nah sesudah mandi, biasanya pada saat ibu membuang air di bak mandinya, Akira dengan sigap membantu memegang bak mandinya sambil teriak "satu-dua-tiga...horeee". Dan saat airnya sudah habis dengan riangnya dia berseru "Dahhhhh...".
Memang Akira belum bisa membuat 1 kalimat yang terdiri dari 2 kata,(misalkan: Akira sakit), tapi kalimat elips sudah cukup komunikatif, bukan? (* dasar guru bahasa*)